Berbicara atletik, khususnya olahraga lari, sudah pasti melekat satu nama yang sampai saat ini masih membela Indonesia di berbagai ajang internasional. Dia adalah Agus Prayogo.
Agus yang merupakan seorang pelari jarak jauh masih belum lelah membawa nama Indonesia di usianya yang menginjak 38 tahun. Dengan usia tersebut, dia menjadi atlet tertua yang berada di pelatnas atletik saat ini yang digelar oleh Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI).
Terhitung, sudah hampir 30 tahun dia berstatus sebagai atlet. Anak dari pasangan Prayitno dan Supriyaningsih ini sudah memulai perjalanannya sejak usia 10 tahun saat duduk di bangku SD Kelas 5.
Besar di keluarga atlet secara tak langsung membentuknya jadi atlet sedari kecil. Seperti diketahui, sang ayah merupakan mantan atlet sepak bola dan lari Jawa Tengah. Sedangkan, ibunya juga merupakan mantan atlet voli asal Magelang.
Memiliki kedua orang tua atlet membuat Agus menghabiskan waktu lebih banyak bersama neneknya di Magelang. Untuk mengisi waktu luangnya, Agus memilih latihan bersama klub lari lokal bernama Pasma Club Atletik Kota Magelang.
“Ketika masih kecil, lingkungan kan sangat berpengaruh. Saya beruntung dulu tinggal di Magelang bersama nenek saya di sana ada klub lari namanya Pasma. Akhirnya ikut karena teman-teman juga latihan,” kata Agus saat diwawancarai Ludus.id.
Berkat darah atlet yang mengalir dalam dirinya, Agus mulai menunjukkan bakatnya dalam olahraga tersebut. Dia langsung menjuarai turnamen pertamanya di ajang Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) SD tingkat kota Magelang.
Meroketnya nama Agus tak lepas dari mata jeli pelatihnya kala itu, Sukimin, yang mengasahnya sebagai pelari jarak jauh.
“Waktu itu saya dilihat tumitnya panjang, badannya juga kecil jadi diarahkan menjadi pelari jarak jauh,” ucap Agus.
Dari situ, dia semakin mempertajam kemampuannya dalam berlari dan bertekad menjadi atlet nasional. Demi mewujudkan mimpi tersebut, Agus memutuskan untuk hijrah ke Salatiga.
“Setelah lulus SD, saya bertekad jadi atlet nasional. Makanya, saya memilih hijrah ke Salatiga karena di sana banyak bermunculan atlet-atlet bertaraf nasional dan internasional,” kata dia.
Perjuangan Agus pun berbuah manis hanya dalam waktu singkat. Berjarak tiga tahun, dia langsung merebut medali emas sekaligus menjadi juara nasional lari nomor 5000m di Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) 2001 yang digelar di Palembang.
“Itu pertama kali saya juara nasional di usia 16 tahun. Di tahun berikutnya, saya mewakili Indonesia di ASEAN School Games dan menyumbangkan dua emas di nomor 5000m dan 1500m,” tutur Agus.
Tak sampai di situ, Agus kembali bersinar di turnamen yang sama dengan membawa pulang dua medali emas lari 5000m dan 10000m pada tahun 2003. Sukses itu pun menjadi awal terbukanya pintu pelatnas bagi Agus.
“Saya sempat ikut pelatnas junior pada 2003. Cuma saat peralihan junior ke senior prestasi saya terhambat, jadinya saya dipulangkan,” tuturnya.
Kendati kerap masuk dan keluar pelatnas, Agus tetap berusaha konsisten menekuni lari yang sudah menjadi cita-citanya sedari kecil. Sembari, dia mencoba peruntungan untuk bergabung ke militer lewat jalur prestasi pada 2007 dan resmi menjadi TNI AD pada 2008.
Akhirnya, pelari asal Magelang itu terpilih masuk pelatnas lagi pada 2009 menuju SEA Games Laos. Sejak saat itu, namanya selalu menjadi langganan pelatnas.
Itu tak lepas dari prestasinya yang berhasil membawa pulang medali emas lari 10000m. Dia pun menilai prestasi tersebut menjadi yang paling manis sekaligus jadi titik baliknya sebagai atlet lari nasional.
“Sebabnya waktu itu saya berangkat sebagai atlet yang tak diprediksi meraih medali. Karena jangankan SEA Games, di PON (2008) saja saya perunggu,” ujar Agus.
“Saya bisa berangkat karena saya lolos kualifikasi. Dan ketika bertanding ternyata saya menyumbangkan emas. Pas naik podium melihat bendera merah putih berkibar, saya hormat dan gak terasa saya nangis. Saya merasa ‘kok bisa saya sampai di sini?’,” ungkap dia.
Titik terendah
2011 bisa dibilang merupakan tahun tersukses Agus di mana dia mampu menyabet dua medali emas SEA Games di nomor lari 5000m dan 10000m. Namun, sang pelari tak bisa menghindari bahwa dirinya merupakan manusia biasa yang tak luput dari rasa jenuh.
Hal itu sangat terlihat ketika dia mengalami penurunan prestasi yang sangat drastis pada 2013 yang diakui menjadi titik terendahnya selama menjadi atlet. Ditarget 2 medali emas SEA Games, Agus tak mampu memenuhi ekspektasi yang dibebankan padanya.
“Pas 2013 saya ditarget 2 medali emas dari Kemenpora, tapi saya cuma dapat 1 perunggu. Itu saya sedang merasa jenuh di dunia lari yang membuat motivasi saya turun dan prestasinya ngedrop,” ucap Agus.
Beruntung, kondisi tersebut tak bertahan lama. Agus kembali membuktikan dirinya masih pantas diandalkan untuk memberikan prestasi bagi bangsa.
“2015 saya bangkit lagi di SEA Games Singapura. Di sana saya merebut satu medali emas dan satu medali perak,” tutur dia.
Diakui Agus, situasi tersebut bisa dilaluinya berkat dukungan yang besar dari keluarga. Dia menyatakan keluarga memang menjadi penguatnya dalam melewati berbagai keadaan.
“Selain nenek, pasti istri saya. Sejak saya menikah di tahun 2012 sampai sekarang dia selalu mendukung saya dalam segala kondisi,” ungkapnya.
Persiapan jadi pelatih
Sebagai atlet senior yang sudah banyak memakan asam garam, Agus kini lebih banyak berperan sebagai mentor bagi para juniornya, seperti Robby Sianturi dan Rikki Martin Simbolon. Hal ini juga dilakukannya sebagai persiapan menjadi pelatih yang berpotensi bakal menjadi profesi selanjutnya bagi Agus setelah pensiun.
“Mau gak mau arahnya ke sana (pelatih), dan saya sudah persiapkan itu. Akhir tahun lalu saya sudah ambil sertifikasi IAF level 1 karena harus dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Tidak bisa mendadak,” kata Agus.
Namun, sebelum itu, masih ada satu hal lagi yang ingin dicapai oleh Agus, yaitu tampil di SEA Games 2025. Dia berharap bisa menutup kariernya dengan manis dengan membawa pulang medali emas dari multievent tersebut.
“Kalau saya dikasih umur panjang, mungkin SEA Games 2025 akan jadi penampilan terakhir saya karena sekarang sudah banyak junior-junior yang sudah siap menerima tongkat estafet dari saya,” ucap Agus.
“Di level nasional sekarang ada 2, Robby dan Rikki. Kalau Rikki di SEA Games 2023 kemarin menang di lari 10000m. Harapannya, mereka berdua yang bisa meneruskan tongkat estafet dari saya,” jelasnya.
Selain tampil di SEA Games 2025, Agus juga masih memendam mimpi untuk bisa mewakili Indonesia di salah satu event marathon dunia. Seperti diketahui, terdapat enam marathon kelas dunia yang diakui, yakni Tokyo Marathon, Boston Marathon, London Marathon, Berlin Marathon, Chicago Marathon, dan New York City Marathon.
“Semoga saya juga bisa mewakili indonesia untuk tampil di salah satu event marathon ternama dan meraih hasil yang memuaskan,” harapnya.