Air Keruh Sebabkan Timnas Indonesia Ditelanjangi Bahrain, Berujung Aroma Uang Mafia

Kredit foto: Tangkapan layar Youtube
Tragedi mengenaskan di Manama Stadium, Riffa pada 29 Februari 2012 kala timnas Indonesia digulung 0-10 oleh Bahrain saat kualifikasi Piala Dunia 2014.

Sebelum seperti sekarang, timnas Indonesia pernah ditertawakan publik sepak bola internasional. Digulung 10 gol oleh Bahrain, situasi sepak bola tanah air yang sudah ruwet kian keruh. Namun, angka tersebut hanyalah simbol, bahwa sempat mengalir air keruh di tubuh tata kelola sepak bola nasional.

Ekspresi Shin Tae-yong melongo ketika ditanya tanggapan soal kekalahan memalukan timnas Indonesia dari Bahrain di masa silam. Arsitek asal Korea Selatan itu seolah tak percaya skuad Garuda pernah dibantai dengan skor sebegitu besarnya.

Shin Tae-yong bahkan tidak sampai hati untuk mengungkit kejadian kelam itu. Eks pelatih timnas Korea Selatan ini memilih untuk fokus mempersiapkan permainan terbaik alih-alih memikirkan dendam kesumat.

“Dari pada kita balas dendam, mungkin kita lebih baik fokus pada permainan kita saja. Kita tunjukkan permainan yang kita suka, dan permainan yang kita mau,” ujar Shin Tae-yong saat hari ketiga latihan timnas Indonesia jelang lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 menghadapi Bahrain, Rabu (9/10).

Kredit foto: PSSI/GSI
Ekspresi Shin Tae-yong melongo saat mendengar timnas Indonesia pernah dihajar Bahrain 10 gol tak berbalas.

Rekor pertemuan timnas Indonesia dengan Bahrain sejatinya berimbang. Tim berjuluk Dilmun’s Warriors tidak menyeramkan seperti kebanyakan tim asal Timur Tengah.

Sebelum kekalahan memilukan itu, Indonesia dan Bahrain sudah bertemu sebanyak enam kali. Rinciannya, skuad Garuda menang dua kali, imbang dua kali dan dua kali kalah.

Namun, timnas Indonesia datang ke laga terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2014 dalam kondisi compang-camping. Pelatih timnas Indonesia, Aji Santoso tidak bisa menggunakan jasa para pemain terbaik. Nama-nama tenar seperti Bambang Pamungkas, Boaz Solossa hingga Firman Utina tidak dibawa ke Riffa.

Dari keseluruhan pemain yang dibawa, hanya empat pemain yang pernah membela timnas Indonesia, yakni Samsul Arif, Irfan Bachdim, Ferdinan Sinaga dan sang penjaga gawang Samsidar. Sisanya, seperti Gunawan Dwi Cahyo, Aditia Putra Dewa, Rendi Irwan dan Muhammad Taufiq adalah debutan.

Alasannya tak lain dan tak bukan adalah dualisme kompetisi. Kala itu, federasi dan kompetisi sepak bola di tanah air terpecah belah. Ada Indonesia Super League (ISL) di bawah naungan PT Liga Indonesia dan Indonesia Premier League (IPL) yang dinaungi PT Liga Prima Sportindo Indonesia.

Percikan api lahir saat para voters mengajukan mosi tidak percaya kepada PSSI. Sejumlah anggota Komite Eksekutif (Exco) juga menentang keputusan Ketua Umum PSSI saat itu, Djohar Arifin yang membentuk kompetisi baru bertajuk IPL.

Akhirnya, anggota Komite Eksekutif PSSI saat itu, LaNyalla Mattalitti membentuk Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI), alias federasi tandingan PSSI. KPSI bentukan LaNyalla yang tetap teguh dengan kompetisi IPL tidak diakui FIFA.

Dan lagi, PSSI tidak mengizinkan pemain yang berlaga di ISL memenuhi panggilan Aji Santoso ke timnas Indonesia. Beberapa pemain bahkan baru bergabung ke skuad pada detik-detik penerbangan menuju Riffa.

Mimpi buruk dan hujan penalti

Aji Santoso banyak menggunakan jasa pemain gurem, sebab rata-rata pemain berkualitas tetap bertahan di ISL. Laga pun berlangsung di Stadion Manama, Riffa pada 29 Februari 2012. Mimpi buruk sudah tersaji kala pertandingan baru berjalan tiga menit.

Wasit Andre El-Haddad sudah mengusir satu pemain dari kubu timnas Indonesia meski durasi pertandingan baru seumur jagung. Sang penjaga gawang, Syamsidar harus mandi lebih cepat akibat menjatuhkan pemain lawan di kotak penalti.

Andi Muhammad Guntur selaku kiper pengganti pun tak mampu membendung eksekusi penalti Ismael Abdullatif. Timnas Indonesia kalah jumlah pemain serta tertinggal angka. tim asuhan Peter Taylor lantas terus menggempur.

Kredit foto: Tangkapan layar Youtube
Tanpa nama beken seperti Bambang Pamungkas atau Boaz Solossa, Timnas Indonesia yang dihuni pemain dari Indonesia Premier League (IPL) luluh lantak diberondong 10 gol.

Empat gol tercipta di babak pertama melalui dwigol Mahmood Abdulrahman, aksi Abdullatif dan Mohamed Tayeb. Pada paruh pertama ini, Guntur sempat menggagalkan penalti kedua Bahrain yang kembali diambil Abdullatif.

Namun menariknya, Bahrain mendapat total tiga penalti di babak pertama, yang tentunya melengkapi mimpi buruk skuad Garuda. Setelah sebelumnya, Diego Michiels menjatuhkan Abdullatif, kini giliran Abdul Rahman yang melanggar Mohamed Tayeb. Dua dari tiga penalti Bahrain pun sukses dieksekusi pada babak pertama.

Bahrain menambah enam gol pada babak kedua. Sayed Dhiya mencetak hat-trick, Mohamed Tayeb turut melengkapi hat-trick torehannya dan satu sumbangan lagi dari Abdullatif. Tanpa kenal ampun, Bahrain secara mengejutkan masih mampu mendapat hadiah penalti di penghujung laga.

Abdul Rahman untuk kali kedua menjatuhkan pemain lawan, kali ini Ali Abdulwahab. Namun, Guntur berhasil menggagalkan penalti tersebut. Selain tragedi 10 gol, hujan penalti di laga ini menjadi bumbu yang menambah bau busuk atas kekalahan memalukan tersebut.

Bau uang mafia

“Uang terlibat di sini!” teriak Aji Santoso kepada hakim garis pada laga tersebut. Aji Santoso kemudian diganjar kartu merah. Tak hanya itu, pria yang sempat mengasuh Persebaya Surabaya itu dikabarkan dijatuhi denda Rp60 juta dan larangan mendampingi timnas Indonesia sebanyak empat laga.

“Kita dikerjain abis sama wasit,” Aji Santoso terus mengeluh pada keterangan tertulis yang disampaikan Media Officer timnas Indonesia ketika itu.

Kredit foto: PSSI
Aji Santoso kala itu ditunjuk sebagai pelatih timnas Indonesia. Aji protes dan menilai ada mafia yang bermain ketika Indonesia digulung 0-10 oleh bahrain.

Bau uang mafia tercium sebab Bahrain butuh kemenangan lebih dari sembilan gol untuk lolos ke babak keempat dengan syarat Qatar kalah dari Iran. Namun, tim yang ditangani eks pelatih Crystal Palace itu tetap dinyatakan tersisih lantaran Qatar dan Iran bermain imbang 2-2.

Kartu merah kilat dan empat penalti yang terjadi di laga itu membuat banyak pihak mencurigai hasil 10-0 yang diderita Tim Merah Putih. Manajer timnas Indonesia kala itu, Ferry Kodrat meminta FIFA untuk melakukan penyelidikan.

Dugaan pengaturan skor membahana sampai telinga media internasional seperti Daily Mail dan BBC. Sementara itu, AFC, melalui sekjen mereka, Dato Alex Soosay membantah adanya praktik kotor usai menerima laporan dari perangkat pertandingan.

“Saya sudah melihat pemberitaan di media massa mengenai dugaan pengaturan skor. Namun, saya yakin tidak satu pun tim kami yang terlibat dalam kasus ini. Bahrain lebih baik dari aspek teknik maupun taktik,” tutur Soosay lewat keterangan resminya.

“Lebih dari itu, saya juga telah menerima laporan dari pengawas pertandingan AFC dan wasit bahwa tidak ada indikasi kecurangan apapun,” ujarnya.

FIFA lantas mengirim perwakilan dan memanggil sejumlah pemain dan ofisial timnas Indonesia di Putri Duyung Cottage, Ancol, Jakarta Utara. Namun hasilnya, tidak ada satu pun dari mereka yang dinyatakan terlibat.

FIFA berencana mengumumkan hasil investigasi pada Mei 2012. Namun sayangnya, tidak ada satu pun dari pihak Bahrain dan AFC yang diperiksa FIFA. Padahal, FIFA telah berjanji untuk menjalankan investigasi rutin atas dugaan tersebut. Kisruh tersebut kemudian lenyap seperti angin lalu.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.