Berdiri lebih dari sepuluh tahun, Asta sudah menghasilkan sederet petarung profesional yang tampil di layar kaca.
Ibarat sebuah perusahaan, Asta saat ini sudah berkembang dan melakukan ekspansi. Awalnya Asta merupakan tempat untuk berlatih muaythai. Semua berawal pada 2012.
Mario Satya Wirawan yang saat itu aktif berlaga di ajang ONE Championship kesulitan mencari tempat yang representatif untuk menjaga kebugaran dan melatih diri di Bogor. Bersama teman-temannya, Mario kemudian mendirikan Asta.
Baca juga:
Tigershark Fighting Academy, dari Sasana Tinju Menjelma Camp MMA
Asta merupakan akronim dari Association of Sports and Training Arts, namun pada awalnya kemunculan nama itu tercetus dari obrolan antarteman.
“Nama [arti] kerennya Asta itu Association of Sports and Training Arts. Jadi, kita memang tujuan awalnya menggabungkan olahraga dan berbagai jenis latihan. Sebenarnya awalnya kita bingung cari nama, terus ada teman yang nyeletuk dengan celetukan yang ngetren di tahun segitu. Nah, dari situ muncul deh nama Asta Gym. Tapi, waktu itu kita pakai nama Asta dulu. Baru tahun 2024 kita buka cabang ada gym-nya, nah jadi cabang yang terbaru disebut Asta Gym,” jelas Mario.
Semula Mario dan rekan-rekannya merekrut orang dari luar untuk menjadi juru latih. Hal tersebut tidak berlangsung sesuai keinginan sehingga menyebabkan Mario dan rekan-rekan mengambil alih posisi pelatih di Asta.
“Kita [awalnya] ambil pelatih dari luar. Pada waktu itu kita masih muda-muda juga terus ‘dikerjain’ lah sama pelatih-pelatih dari luar itu, akhirnya kita belajar untuk ngelatih. Akhirnya jadi kita yang ngelatih. Ada aku dan teman-teman,” tutur pria kelahiran Toulouse, Prancis, tersebut.
Pada awalnya Asta hanya menyediakan pelatih-pelatih untuk muaythai, tetapi kedatangan Suwardi memperkaya disiplin ilmu yang ditawarkan sasana dari Kota Hujan tersebut. Suwardi adalah juara ajang pertarungan MMA One Pride kelas flyweight yang memiliki kemampuan ground fight cukup mumpuni.
“Waktu itu kita awalnya muaythai, karena waktu itu bisanya muaythai aja. Kira-kira sekitar 2014 aku kenalan saya mas Suwardi. Nah mas Wardi kan bisa jiu jitsu, jadilah kita di Asta ada jiu jitsu juga,” kata Mario soal sang rekan yang memiliki julukan Becak Lawu tersebut.
One Pride yang merupakan ajang mixed martial arts berskala nasional menjadi salah satu katalisator pertumbuhan pencinta olahraga kombat di berbagai daerah. Panggung tarung yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi nasional itu juga berpengaruh kepada Asta.
“Setelah ada program latihan jiu jitsu di Asta, waktu itu belum ada kompetisi MMA yang rutin. Dulu adanya acara setahun sekali XCC sama IBC nama acaranya. Terus di acara-acara tersebut kita coba ikutan, hasilnya cukup baik. Karena kita benar-benar bisa memadu dan memadankan antara striking dari muaythai dan grappling dari jiu jitsu, jadilah kita menjadi sebuah tim MMA,” urai pria pemegang sabuk coklat Brazilian jiu jitsu itu.
“Sementara kita baru mulai banyak atlet MMA gabung itu sekitar 2018. Sejak ada One Pride, sejak mas Wardi juara baru ada yang mulai gabung,” imbuh Mario.
Dari niat semula menjadi tempat latihan, Mario lantas ingin mengembangkan Asta sebagai sasana bagi atlet-atlet tarung kelas top.
Saat ini Asta memiliki beberapa petarung yang tampil di One Pride. Selain Mario serta Suwardi terdapat pula Panji Addiemas, Aminuddin, Burdan, Dwiki Rama, Dwiki Darmawan, Dedi Priyanto, dan Saidina Ali.
Selain petarung profesional dan amatir, ada pula anggota-anggota yang bergabung lantaran ingin menjaga kondisi tubuh sambil berlatih bela diri. Laki-laki, perempuan, orang dewasa, maupun usia kanak-kanak yang total berjumlah ratusan orang tercatat sebagai anggota tim, baik yang berada di Bogor, Citeureup, dan Sentul.
Selain itu, ada pula orang-orang yang hanya mau ikut sesi sparing tanpa berlatih alias cuma mau “berantem”.
Mario sebagai pemilik Asta tidak keberatan bila ada orang atau rekannya yang hanya ingin menguji kemampuan bertarung tanpa berlatih. Menurut dia, orang-orang yang cuma mau adu pukul atau asal berantem biasanya tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menghadapi petarung-petarung terlatih.
“[Pandangan orang] ada yang menganggap, ‘Ini tempatnya anak bandel, pukul-pukulan,’. Ada juga yang nantangin, ‘Gue sering berantem di jalan nih, mau nantangin ah’. Banyak yang seperti itu. Kita tahu level dia belum setara untuk ikut kelas sparing kita,” ucap Mario.
“Kalau ada yang mau latihan ikut sparing aja ya boleh, ikut aja. Tapi, memang biasanya anak-anak yang cuma mau berantem enggak bisa ngikutin latihannya. Karena latihannya berat dan complicated. Dan kalau niatannya cuma ingin menyakiti orang, susah sih. Kecuali niatnya memang mau berlatih.”
Mendirikan sebuah wadah untuk bertarung membutuhkan banyak pengorbanan. Pikiran, tenaga, hingga uang dikeluarkan Mario dan kawan-kawan. Kekalahan dalam sebuah pertarungan tak pelak jadi momen berat, bahkan hingga depresi bagi tim Asta. Begitu pula sebaliknya, kemenangan dalam duel merupakan saat yang bahagia.
Di luar octagon, keberhasilan Asta mengembangkan sayap dan membuka cabang di luar Bogor juga diakui sebagai capaian yang tak bisa disepelekan.
Asta pun ingin melanjutkan dan meraih prestasi lebih lagi di ajang MMA, baik level profesional maupun amatir, sembari merambah segmen functional fitness dengan membuka kelas pelatihan yang menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh dalam beraktivitas sehari-hari. (Nova)