Atlet Indonesia kembali mengukir prestasi di pentas olahraga dunia. Kali ini, sang pengukir sejarah itu adalah Ceyco Georgia Zefanya Hutagalung. Karateka putri yang karib dipanggil Ceyco tersebut sukses meraih perunggu di kelas kumite -68 kilogram pada Kejuaraan Dunia Karate Senior di Budapest, Hungaria, pada 24-29 Oktober lalu.
Ceyco mengawali perjalanan dari babak kedua pool 3. Bersua Ivona Cavar, perempuan berusia 24 tahun itu menang 2-1. Ivona Cavar bukan lawan sepele. Karateka ternama asal Bosnia dan Herzegovina itu adalah peraih perunggu di Kejuaraan Dunia Karate pada 2016.
Di babak ketiga, Ceyco yang merupakan unggulan kelima, menghadapi jagoan Slovakia, Sara Krivdova. Lagi-lagi, Ceyco berjaya. Kali ini dia bahkan menang dengan skor telak 3-0.
Di perempat final, langkah mahasiswi program studi Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu berbenturan dengan Laura Alikul. Namun, Ceyco menegaskan dominasinya atas sang unggulan keempat dengan kemenangan 4-0.
Ceyco bersua unggulan pertama, Irina Zaretska, di babak semifinal. Meski melawan unggulan teratas, Ceyco tidak gentar. Pertandingan berjalan dramatis. Ada banyak skor dalam 20 detik terakhir.
Skor kedua atlet ini bahkan seimbang 5-5. Namun, atlet asal Azerbaijan itulah yang lolos ke final. Zaretska merebut tiket partai puncak karena mendapatkan skor pertama dalam hasil imbang 5-5.
Kecewa. Misi Ceyco untuk mencapai final tidak terwujud. Tidak ingin berlama-lama larut dalam kekecewaan, Ceyco tampil on fire di perebutan medali perunggu. Melawan karateka Jerman, Madeleine Schroter, Ceyco menang 4-0.
Raihan perunggu ini jadi sejarah bagi dunia karate Indonesia. Ceyco jadi karateka putri pertama dari Indonesia yang menyabet medali di Kejuaraan Dunia Karate Senior WKF.
Selain itu, Ceyco jadi karateka kedua dari Indonesia yang merengkuh medali dari Kejuaraan Dunia Karate Senior WKF setelah Donny Dharmawan meraih medali perunggu di Finlandia pada 2006. Donny, yang kini jadi pelatih di Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (PB FORKI), hadir menemani Ceyco ketika meraih perunggu di Hungaria. Ibaratnya, tongkat estafet prestasi karate Indonesia di kancah dunia berhasil dilanjutkan.
Meski gagal menyandingkan emas di Kejuaraan Dunia Karate Junior WKF dengan kategori senior, Ceyco patut berbangga.
Dedikasi untuk jadi juara
Ceyco Georgia Zefanya Hutagalung mengenal karate sejak kecil melalui tantenya, Jenny Zeannet, dan kakak laki-lakinya, Caesar Georgi Hutagalung, yang adalah atlet nasional. Dia mulai menekuni karate saat berusia lima tahun karena meyakini karate dapat melindungi dirinya dari bahaya.
“Menurut saya, olahraga karate merupakan bentuk perlindungan diri bagi seorang perempuan,“ kata Ceyco.
Sambil bersekolah, Ceyco berlatih karate. Dia mulai rajin mengikuti beragam kejuaraan karate demi impian menjadi atlet profesional.
Selama sembilan tahun berkompetisi di kejuaraan karate, Ceyco sama sekali tidak pernah merasakan jadi kampiun. Bahkan Ceyco pernah dapat “kenang-kenangan” berupa luka sobek dan memar saat bertanding. Dia baru “meledak” di usia 14 tahun.
“Jadi meningkat dari peringkat ketiga, peringkat kedua, turun lagi peringkat ketiga, kemudian juara satu lagi. Waktu itu aku meningkat banget pas di kejuaraan Mendagri di Bali dan Popnas Jakarta. Itu aku baru dapat juara satu,” ujar Ceyco.
Dari situ, Ceyco berefleksi. Dia yakin pasti bisa jika terus berusaha dengan maksimal.
Ceyco kemudian merasakan debut juara di kejuaraan internasional yaitu di Kejuaraan Karate Asia Junior di Malaysia pada 2014. Bagi Ceyco, gelar itu amat berkesan karena dia jadi satu-satunya atlet Indonesia yang mendapatkan medali.
Nama Ceyco baru mulai dikenal luas saat ia menjuarai Kejuaraan Dunia Karate Junior, Cadet dan U-21 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Bumi Serpong Damai, Tangerang pada November 2015.
Di final nomor Komite Junior +59 kg, Ceyco berhasil mengalahkan atlet karate asal Turki, Eda Eltemur, dengan skor 6-5. Kebahagiaan Ceyco berlipat ganda saat melihat para penonton di arena bersorak-sorai untuk dirinya.
“Bisa menjadi yang pertama itu mukzijat Tuhan saja. Itu luar biasa,” ucap Ceyco.
Ceyco terus menjaga konsistensi sebagai peraih podium. Di Kejuaraan Asia Junior di Makassar pada 2016, dia meraih perunggu di kelas +59 kg.
Di level senior, Ceyco membawa pulang perunggu dari Kejuaraan Asia di Amman, Yordania, pada Juli 2018. Namun, sebulan berselang, Ceyco gagal menyumbang medali untuk kontingen Indonesia di Asian Games Jakarta-Palembang akibat kalah 1-3 dari Nguyen Thi Ngoanh di babak pertama.
Ceyco menebus kekecewaannya dengan menjadi yang terbaik di kategori kumite +61 kg di ASEAN University Games, Myanmar, Desember 2018.
Ceyco memperbaiki prestasinya dengan menyabet emas kumite +68 kg di Kejuaraan Asia di Tashkent, Uzbekistan, 2019. Emas ini baru diraih pada Januari 2021 setelah lawan Ceyco di final, Nodira Djumaniyazova, dinyatakan gagal tes doping.
Di SEA Games, Ceyco sudah menyumbang lima medali untuk Indonesia, yaitu tiga perak dan dua perunggu. Rinciannya, perak di Filipina 2019 di kelas +61 kg, perak di kumite 68 kg dan tim di Vietnam 2021, serta perunggu di kumite 68 kg dan tim di Kamboja 2023.
Tahun prestasi
Tahun 2023 bisa dikatakan jadi tahun prestasi bagi Ceyco. Selain dua perunggu di SEA Games Kamboja serta perunggu di Kejuaraan Dunia WKF, putri bungsu dari Batara Hutagalung dan Dessy Yovita ini meraih sejumlah gelar di kompetisi bergengsi. Juara Asia Tenggara (SEAKF) di Manila, Filipina, kampiun Kejuaraan Asia di Melaka, Malaysia, dan perunggu di Karate1 Premier League di Dublin, Irlandia.
Salah satu kekecewaan terbesar yang dirasakan Ceyco terjadi di perebutan medali perunggu di Asian Games Hangzhou, China, Oktober 2023. Pertandingan perebutan medali perunggu melawan Dihn Thi Huong asal Vietnam berjalan alot, dengan kedua karateka saling mencari celah lawannya masing-masing. Namun, saat laga tersisa 0,2 detik, satu serangan Dihn masuk untuk membuat Dhin menang 1-0.
Peraih dua emas di PON Papua 2021 itu menangis sejadi-jadinya di lorong menuju ruang ganti setelah laga. Dia sampai meminta waktu untuk menunda wawancara dengan wartawan karena amat kecewa akibat gagal membawa pulang medali.
Ceyco telah belajar dari pengalaman. Dia tidak akan selamanya menang. Karena itu, dia berdoa, meminta dukungan keluarga, dan berlatih lagi. Dia tidak ingin perjuangannya selama ini, yang mengganti kesukaan masa muda dengan latihan keras karate, jadi sia-sia.
“Mimpi terbesar dalam hidup saya adalah membahagiakan keluarga saya. Bukan hanya membahagiakan orang tua, tetapi keluarga besar saya. Saya juga ingin membuat mereka semua bangga dan membantu semua keluarga saya yang memang membutuhkan melalui prestasi saya di dunia karate,” papar Ceyco.
Dara kelahiran 24 Juni 1999 ini telah membuktikan kegigihannya. Pelatih timnas karate Indonesia, Jintar Simanjuntak, menilai Ceyco sudah mempunyai kemampuan selevel dengan atlet elite Asia.
Sementara itu, pelatih fisik timnas karate, Sandy Suardi, mengatakan, Ceyco perlu mempertahankan kekuatan dan kecepatan, baik pukulan maupun tendangan. Hal yang perlu ditingkatkan Ceyco adalah kapasitas anaerobik dan sedikit lagi kecepatan aerobik maksimal.
Dengan mentalitas yang kompetitif, sepertinya tidak butuh waktu lama lagi bagi Ceyco untuk masuk jajaran karateka elit dunia.