Rizky Ridho dan Marselino Ferdinan, dua nama ini tetap eksis di skuad timnas Indonesia di tengah gempuran amunisi pemain naturalisasi. Keduanya merupakan bukti nyata betapa kukuhnya pembinaan usia dini klub yang melahirkan mereka, Persebaya Surabaya.
Marselino menjadi pahlawan kemenangan timnas Indonesia atas Arab Saudi dengan skor 2-0 pada laga keenam putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Selasa (19/11) silam. Puja-puji terhadap pemain yang akrab disapa Marceng ini terus membanjiri lini masa menyusul aksi heroiknya menjaga asa timnas Indonesia untuk setidaknya mengunci posisi empat besar Grup C Kualifikasi Zona Asia.
Sementara, Ridho terus dipercaya mengawal lini belakang tim Merah Putih. Padahal, PSSI sudah menaturalisasi sebanyak lima bek tengah yang meliputi Jordi Amat, Jay Idzes, Mees Hilgers, Kevin Diks dan Justin Hubner.
Baca juga:
Kemenangan Perdana Indonesia dan Magis Marselino
Jumlah ini belum termasuk pemain-pemain diaspora lain yang bisa dipasang sebagai bek tengah, seperti Calvin Verdonk, Nathan Tjoe-A-On dan Sandy Walsh. Namun, pemilik nama lengkap Rizky Ridho Ramadhani ini tetap berdiri tegak di tengah ketatnya persaingan di lini belakang skuad Garuda.
Memang, Ridho dan Marselino sudah tidak lagi berseragam Persebaya. Ridho kini merantau ke ibu kota, membela Persija Jakarta dan konsisten tak tergantikan di barisan pertahanan, baik saat diasuh Thomas Doll maupun Carlos Pena.
Sementara Marselino, usai masa perantauanya habis di Belgia bersama KMSK Deinze, kini mencoba peruntungan di Inggris bersama Oxford United. Keduanya sudah meninggalkan Kota Pahlawan.
Namun, begitulah memang risiko yang harus ditanggung oleh klub yang memiliki pembinaan usia muda mumpuni. Klub tersebut mengasah berlian hingga berkilauan, kemudian klub lain yang menikmati keindahan dari kilau berlian tersebut.
Hal ini bukan barang baru. Di Eropa sudah ada klub-klub dengan model pembinaan usia dini mumpuni seperti Barcelona, Ajax Amsterdam, Borussia Dortmund hingga Southampton di Inggris. Barca telah melahirkan bintang-bintang yang kemudian merantau ke klub lain seperti Mikel Arteta, Mauro Icardi, Andre Onana, Thiago Alcantara, hingga Marc Cucurella.
Dortmund telah melahirkan Mario Goetze serta Nuri Sahin. Southampton telah menelurkan Alan Shearer, Matt Le Tissier, Gareth Bale, Theo Wallcott hingga Luke Shaw. Sementara Ajax, sudah tidak bisa dihitung jari bintang-bintang Eropa yang memulai karier sepak bola di klub ibu kota Belanda tersebut.
Adapun sebetulnya, Ridho dan Marselino bukanlah produk baru bagi Persebaya. Sebelumnya, Bajul Ijo sudah melahirkan bintang-bintang besar yang kemudian membela timnas Indonesia, seperti Evan Dimas Darmono, Andik Vermansyah, Rachmat Irianto, Hansamu Yama hingga Anang Ma’ruf.
Di generasi terkini, terdapat nama Toni Firmansyah yang tampil memukau bersama timnas Indonesia U-20 arahan Indra Sjafri. Lalu bagaimana Persebaya bisa memiliki pondasi pembinaan grassroot sekuat ini?
Liga Internal
Pembinaan usia dini memang merupakan salah satu visi Persebaya sejak lama. Hal ini bisa ditelusuri ke era dimana geliat sepak bola tanah air baru lahir. Sebagai klub tertua ketujuh di Indonesia, Persebaya turut menjadi saksi dimana pada era 1930-an, kompetisi tanah air masih diikuti klub-klub kecil yang disebut Bond.
Dari klub-klub kecil tersebut, tim-tim Perserikatan yang mewakili suatu daerah akan mengambil pemain-pemain terbaik. Tradisi klub-klub kecil ini adalah pembinaan usia dini dengan kearifan lokal yang terus diterapkan Persebaya hingga kini.
Persebaya memiliki anak-anak klub yang menaungi tim-tim dari jenjang U-16 hingga U-20. Lalu anak-anak klub tersebut mengikuti turnamen yang di setiap jenjangnya terdapat 20 tim.
Kemudian pemain-pemain terpilih akan diikutkan ke tim Persebaya di ajang Elite Pro Academy (EPA). Adapun turnamen-turnamen usia dini ini dikelola oleh departemen pengembangan talenta bernama Persebaya Future Lab.
Departemen ini memiliki program Persebaya Challenger berisi tim pencari bakat yang terus memantau perkembangan para pemain sebelum diikutsertakan ke EPA. Kurikulum yang digunakan juga tidak asal-asalan.
Kurikulum yang memiliki tagar #TumbuhTinggi memperhatikan aspek pertumbuhan karakter pemain hingga kompetensi para pelatih. Hal ini pernah diungkapkan Kepala Divisi Pembinaan Usia Muda Persebaya, Mariono pada tahun 2017 silam.
“Terlebih dahulu harus menjadi pemain berkarakter dengan jiwa nasionalisme dan fair play. Baru setelah itu kita tekankan prestasi,” ucap Mariono kepada Panditfootball.
Legenda Persebaya, Mat Halil adalah salah satu pelatih di klub internal Persebaya. Menurutnya, adanya pembinaan. Menurutnya, adanya kompetisi berjenjang merupakan kunci mengapa Persebaya bisa konsisten terus melahirkan bintang-bintang besar.
“Di Indonesia itu jumlah SSB-nya banyak, terus di Surabaya ada kompetisi internal. Itu tiap tahun diputar, diikuti usia 14, 16 dan 20, ada 20 klub internal itu,” ujar Mat Halil pada kanal Youtube Sehat Aqua.
“Kenapa Persebaya bisa melahirkan pemain-pemain bagus, karena di sini ada kompetisi usia berjenjang dan insyaallah kualitasnya bagus,” sambungnya menambahkan.
Sementara itu, Direktur Olahraga Persebaya, Chandra Wahyudi mengatakan alasan tradisi kearifan pembinaan usia dini tersebut terus eksis di era modern. Menurut Chandra, pondasi di akar rumput merupakan salah satu faktor penting di era sepak bola tanah air yang semakin berkembang ke arah industri.
“Ada satu pelajaran yang kami ambil dari sepak bola kita, sepak bola kita kan sudah menuju Industri, artinya nilai uangnya kan sudah sangat besar,” ucap Chandra.
“Nah ketika sepak bola ke sana, kita membuatkan grassroot, karena sebenarnya di situlah, kan kuncinya di situ,” imbuhnya.
Sistem pembinaan usia muda di Surabaya telah diakui langsung oleh Indra Sjafri, sosok pelatih yang terkenal gemar membawa timnas usia muda mendulang prestasi. Dijelaskan Indra, tak hanya kompetisi berjenjang yang membuat pembinaan usia dini Persebaya kokoh, melainkan juga infrastruktur dan kompetensi para pelatih.
“Lapangan sepak bola di Surabaya paling banyak, SDM kepelatihan paling banyak. Kompetisi dari Asprov juga ada. Itu yang membuat anak-anak muda di Jawa Timur bisa mengembangkan bakat mereka,” ujar pelatih timnas Indonesia U-20 tersebut.
Manuver pembinaan usia muda klub lain
Surabaya adalah secercah harapan dari lesunya pembinaan usia dini di tanah air. Maka, bayangkan apa jadinya iklim pembinaan di Persebaya ditiru oleh klub-klub lain.
Duo raksasa seperti Persija Jakarta dan Persib Bandung sebetulnya sudah condong bergerak ke arah sana. Macan Kemayoran memiliki departemen bernama Persija Development yang menaungi tim jenjang U-10 hingga hingga U-16.
Sistem ini telah melahirkan pemain-pemain seperti Muhammad Ferarri dan Ilham Rio Fahmi. Nama terakhir yang disebut bersinar melalui proses seleksi terbuka Persija untuk tim EPA.
Terkini, Persija juga menyumbang pemain-pemain muda ke timnas Indonesia kelompok usia. Bahkan Persija pernah menjadi klub yang paling banyak menyumbang pemain ke pemusatan latihan (TC) timnas Indonesia U-20 jelang Piala Dunia U-20 2023 yang batal digelar di tanah air.
Terkini, Dony Tri Pamungkas dan Rayhan Hannan dipanggil ke TC timnas Indonesia untuk Piala AFF 2024. Sementara sang rival bebuyutan, Persib Bandung memiliki klub satelit bernama Bandung United.
Program pembinaan usia dini Maung Bandung telah menelurkan sosok Beckham Putra, Kakang Rudianto hingga Ferdiansyah Cecep. Selain itu, terdapat PSM Makassar yang sudah menelurkan Ananda Raehan dan Barito Putera yang sudah melahirkan Arkhan Fikri.
Kini tinggal menanti manuver klub-klub lain.