“Jika kita terus maju, kita mulai merasakan perasaan yang samar-samar dan menggelitik tentang siapa, atau apa, kita sebenarnya. Ini adalah perasaan yang sangat kuat, cukup kuat untuk membuat kita kembali lagi, lagi dan lagi.”
Itu adalah salah satu kutipan tentang berlari dalam buku “Running with The Kenyans” karya Adharanand Finn (2013). Di dalam buku itu juga tertulis, berlari adalah olahraga yang brutal dan emosional. Sebuah olahraga yang sederhana dan mendasar. Berlari sama saja dengan rasa lapar, ingin tidur, dan mendambakan cinta.
Seperti itulah mentalitas para pelari asal Kenya. Hal yang juga tampak jelas dalam perjalanan karier sang ratu lari jarak 1500 meter asal Kenya, Faith Kipyegon.
Setelah sempat hiatus selama 18 bulan usai melahirkan putrinya, Alyn, pada Juni 2018, Kipyegon masih haus akan prestasi. Gelar juara dunia 1500 meter di London, Inggris, pada 2017 belum cukup. Ia kemudian merebut emas 1500 meter di Kejuraan Dunia Atletik 2022 di Oregon, Amerika Serikat.
2023 bisa dibilang jadi tahun terbaik bagi atlet kelahiran 10 Januari 1994 itu. Kipyegon membuka tahun ini dengan menjuarai lomba lari 10 kilometer di Sirikawa Cross Country Classic, Eldoret, Kenya, pada 4 Februari.
Tiga bulan berselang, Kipyegon menempati podium tertinggi di Doha Diamond League. Di Qatar, ia finis dengan catatan waktu tiga menit 58,57 detik pada nomor 1.500 meter. Terpaut hampir sembilan detik dari rekor dunia pelari Etiopia, Genzebe Dibaba.
Tiga rekor dunia
Namun, penantian Kipyegon untuk mengukir rekor dunia lari 1500 meter tidak lama. Pada 2 Juni, Kipyegon tidak hanya membuat rekor dunia baru di Diamond League, Florence, Italia. Ia juga mematahkan kutukan tiga menit 50 detik berkat finis dengan torehan tiga menit 49,11 detik.
Kipyegon menjatuhkan diri di lintasan, memegang kepalanya, dan mengangkat tangan ke langit.
“Saya tidak menyangka akan mencetak rekor dunia. Sejujurnya saya hanya membidik waktu world lead tiga menit 54 detik. Ini adalah kejutan. Saya berterima kasih kepada Tuhan, pelatih, dan manajemen yang terus bersama, serta meminta saya untuk bersabar dan menyelesaikan lomba,” ujar Kipyegon setelah memecahkan rekor dunia di Florence.
Selain itu, ia tidak memungkiri selalu membidik rekor dunia. Namun, ia tidak menyangka bisa melakukannya cukup cepat pada 2023. Kipyegon menegaskan latihan keras yang ia lakukan membuat kemungkinan terbuka. Pelatihnya, Patrick Sang, juga menjadi motivator yang mengatakan kondisi tubuh Kipyegon sempurna untuk berlari dan fokus ke garis finis.
Kipyegon lantas mengabadikan dirinya sebagai salah satu pelari legendaris sepekan berselang. Di Diamond League Paris 2023, Kipyegon turun di nomor lari 5000 meter. Hebatnya, meski sudah delapan tahun tidak berlomba di nomor lari jauh ini, Kipyegon kembali mengejutkan publik dengan menjadi juara. Ia finis dengan catatan waktu 14 menit 5,20 detik, mematahkan rekor sebelumnya yang dimiliki pelari Etiopia, Letesenbet Gidey, yaitu 14 menit 6,62 detik yang dibuat pada 2020.
Tanpa rencana, hanya menikmati lomba, tetapi mampu mengukir rekor dunia. Luar biasa. Kipyegon jadi atlet perempuan pertama dari Kenya yang mengukir rekor dunia 1500 m dan 5000 m. Kipyegon juga menjadi perempuan kedua dalam sejarah yang mencetak rekor dunia di nomor 1500 m dan 5000 m secara berturut-turut setelah pelari Italia, Paola Pigni, pada 1969.
Tidak sampai di situ, pelari dengan tinggi 157 cm tersebut juga kembali memecahkan rekor dunia. Kali ini di nomor lomba lari satu mil (1600 meter) di Monaco pada Juli 2023. Kipyogen finis tercepat, yaitu empat menit 7,64 detik. Ia mengalahkan rekor sebelumnya yang diukir oleh pelari Belanda, Sifan Hassan pada 2019, yakni empat menit 12,33 detik.
“Saya berlatih dengan baik dan memang mengincar ini. Waktunya sungguh bagus karena balapan ini betul-betul saya persiapkan. Semuanya berjalan lancar dan untuk mencapai rekor dunia, rasanya menakjubkan,” tutur Kipyegon yang memimpin di dua lap terakhir perlombaan.
Artinya, dalam dua bulan, Kipyegon memecahkan tiga rekor dunia, termasuk 1500 m dan 5000 m.
“Saya tidak tahu bagaimana saya melakukan ini karena semua berjalan dengan baik. Ketika saya memulai musim ini, target saya hanya untuk memecahkan rekor dunia 1500 m. Semuanya ada di kepala dan benak saya. Puji syukur saya juga melakukannya di nomor satu mil dan 5000 m,” jelas Kipyogen, mengutip dari Reuters.
Dengan tiga rekor dunia, Kipyegon bertekad untuk mempertahankan gelar juara dunia 1500 m dan menjuarai 5000 m di Kejuaraan Dunia Atletik di Hungaria pada Agustus 2023.
Kawinkan emas
Apa yang ditargetkan oleh Kipyegon setelah mencetak tiga rekor dunia, ia wujudkan di Kejuraan Dunia Atletik di Budapest, Hungaria pada 19-22 Agustus 2023.
Di nomor 1500 m, Kipyegon merengkuh podium tertinggi usai finis berlari tiga menit 54,87 detik. Ia mengungguli Diribe Welteji dari Etiopia dan Sifan Hassan yang berada di posisi kedua dan ketiga.
Pada nomor 5000 m, Kipyegon juga meraih emas dengan torehan waktu 14 menit 53,88 detik. Ia unggul atas Sifan Hassan dan kompatriot dari Kenya, Beatrice Chebet, yang meraih perak dan perunggu secara berurutan.
Kipyegon pun jadi satu-satunya atlet perempuang yang mengawinkan status kampiun di nomor 1500 m dan 5000 m di Kejuaraan Dunia.
“Saya sudah sabar menunggu untuk bisa memecahkan rekor dunia dan memenangkan dua emas. Akhirnya, impian saya terwujud, menakjubkan. Saya telah mendorong diri melampaui batasan dan saya akan terus mendorong diri di masa depan,” ucap Kipyegon.
Berlari tanpa alas kaki
Perjalanan sang pencetak rekor dunia dimulai dari Desa Ndabibit yang berada di daerah perbukitan berdebu, 233 km di barat ibu kota Kenya, Nairobi. Desa ini ada di kawasan Lembah Rift Kenya, yang terkenal sebagai tempat pencetak pelari.
Faith Kipyegon adalah anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Kedua orang tuanya mantan pelari. Kakaknya adalah Beatrice Mutai yang merupakan pelari spesialis 10 km dan setengah maraton.
Ayah Faith, Samuel Kipyegon mengatakan saat balita putrinya itu tidak lama merangkak. Faith lebih sering berlari ke sana ke mari seolah menunjukkan bakatnya sejak dini.
“Saya biasa lari bertelanjang kaki dari desa menuju sekolah dasar di Kenya. Sekolah sangat jauh sehingga saya harus berlari agar tidak terlambat,” ungkap Kipyegon kepada Al Jazeera.
Kipyegon awalnya bermain sepak bola. Ia baru serius berlatih lari saat berumur 15 tahun. Itu terjadi setelah bakatnya terpantau oleh seorang pelatih yang melihat dirinya berlari pada 2009. Dengan bimbingan yang tepat soal diet dan pola latihan, Kipyegon dibimbing untuk menjadi atlet profesional.
Buahnya, dua tahun kemudian, Kipyegon memenangi kejurnas lari cross country Kenya. Hebatnya, ia berlari tanpa menggunakan alas kaki. Publik atletik mulai membicarakan nama Faith Kipyogen sebulan kemudian, tepatnya pada Kejuaraan Dunia Atletik Cross Country di Punta Umbria, Spanyol, 20 Maret 2011. Kipyegon menjuarai balapan lari sejauh enam kilometer itu. Lagi-lagi tanpa alas kaki.
Faith Kipyegon mewakili Kenya di Olimpiade London 2012. Namun, ia gagal lolos kualifikasi. Karier senior Kipyegon baru melesat setelah Olimpiade London. Ia merebut emas 1500 m di Olimpiade Rio 2016 dan Olimpiade Tokyo 2020.
Mengutip dari laman olympics.com, Kipyegon menggunakan kekecewaan sebagai pelecut semangat. Kekalahan-kekalahan sebelumnya dipelajari dan diperbaiki saat latihan. Kipyegon akhirnya memperbaiki strategi hingga menemukan formula apik, yaitu awal balapan yang lambat, menempel pemimpin balapan, dan melakukan sprint di lap terakhir.
“Disiplin menjadikan saya pelari terbaik karena sejak kecil saya telah menanamkan di benak saya perihal ingin jadi sosok seperti apa di masa depan. Disiplin, determinasi, fokus, dan kerja keras. Saya telah mengorbankan banyak hal,” beber Kipyegon.
Anak dan inspirasi
Faith Kipyegon menegaskan anaknya bukanlah penghalang dirinya untuk berprestasi. Setelah kehadiran sang putri, Alyn, Kipyegon lebih disiplin lagi untuk menyeimbangkan waktu antara berlatih dan mendidik anak bersama sang suami, Timothy Kitum, yang merupakan peraih perunggu di nomor lari 800 m di Olimpiade London 2012.
“Rasanya tidak mudah. Saya kesulitan berjalan pada 20 menit pertama kembali ke lintasan. Namun, kekuatan yang Alyn berikan membantuku melalui semua tantangan,” ungkap Kipyegon dalam sebuah video di media sosial pada 2022, soal kesulitan kembali berlari setelah melahirkan.
Baru-baru ini Kipyegon menegaskan ingin lebih sering turun di nomor 5000 m, bahkan mau mencoba tantangan baru, yaitu lari maraton.
Keinginan itu mendapat dukungan dari para atlet perempuan muda yang ingin mengikuti jejak karier Kipyegon. Apalagi ia memiliki catatan rekor yang bersih, kendati Kenya bermasalah dengan rekor antidoping juga lembaga atletik yang korup.
Kipyegon mau jadi inspirasi bagi anak-anak dan para perempuan tidak hanya di Kenya melainkan di seluruh penjuru bumi. “Saya harus meninggalkan warisan, sesuatu yang harus saya lakukan sebelum pensiun,” tegasnya.
Kipyegon dengan senang hati memberikan pandangannya kepada para atlet muda dan membantu mereka soal pengondisian mental ketika ia pulang ke pemusatan latihan di Lembah Rift.