Istilah fisioterapi kerap dikaitkan dengan olahraga atau atlet, namun sebenarnya peruntukannya lebih luas dari itu. Bayi hingga orang lanjut usia pun bisa mendapat penanganan fisioterapi.
Dikutip dari situs Unit Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, fisioterapi adalah tindakan rehabilitasi untuk menghindari atau meminimalkan keterbatasan fisik akibat cedera atau penyakit.
Baca juga:
Dari sumber yang sama, disebutkan pula tujuan fisioterapi atau yang disebut juga dengan rehabilitasi medik sejatinya mengembalikan fungsi tubuh agar kembali normal setelah momen tertentu seperti terkena penyakit atau cedera.
Ada kalanya fisioterapi tidak digunakan untuk mengembalikan fungsi tubuh menjadi normal, melainkan sekadar untuk meringankan dampak sakit atau cedera. Hal ini biasanya terjadi ketika sakit atau cedera sudah memasuki level akut.
Siapa saja yang bisa mendapat penanganan fisioterapi? Semua orang bisa saja memasuki ruang rehabilitasi medik. Atlet yang cedera, orang-orang yang mengalami pegal-pegal, penderita stroke, hingga bayi pun bisa menjadi pasien fisioterapi.
“Untuk bayi yang mendapat penanganan fisioterapi biasanya yang mengalami down syndrome atau cerebral palsy karena biasanya ada keterlambatan beraktivitas, seperti berjalan, atau naik tangga,” kata Titus Argatama Yogaswara S.Ft kepada Ludus.
“Fisioterapi pada bayi juga bisa untuk terapi mengeluarkan dahak karena biasanya bayi mengalami kesulitan. Atau ada yang pecah ketuban dan bayinya meminum air ketuban, itu juga bisa mendapat bantuan fisioterapi untuk mengeluarkan air ketuban. Jadi Bayi yang kategori neonatal (baru lahir hingga usia 28 hari) pun bisa difisioterapi,” terang pria yang juga merupakan fisioterapis tim nasional sepak bola putra Indonesia tersebut.
Sementara untuk lansia, biasanya fisioterapi diperlukan untuk pemulihan stroke, parkinson, dan osteoporosis.
Mengacu pada panduan dari Kementerian Kesehatan, ada tiga jenis tindakan yang dilakukan dalam fisioterapi. Yang pertama adalah terapi menggunakan bantuan alat, seperti laser, shockwave, dan sederet perangkat penunjang kebugaran lain. Tindakan dengan alat biasa disebut pula dengan modalitas.
Tindakan yang kedua adalah terapi dengan latihan. Artinya pasien melakukan gerakan untuk pemulihan di bawah panduan fisioterapis. Sedangkan, tindakan yang ketiga adalah terapi manipulasi atau menggunakan sentuhan dari fisioterapis berupa pijatan atau penekanan di sekitar area yang mengalami masalah.
Ketiga tindakan tersebut umumnya saling berkaitan dan saling dukung. Ada kalanya pasien harus mendapat tiga tindakan tersebut atau hanya salah satu saja, tergantung dari kondisi pasien.
Seperti halnya ketika sakit, berbeda penyakit akan beda pula racikan obatnya. Demikian pula dengan fisioterapi, lain masalah maka lain juga penanganannya. Mulai dari cara penanganan, menggunakan alat, latihan, atau manipulasi, waktu terapi yang tepat, hingga durasi kunjungan ke fisioterapi.
Fisioterapi tak bisa berdiri sendiri. Sebelum masuk penanganan oleh fisioterapis, seseorang sebaiknya lebih dulu berkonsultasi dengan dokter. Setelah sampai di fisioterapis, pasien juga bisa mendapat penanganan massage atau pijatan dari masseur. Serta untuk mendukung pemulihan, ada pula bantuan ahli gizi dan psikolog.
Tak bisa sembarang orang melakukan tindakan seperti yang dilakukan fisioterapis. Salah-salah pijat, bisa jadi bukan sembuh yang didapat. Untuk menjadi seorang fisioterapis, seseorang harus menuntaskan program sarjana fisioterapi.
“Fisioterapi dibutuhkan di olahraga karena dengan intensitas tinggi dan proses pemulihan cedera yang membutuhkan waktu lama, fisioterapi bisa mempercepat waktu pemulihan dengan bantuan teknologi.”
Tidak ada patokan mutlak untuk tarif fisioterapi. Harga yang harus dibayar tergantung dari bermacam faktor, seperti level sebuah klinik atau rumah sakit, tingkat keparahan sakit atau cedera, serta terkadang harga ditentukan berdasarkan nama besar sosok fisioterapis yang menangani.
Mengapa fisioterapi identik dengan olahraga?
Salah satu hal yang membuat fisioterapi mencuat adalah olahraga. Dalam pertandingan sepak bola ada kalanya seorang atlet mengalami cedera. Seketika ada beberapa orang dari bangku cadangan menghampiri sang pemain yang butuh perawatan.
Hal itu tak dipungkiri Titus yang sudah menangani pemain-pemain sepak bola di Timnas Indonesia, mulai level kelompok umur hingga senior.
“Fisioterapi dibutuhkan di olahraga karena dengan intensitas tinggi dan proses pemulihan cedera yang membutuhkan waktu lama, fisioterapi bisa mempercepat waktu pemulihan dengan bantuan teknologi,” terang Titus.
“Walaupun kemudian atlet tidak mungkin kembali ke kondisi 100 persen tetapi paling tidak bisa diupayakan menjadi 100 persen dengan peralatan bantuan taping misalnya untuk membuat kondisinya 100 persen,” imbuh
Titus.
Bahkan, di masa sekarang, Titus kerap menemui masalah cedera atlet saat berlatih. Intensitas latihan yang sama tinggi dengan pertandingan, membuat fisioterapi mutlak dibutuhkan guna meningkatkan performa individu yang bakal memengaruhi prestasi sebuah tim atau bahkan negara.