Hancur Lebur Pebulu tangkis Nasional di Indonesia Open 2024, Masalah Mental jadi Faktor Utama

Kredit foto: PBSI
Ganda putri Indonesia, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti.

Hasil mengecewakan kembali dirasakan para pebulu tangkis Indonesia. Kali ini kekecewaan terjadi di hajatan BWF World Tour Super 1000 Indonesia Open 2024. Di ajang prestisius ini, Indonesia gagal meraih satu pun gelar saat tampil di hadapan publik sendiri.

Dalam turnamen yang digelar di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, 4-9 Juni 2024, justru wakil China yang berjaya dengan membawa pulang empat gelar melalui Shi Yuqi (tunggal putra), Chen Yufei (tunggal putri), Liang Wei-Keng/Wang Chang (ganda putra), dan Jiang Zhen-Bang/Wei Yaxin (ganda campuran).

Sementara, satu gelar lainnya di sektor ganda putri berhasil direbut ganda Korea Selatan, Baek Ha-na/Lee So-hee.

Tentu, raihan negatif ini sangat menyakitkan bagi para pencinta bulu tangkis nasional yang sudah cukup lama menantikan untuk melihat wakil Tanah Air berjaya di rumah sendiri. Pun, dengan para atlet yang mendambakan jadi juara di hadapan para suporter.

Dengan hasil ini, Indonesia kembali memperpanjang puasa gelar di Indonesia Open menjadi tiga tahun berturut-turut. Sejak 2022, tak ada satu pun wakil Indonesia yang bisa meraih juara di Istora Senayan.

Pebulu tangkis terakhir yang bisa menjuarai Indonesia Open adalah pasangan ganda putra, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, pada edisi 2021 yang kala itu digelar di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, lantaran masih berada dalam situasi pandemi covid-19.

Pasangan berjuluk The Minions itu juga menjadi wakil Indonesia terakhir yang merasakan juara di Istora Senayan pada Indonesia Open 2019. Sementara, edisi 2020 ditiadakan akibat pandemi covid-19.

Semakin tahun, Indonesia Open memang tampaknya semakin tak bersahabat bagi para pebulu tangkis nasional. Buktinya, sangat sulit bagi Jonatan Christie cs untuk meraih juara di turnamen bulutangkis berlevel Super 1000 ini.

Bahkan, pada 2022 muncul catatan paling buruk yang cukup menampar PP PBSI, yaitu untuk pertama kalinya tak ada satu pun wakil tuan rumah yang melaju ke semifinal. Pada 2023, hanya Anthony Sinisuka Ginting yang mampu menembus final namun tumbang di tangan Viktor Axelsen.

Mimpi buruk 2022 bahkan hampir terulang pada Indonesia Open 2024 ini. Beruntung, ada pasangan nonpelatnas, Sabar Karyaman Gutama/Muhammad Reza Pahlevi Isfahani, yang menyelamatkan muka Indonesia usai melangkah ke semifinal. Sial, mereka gagal melanjutkan tren positifnya dengan lolos ke partai puncak setelah dijegal wakil Malaysia, Man Wei Chong/Tee Kai Wun.

Rentetan hasil minor itu jelas menjadi cambuk bagi PBSI untuk bisa lebih menggembleng atlet lagi. Sebab, prestasi terbaik yang bisa dicapai anak-anak pelatnas Cipayung di Indonesia Open 2024 hanya mencapai babak perempat final yang dirasakan tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung dan ganda putra Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana.

Sementara, para unggulan lainnya yang juga bakal mentas di Olimpiade, yakni Anthony Ginting, Jonatan Christie, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari malah tumbang di babak pertama. Disusul ganda putri Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti yang terhenti di babak kedua.

Atas pencapaian negatif ini, PBSI melalui Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi, Ricky Soebagdja, menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat Indonesia. Dia melihat hasil ini sangat jauh dari harapan federasi dan juga seluruh pencinta bulutangkis Tanah Air.

“Dengan hasil yang sudah sama-sama diketahui, tentunya ini sangat mengecewakan. Jauh dari harapan PBSI dan kita semua,” ucap Ricky.

“Kita tahu ini turnamen top level karena statusnya Super 1000. Makanya, kekecewaan ini begitu luar biasa. Kita hanya sampai perempat final yang pelatnas, yang nonpelatnas di semifinal,” lanjut dia.

Kredit foto: PBSI
Kabid Binpres PBSI, Ricky Soebagdja.

Sebagai Kabid Binpres, Ricky mengaku bakal bertanggung jawab dan akan melakukan evaluasi secara menyeluruh. Dia juga heran dengan hasil yang didapat atlet pelatnas mengingat persiapan yang dilakukan sudah maksimal.

“Saya pribadi bertanggung jawab terhadap hasil di Indonesia Open ini. Secara persiapan sudah tidak ada masalah karena kami sudah berbagi turnamen, persiapan latihan, kondisi atlet dan sebagainya,” kata Ricky.

Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Indonesia, Dito Ariotedjo, sempat mengatakan kalau wakil Indonesia dianggap menyimpan tenaga di Indonesia Open 2024 agar bisa tampil maksimal di Olimpiade Paris 2024, Juli mendatang.

“Kita anggap saja permainan di Indonesia Open sebagai pemanasan ke Olimpiade. Dan, ya kalau saya sih ada pemikiran jangan-jangan ini mereka mau menyembunyikan jurus saktinya buat di Olimpiade nanti biar para lawannya kaget dan bingung,” tutur Menpora Dito.

Ricky langsung menepis komentar tersebut. Peraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996 itu menyatakan tak ada sama sekali niatan untuk mengurangi kekuatan di Indonesia Open 2024.

“Pastinya tidak ada seperti itu karena ini levelnya Super 1000. Dari persiapan pun sebagai tuan rumah dan level turnamen ini level mereka, seharusnya bisa raih gelar. Jadi, tidak ada simpan-simpan tenaga,” ungkap Ricky.

Lebih lanjut, setelah melakukan evaluasi dengan para pelatih, Ricky menyatakan bahwa permasalahan utama yang menyebabkan penurunan prestasi sepanjang Indonesia Open 2024 kebanyakan terjadi karena aspek nonteknis.

“Senin lalu kami berkumpul dengan para pelatih. Kami membahas evaluasi secara menyeluruh. Intinya, saya menanyakan apa yang terjadi pada para atlet sehingga penampilannya seperti itu. Kami benar-benar berdiskusi di sisa waktu yang ada terutama soal persiapan atlet Olimpiade,” kata Ricky ketika ditemui wartawan termasuk Ludus.id di sela-sela pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta, Rabu (12/6).

“Saya diskusikan semuanya dengan pelatih utama dan pelatih fisik, dengan pengalaman di tur Asia, langkah apa yang harus dilakukan ke depannya sehingga performa (di Olimpiade) seperti yang kita harapkan,” ungkapnya.

Pria 53 tahun itu enggan merinci apa saja masalah yang dialami para atlet pelatnas sehingga membuat performa mereka jeblok di Indonesia Open 2024. Namun, secara tersirat, dia menyampaikan bahwa persoalan mental jadi faktor utama.

“Kalau saya lihat dari para pemain top ini masalahnya lebih ke nonteknis. Makanya, saya sampaikan bagaimana pemain ini senyaman mungkin berlatih, senyaman mungkin bermain. Jadi, tak ada beban dan pikiran yang bisa menjadi kendala saat atlet bertanding,” ucap dia.

Jika Ricky hanya mengatakan secara tersirat, lain halnya dengan pelatih tunggal putra, Irwansyah. Dia mengatakan secara gamblang bahwa kendala utama yang dirasakan para atlet adalah mental dan pikiran yang mana pemain kebanyakan membebani diri sendiri untuk menang sehingga menjadi bumerang bagi pemain itu sendiri.

“Tetap saya ucapkan Alhamdulillah karena gak ada cedera di kejuaraan kemarin. Hasilnya memang tidak memuaskan, bukan dari saya saja, pemain juga kecewa dan masyarakat juga kecewa atas hasil ini. Tapi, menurut saya kekalahan di Indonesia Open jadi penting buat mereka untuk mengoreksi ke kejuaraan ke depannya, yakni Olimpiade,” ujar Irwansyah.

“Jadi, sebenarnya kekalahan di Indonesia Open bukan soal mainnya tapi apa yang mereka pikirkan. Jadi, membebani diri sendiri terlalu banyak dan itu yang ingin kami perbaiki. Menurut saya dengan kekalahan di Indonesia Open bagus buat ke Olimpiade karena di Olimpiade tekanan dan beban pasti lebih besar. Jadi, setidaknya mereka tak perlu berpikiran seperti yang di Indonesia Open. Itu (perasaan mau menang) penting juga, tapi kalau terlalu berat membawanya jadi takutnya gak bisa main. Jadi, kekalahan kemarin jadi pengalaman berharga untuk ke Olimpiade,” lanjut dia.

Kredit foto: PBSI
Jonatan Christie, pebulu tangkis tunggal putra Indonesia.

Sebagai evaluasi, Irwansyah selaku pelatih telah bekerja sama dengan semua pihak untuk menyusun program latihan agar para pebulutangkis bisa mencapai peak performance saat Olimpiade.

“Kami bekerja sama dengan tim Ad Hoc, performance analysis, dan tim strength and condition, ada tim psikolog juga. Jadi, dua minggu ini mau dikuatkan otot kaki, tangan, seluruh fisiknya, akan kami kuatkan. Setelah dua minggu baru mengenai latihan tekniknya karena memang mau Olimpiade ini harus kuat, cepat, dan lebih bagus lagi,” ungkap Irwansyah.

Faktor itu juga yang membuat Jonatan dan Anthony ditarik dari keikutsertaan di Australia Open 2024. PBSI memahami keputusan tersebut bakal berdampak pada seeding keduanya di Olimpiade. Namun, langkah ini perlu diambil demi meningkatkan performa mereka agar tak semakin merosot menjelang Olimpiade Paris 2024.

Sentilan dari eks pebulu tangkis nasional 

Jebloknya prestasi Indonesia, tak hanya di Indonesia Open 2024, tapi juga sepanjang tur Asia turut menjadi perhatian dari mantan pebulu tangkis nasional, Luluk Hadiyanto. Dia sangat menyayangkan rentetan prestasi minor yang didapat dan menilai seharusnya atlet Indonesia bisa meraih hasil yang lebih baik.

Sebab, sederet atlet yang tampil merupakan atlet yang juga lolos ke Olimpiade Paris 2024. Sehingga, bisa dibilang kalau tur Asia merupakan miniatur persaingan di Olimpiade mendatang.

Jika berkaca dari hasil di tur Asia, akan sangat disayangkan para wakil Indonesia tak bisa meraih hasil yang maksimal mengingat tur Asia bisa dianggap sebagai test event Olimpiade 2024. Maka itu, Luluk menekankan kepada PBSI untuk bisa mencari solusi secepat mungkin karena multievent empat tahunan itu hanya berjarak satu bulan lagi.

“Sangat disayangkan sekali ketika bertanding di Indonesia Open yang levelnya Super 1000 yang menjadi gambaran persaingan di Olimpiade Paris 2024, harusnya para pemain Indonesia menunjukkan hasil maksimal tapi kenyataanya tak seperti itu. Saya tak tahu ada faktor apa yang menyebabkan prestasinya tak sesuai harapan,” kata Luluk ketika dihubungi Ludus.id.

“Mestinya bagi atlet yang lolos Olimpiade bisa menggambarkan kekuatan yang sesungguhnya, seperti China yang sukses di Singapore Open dan Indonesia Open. Kalau mereka sukses kan menambah kepercayaan diri dan motivasinya semakin meningkat bahwa artinya saya mampu. Singapore Open dan Indonesia Open bahkan bisa menjadi test event Olimpiade,” tambahnya.

Kredit foto: PBSI
Ganda putra Indonesia, Fajar Alfian/Muhamad Rian Ardianto jadi andalan Indonesia di Olimpiade Paris 2024.

Luluk mengaku heran dengan penurunan performa atlet pelatnas Cipayung di sepanjang tur Asia ini. Padahal, di tur Eropa pada awal tahun, mereka tampil cukup baik di mana tunggal putra bisa menciptakan All Indonesian Finals.

Namun, dari kacamatanya, dia melihat bahwa atlet Indonesia masih kurang dalam adaptasi terhadap permainan lawan. Andai itu bisa dilakukan, atlet bisa tampil lebih leluasa di lapangan.

“Kalau bicara teknis, seperti Jojo dan Ginting juga Fajar/Rian kan sudah membuktikan di All england dengan peserta yang sama. Pas di Piala Thomas juga tampil baik. Nah, ini yang perlu dicari tahu kenapa jeblok,” ujar Luluk.

“Dari yang saya lihat, seperti Jojo kalah dari Leong Jun Hao, yang merupakan pemain baru dari Malaysia yang punya kecepatan dan cara bermain yang bagus. Nah, adaptasi-adaptasi itu yang harus cepat diatasi. Harapan saya pemain indonesia segera bangkit baik secara teknis maupun non teknis karena pasti hasil kemarin berpengaruh ke psikologinya,” jelas dia.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.