Hendry Saputra Ho, Pelatih yang Roketkan Anthony Ginting dan Jonatan Christie

Credit foto : Dokumentasi Pribadi
Pelatih bulu tangkis Hendry Saputra Ho (tengah) bersama pebulu tangkis Anthony Sinisuka Ginting (kanan) dan Jonatan Christie.

Kesuksesan olahraga bulu tangkis di Indonesia sangat terkait dengan adanya para pelatih yang luar biasa. Namun, tidak banyak pelatih hebat yang cukup dikenal oleh publik.

Salah satu pelatih hebat yang dimiliki Indonesia dan masih aktif hingga saat ini adalah Hendry Saputra Ho. Dia dikenal sebagai pelatih tunggal putra PBSI yang meroketkan nama Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie.

Ya, kedua tunggal putra terbaik Indonesia saat ini merupakan hasil didikan Hendry selama melatih di pelatnas sejak 2015 hingga 2021. Tujuh tahun lamanya Hendry menangani tunggal putra dan tak hanya mengorbitkan kedua nama tersebut, ada juga Ihsan Maulana Mustofa, Shesar Hiren Rhustavito, dan Chico Aura Dwi Wardoyo.

Dikenal mahsyur sebagai pelatih, lantas, seperti apa perjalanan Hendry sebagai pebulutangkis?

Hendry yang lahir pada 9 Mei 1964 sudah sedari kecil bermain bulutangkis. Dia diarahkan oleh sang ayah, Tanujaya, untuk berlatih bulutangkis sejak usia 6 tahun.

Sang ayah melihat potensi besar dalam tubuh kecil Hendry sehingga mengarahkannya untuk serius menggeluti olahraga ini. “Klub pertama saya namanya PB Ikata,” ujar Hendry saat ditemui Ludus.id.

Melihat progres dari sang anak, ayah Hendry pun memasukkannya ke klub yang lebih besar dengan harapan bisa mendapatkan pelatihan yang lebih baik. “Akhirnya pada usia 11 tahun, saya dimasukkan ayah saya ke PB Tangkas dan berlatih di bawah asuhan ayahnya Lius Pongoh (Darius Pongoh),” ungkap Hendry.

Bersama klub yang lebih besar dan populer pada saat itu, Hendry berlatih dengan tekun. Meski, waktunya terbilang terbatas lantaran hanya mendapat jatah latihan dua kali dalam sepekan dikarenakan terbatasnya jumlah lapangan.

Credit foto : Dokumentasi Pribadi
Pelatih bulu tangkis Hendry Saputra Ho (tengah) bersama tim bulu tangkis Indonesia.

Kendati demikian, Hendry tetap rutin berlatih yang membuat skill-nya cukup matang pada usia 15 tahun. Progres positif itu membuatnya semakin bersemangat dalam menjalani kehidupan sebagai atlet bulutangkis.

Kesempatan emas akhirnya datang kepada Hendry saat usianya menginjak 19 tahun di mana dia dipanggil untuk bergabung dengan pelatnas pada 1983. Pemanggilan itu sekaligus memantapkannya untuk berkarier sebagai pebulutangkis.

Bukan tanpa alasan, sebelumnya Hendry sempat tak yakin lantaran di masa itu pesaingnya di sektor tunggal putra cukup banyak. Beberapa bahkan memiliki nama besar seperti Liem Swie King, Lius Pongoh, Icuk Sugiarto, dan Hastomo Arbi.

“Waktu itu masih banyak pebulutangkis senior dan itu membuat saya segan karena usianya paling muda dan posturnya paling kecil. Tapi, ayah dan pelatih saya meyakinkan kalau saya bisa,” ucap Hendry.

Tak hanya sekadar bicara, Hendry membuktikan dengan kerja keras saat latihan. Meski bertubuh kecil dengan tinggi sekitar 164 cm, dia dikenal dengan penampilan yang ulet, tak mudah menyerah, dan memiliki mental yang kuat.

Buktinya, dia pernah menembus semifinal IBF World Grand Prix Swedia Open 1984 dan English Masters 1985, serta tampil di Kejuaraan Dunia 1985 di Calgary, Kanada. Namun, bukan itu yang membuat Hendry spesial.

Satu yang paling diingat dari kiprah Hendry semasa jadi pemain adalah kehebatannya dalam mengalahkan pebulutangkis top China seperti Yang Yang, Zhao Jianhua, dan Tian Bingyi. Sampai-sampai, dia dijuluki “Pembunuh Raksasa”.

“Pemain seperti Yang Yang dan Zhao Jianhua itu selalu jadi momok kita. Saya pernah menghadapi mereka dan saya bisa menang. Itu kejutan sebenarnya dan lucu bagi saya karena waktu itu saya diprediksi kalah,” kenang Hendry saat menyebutkan momen yang paling berkesan selama menjadi atlet.

Sayang, kiprahnya sebagai atlet nasional hanya berjalan singkat. Kegemilangannya dalam menepuk kok berhenti pada 1988. Terhitung hanya empat tahun setelah pertama kali dipanggil pelatnas.

Credit foto : Dokumentasi Pribadi
Pelatih bulu tangkis Hendry Saputra Ho bersama pebulu tangkis Anthony Sinisuka Ginting (kanan).

Penyebabnya tak lain lantaran dirinya terkena penyakit Hepatitis B yang memaksanya menepi cukup lama dari lapangan karena membutuhkan penanganan khusus. Hendry menderita penyakit tersebut pada 1986.

Beberapa bulan menjalani pengobatan dan pemulihan, Hendry mencoba kembali merajut kariernya yang sempat terhenti. Dia bahkan sempat dipasangkan dengan Rexy Mainaky selepas pulih dari sakitnya itu.

Sayang, upaya tersebut tetap gagal menyelamatkan Hendry dari pensiun dini. Dia akhirnya memutuskan gantung raket pada 1988 ketika menginjak usia 24 tahun.

“Saya merasa kondisi saya sudah tak memungkinkan karena waktu itu masih memakai sistem poin klasik. Itu durasinya panjang dan membutuhkan fisik yang kuat,” ungkap  Hendry.

Keputusan berat itu diambil Hendry setelah mendengarkan saran ayahnya. Sebab, jika dipaksakan, sakit yang dideritanya akan semakin parah di masa depan.

Perasaan kecewa jelas dirasakan Hendry karena cuma memiliki karier yang singkat sebagai atlet. Tetapi, sang ayah membesarkan hatinya dengan menyarankannya beralih menjadi pelatih.

“Waktu itu ayah saya bilang, ‘Kamu sekarang memang sudah gak bisa jadi pemain, tapi coba kamu cetak seorang pemain’,” tutur Hendry.

Saran tersebut langsung dijalankan oleh Hendry. Dia kembali ke PB Tangkas dan pelan-pelan belajar menjadi pelatih mulai 1988.

“Kebetulan di PB Tangkas waktu itu banyak yang bagus tapi gak tertangani,” tutur Hendry.

Akhirnya pada 1990, Hendry benar-benar full time menjadi pelatih di PB Tangkas. Sejak saat itu, dia menjadi salah satu ujung tombak pembinaan klub yang melahirkan sejumlah talenta berbakat, mulai dari Marlev Mainaky, Irwansyah, Hendrawan, Liliyana Natsir, dan Simon Santoso.

“Saya ternyata punya passion dalam mengajar dan mau mencetak seorang pemain. Dengan ilmu yang saya punya, saya coba padukan dengan para murid sampai bisa jadi pemain yang oke. Ditambah bantuan tangan Tuhan juga selama ini,” ucap Hendry.

Credit foto : Dokumentasi Pribadi
Pelatih bulu tangkis Hendry Saputra Ho (tengah) bersama pebulu tangkis Anthony Sinisuka Ginting (kiri) dan Jonatan Christie.

Ditarik jadi Pelatih Pelatnas PBSI

Sukses menjadi pelatih top di level klub, Hendry akhirnya diberi kesempatan oleh PBSI untuk menjadi pelatih di pelatnas. Dia pertama kali dipercaya menangani atlet nasional pada 2015 dengan menangani sektor tunggal putra.

Tantangan yang didapat Hendry pun cukup berat di mana dia diharapkan bisa membangkitkan sektor tunggal putra yang kala itu prestasinya dinilai kurang memuaskan serta membimbing para pebulutangkis muda agar bisa matang.

Ya, kala itu pelatnas memang cukup banyak dihuni para pemain muda. Beberapa di antaranya adalah Jonatan Christie, Anthony Sinisuka Ginting, dan Ihsan Maulana Mustofa.

Hendry ingat betul bagaimana perjuangannya untuk mematangkan para pemain muda tersebut. Dia mengakui hal itu tak mudah, tapi dia bersyukur bisa menjalankan dengan baik.

“Tahun 2015 waktu saya pertama kali jadi pelatih di pelatnas, Jonatan, Ginting, Ihsan Maulana masih junior, peringkatnya masih 200-an. Di situ saya berdoa agar saya diberkati untuk bisa melatih mereka dengan porsi yang pas supaya mereka jadi bagus. Ternyata, formula latihannya pas,” ungkap ayah dari empat anak ini.

Hendry bersyukur gaya kepelatihan yang diterapkannya bisa cocok sehingga membantu mematangkan para pemain muda tersebut selama di pelatnas. Pasalnya, kala itu sektor tunggal putra mau tak mau bertumpu pada pebulutangkis muda setelah Simon dan Tommy memutuskan mundur dari pelatnas.

Situasi tersebut membuat Jonatan dan Ginting maju sebagai ujung tombak utama tunggal putra setelah menunjukkan penampilan yang konsisten. Di bawah tangan dingin Hendry, keduanya mampu melesat ke jajaran elite dunia.

Credit foto : Dokumentasi Pribadi
Pelatih bulu tangkis Hendry Saputra Ho (tengah) bersama pebulu tangkis Anthony Sinisuka Ginting (kanan) dan Jonatan Christie.

Bahkan, kombinasi ketiganya sukses mencetak sejarah setelah menciptakan All Indonesian Finals di Korea Open 2017. Di mana kala itu Ginting mengalahkan Jonatan lewat duel rubber game.

Diakui Hendry, momen itu menjadi salah satu yang termanis selama kariernya di pelatnas. Pasalnya, tak mudah menciptakan All Indonesian Finals.

Magis Hendry dalam melatih tak sampai di situ saja. Dia kembali menggoreskan tinta emas setelah mengantarkan Ginting mencetak sejarah lain di China Open 2018.

Pencapaian tersebut dirasa sangat berkesan lantaran sudah sangat lama tunggal putra Indonesia tak bisa meraih juara di turnamen Super 1000 itu. Terakhir adalah Alan Budikusuma yang bisa juara di Negeri Tirai Bambu itu pada 1994.

Itu berarti Ginting menjadi tunggal putra nasional pertama yang biasa meraih medali emas China Open setelah 28 tahun. Perjalanannya pun terbilang luar biasa dengan menumbangkan para raksasa seperti Lin Dan, Viktor Axelsen, Chen Long, Chou Tien Chen, dan Kento Momota.

“Selain itu juga pas Asian Games 2018. Jonatan dan Ginting dapat medali pas jd tuan rumah. Nah itu jadi berkah dari Tuhan juga buat saya karena bisa membawa mereka dapat medali. Termasuk juga bisa juara di Piala Thomas 2021. Saya setidaknya tiga kali mengantarkan atlet mengibarkan bendera Merah Putih karena tidak semua kejuaraan bisa mengibarkan bendera,” ujar Hendry.

Credit foto : Dokumentasi Pribadi
Pelatih bulu tangkis Hendry Saputra Ho (kanan) bersama beberapa pemain bulu tangkis Indonesia.

Pelatih yang Mencetak Pelatih

Selain mahir dalam melahirkan atlet hebat, Hendry juga bisa dibilang cukup sukses menurunkan ilmunya dan mencetak sederet pelatih top. Ya, beberapa anak murid Hendry kini sudah beralih menjadi pelatih.

Tengok saja nama-nama seperti Indra Bagus Ade Chandra yang kini menangani Belgia, Vicky Angga Saputra yang berkarier sebagai pelatih di Singapura, dan Hendrawan yang menjadi pelatih di Malaysia. Termasuk juga pelatih pelatnas PBSI saat ini, Irwansyah.

“Saya mengajar agar bisa menurunkan juga ilmu yang saya punya. Sekarang, beberapa murid saya sudah jadi pelatih di luar negeri,” kata pria yang kini berusia 59 tahun itu.

Salah satu muridnya yang kini juga beralih menjadi pelatih adalah Simon Santoso. Ya, kini mantan tunggal putra terbaik Tanah Air itu bekerja di PB Jaya Raya sedari pertengahan tahun ini.

Bisa dibilang, Simon merupakan salah satu anak didik yang besar bersama Hendry. Dia digembleng sejak kecil semasa berlatih di PB Tangkas dan ketika mereka sama-sama di pelatnas pada 2015.

“Simon salah satu yang paling lama bersama saya, dari masih pemula sampai jadi juara,” kata Hendry.

Kini, setelah tak lagi melatih di pelatnas PBSI, Hendry lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurusi bisnisnya. Dia saat ini menekuni bisnis sewa lapangan bulutangkis maupun tenis. Sementara, kegiatan melatih tetap dijalaninya di sela-sela waktu tersebut.

“Saya ada usaha sewa lapangan tenis. Ada juga Garuda Badminton Hall di Jelambar yang sudah berjalan 12 tahun. Kalau melatih buat yang mau saja. Beberapa waktu lalu saya pernah melatih Pusarla Sindhu yang dari India,” tutur dia.

 

 


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.