Tim U-17 Panama harus menelan pil pahit pada pertandingan pertama Piala Dunia U-17 menghadapi Maroko. Secara umum, mereka tampil cukup menekan dan merepotkan Maroko.
Namun, tim asuhan Michael Dale Stump Ravaneau tersebut harus kalah dengan skor 0-2 pada laga yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jumat (10/11/2023).
Maroko sendiri menerapkan high pressing pada pertandingan ini. Itu ternyata membuat para pemain Panama cukup kesulitan mengirimkan bola ke depan.
Mendapatkan peluang emas pada menit ke-16, Maroko sukses mencetak gol lewat Saifdine Chlagmo. Dia mendapatkan umpan sangat matang dari Abdelhamid Maali.
Maali melepaskan sepak pojok yang begitu matang sehingga dengan mudah dapat ditanduk Chlagmo. Chlagmo sendiri menanduk bola ke arah tiang jauh yang akhirnya tak dapat dijangkau penjaga gawang Panama, M.J. Romero Baltuano.
Ini merupakan gol pertama yang terjadi di World Cup U-17 Indonesia. Sebagai catatan, Maroko dan Panama tergabung di grup A bersama Indonesia dan Ekuador.
Usai gol ini, Panama menunjukkan perlawanan sengit. Cukup banyak peluang yang berhasil diciptakan oleh Panama. Sayangnya, secara umum penampilan Maroko tidak begitu efektif.
Jika dilihat dari statistik, Panama sebenarnya menguasai jalannya pertandingan. Mereka unggul penguasaan bola, sebanyak 60 persen berbanding 40 persen milik Maroko.
Selain itu, Panama dominan atas Maroko dalam hal operan tuntas. Ada 419 passing yang mampu dilakukan Panama, sedangkan Maroko hanya 292 saja.
Total tembakan yang dilakukan Panama juga lebih banyak, yaitu 16, dan Maroko hanya 11. Namun, soal efektifitas, semua berkebalikan.
Dari 16 tendangan yang dilakukan Panama, hanya tiga yang mengarah ke penjaga gawang. Itu berarti cuma 18,75 shots on goal yang dibukukan Panama.
Adapun untuk Maroko, dari 11 tembakan, enam mengarah ke gawang, persentase lebih dari 50 persen. Lebih dari itu, Singa Atlas membuat dua gol dan Panama nol.
Gol kedua Maroko sendiri terjadi pada injury time babak kedua. Sebuah umpan manis ke kotak penalti mampu dimanfaatkan Ayman Enair dengan sangat dingin untuk mengunci kemenangan Maroko.
Sebuah gol yang tentu saja memupuskan harapan Panama untuk bisa menyamakan kedudukan. Itu karena hanya sedikit saja waktu yang tersisa bagi mereka bisa mencetak gol.
Yang jelas, ini merupakan kemenangan penting untuk Maroko. Mereka dipastikan memimpin klasemen Grup A setelah Indonesia U-17 ditahan Ekuador U-17 1-1.
Kelembaban Udara
Meskipun Maroko memiliki cuaca lebih panas dari Indonesia, bermain di Surabaya bukan hal yang mudah bagi mereka. Meski panas, udara di Maroko yang berada di iklim gurun memang sangat kering.
Ini berbeda dengan di Surabaya yang memiliki kelemban udara sangat tinggi. Saat kickoff Pukul 16.00 kelembaban mencapai 57 persen.
Sedangkan, saat wasit asal Portugal, Joao Pinheiro meniup pluit tanda berakhirnya pertandingan, kelembaban udara di Surabaya sudah berada di angka 71 persen.
Keluhan soal tingginya kelembaban udara di Surabaya langsung dilontarkan oleh pelatih Maroko, Said Chiba.
“Udara di sini sangat lembab, ini membuat cuaca terlalu gerah untuk anak asuh saya,” kata Said Chiba kepada para wartawan usai pertandingan.
Ya, banyak orang yang tidak tahu, kalau rasa gerah pada tubuh sejatinya bukan disebabkan oleh suhu udara yang panas, melainkan kelembaban tinggi.
Hal inilah yang membuat orang-orang yang ada di Indonesia lebih mudah berkeringat dibandingkan warga yang ditinggal di Timur Tengah maupun Afrika Utara, meskipun suhu rata-rata di sana lebih tinggi.
Menyoal pertandingan, Said Chiba mengatakan, dirinya sebenarnya ingin timnya unggul 2-0 atau 3-0 pada 30 menit pertama. Setelah itu, anak asuhnya tinggal fokus mempertahankan ritme permainan.
Namun, hal tersebut tidak mampu mereka lakukan. Menurut Chiba, para pemain Panama sangat fisikal dan ini cukup merepotkan anak asuhnya.
“Kami tidak bisa kill the game dari awal, kami menderita sampai akhir pertandingan. Panama cukup mengancam gawang kami, permainan umpan-umpan panjang panama sangat bagus,” kata Chiba