Hubungan Humanis Lebih dari Sekadar Tenis di Komunitas Young Bloods Tennis

 

Credit foto : Koleksi Young Bloods
Anggota komunitas Young Bloods berfoto bersama usai bermain tenis dan sebagian lainnya menjadi suporter.

“Skill tennis 30%, skill joged 200%, salam ‘mensana in corpore sano’ musiknya ke sana, jogetnya ke sono.” Demikian komentar akun @mira_rachman dalam sebuah unggahan akun @youngbloods_tennis di Instagram pada 20 Juli 2023.

Mira mengomentari unggahan yang menampilkan tujuh petenis perempuan berjoget ria di lapangan tenis diiringi lagu “Cikini Gondangdia” yang dipopulerkan Duo Anggrek pada 2015. Bermain tenis dan bergembira bersama. Ini jadi gambaran sederhana dari komunitas tenis Young Bloods yang digagas Danishworo Budi Satrio (40).

“Orang sudah stres di kantor, jadi melepaskan ketegangan di sini. Di lapangan, bola mau masuk atau tidak, tidak masalah. Yang penting cekakak-cekikik,” kata Danish.

Danish menuturkan kelahiran komunitas ini. Pada Februari 2021, Danish kerap mengantar sang istri, Priviliani Santoso (31) untuk berlatih tenis di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Karena jenuh menunggu, dia kemudian ikut berlatih tenis bersama istrinya.

Rupanya, pria yang menekuni free diving itu merasa sreg dan kemudian mengunggah fotonya ketika sedang berlatih tenis ke akun media sosialnya. Hal ini memantik rasa penasaran temannya sesama free diver sehingga tertarik untuk ikut berlatih. Teman Danish tersebut kemudian turut mengunggah foto saat berlatih tenis sehingga menimbulkan reaksi berantai kepada rekan-rekan lainnya yang akhirnya berlatih tenis.

Awalnya, Danish dan teman-teman berkumpul di Apartemen Permata Gandaria, Jakarta Selatan. Mereka mulai rutin bermain tenis, bertambah peserta, dan akhirnya membuat nama klub.

Credit foto : Koleksi Young Bloods
Anggota komunitas Young Bloods sedang bermain tenis.

Nama Young Bloods kemudian dipilih sebagai identitas komunitas. Alasannya cukup jenaka.

“Young Bloods ‘kan artinya darah muda. Karena kami awalnya suka melek malam. Lebih suka off court daripada on court. Diajak tenis malas, tetapi diajak joget hayuk,” jelas Danish sambil tertawa.

Anggota Young Bloods mayoritas bukan atlet tenis. Mereka belajar tenis bersama dari nol. Danish bahkan tidak ragu menyebut komunitasnya sebagai atlet pandemi karena lahir ketika pandemi covid-19 merebak. Level para anggota juga masih kategori intermediate atau pertengahan.

Kini Young Bloods sudah memiliki 400-an anggota berdasarkan jumlah peserta di grup Whatsapp. Rata-rata berusia 30-50 tahun dengan latar belakang profesi yang beragam. Mulai dari pegawai hingga wirausahawan yang berdomisili di area Jabodetabek.

Menurut Danish, hanya sekitar 50 persen anggota yang aktif. Lainnya cuma coba-coba. Namun, Danish tidak mempermasalahkan itu.

Credit foto : Koleksi Young Bloods
Anggota komunitas Young Bloods berfoto bersama usai bermain tenis.

Young Bloods rutin berlatih empat kali dalam sepekan, yaitu pada Senin, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Latihan Senin di Lucky Tenis, Joglo, Jakarta Barat pukul 20.00-23.00 WIB. Latihan Senin di Triloka, Pancoran, Jakarta Selatan pukul 20.00-22.00 WIB.

Adapun latihan Sabtu dilakukan di Hotel Ascott, Sudirman, Jakarta Pusat pukul 09.00-11.00 WIB. Lalu latihan Minggu di Kementerian Pertahanan, Cawang, Jakarta Timur pukul 17.00-19.00 WIB.

Peserta dipungut biaya Rp50 ribu–Rp75 ribu untuk main bareng. Sedangkan, untuk coaching dikenakan biaya Rp150 ribu – Rp180 ribu. Awalnya tiap pertemuan biasanya diikuti delapan anggota, kini diputuskan maksimal hanya enam orang.

“Kami sediakan lapangan, anggota isi di slot yang tersedia. Kadang yang datang cuma dua orang, jadi saya yang nutupin biayanya, tetapi tidak apa-apa,” ucap Danish.

Credit foto : Koleksi Young Bloods
Anggota komunitas Young Bloods sedang bermain tenis.

Selalu eksis

Walau terbilang berisi para petenis amatir, Young Bloods tetap aktif mengirim anggota untuk ikut di sejumlah turnamen tenis dalam satu tahun terakhir. Antara lain Troops Open (Oktober 2022), Debros Tennis Tournament (Desember 2022), Antasore Tennis Tournament (Januari 2023), DeSport Cijantung (Mei 2023), dan Markinis Cup (Juli 2023).

Priviliani Santoso sempat meraih peringkat kedua di turnamen tenis DeSport Cijantung pada Mei lalu. Namun, di kebanyakan turnamen, Young Bloods lebih sering jadi juara di kategori suporter terbaik. Suporter Young Bloods kerap paling ramai secara jumlah. Mereka selalu membawa banyak peralatan untuk memeriahkan suasana.

“Kami tidak terbebani target yang muluk. Bukan atlet kok,” ucap Danish sembari tertawa.

Kehadiran komunitas Young Bloods di berbagai turnamen tenis antarkomunitas berdampak positif. Ketika Young Bloods membuat turnamen tenis Young Bloods Open pada Februari lalu, tidak heran animo pesertanya begitu tinggi.

“Direspons luar biasa. Dalam sembilan jam, pendaftaran penuh. Total 32 klub yang ikut,” papar Danish.

Young Bloods ingin menjalin dan menjaga keakraban dengan sesama komunitas tenis. Tidak hanya di Jabodetabek, Young Bloods juga ingin silaturah-match dengan komunitas-komunitas tenis di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang.

Basically fun tetapi sehat. Kalau cuma ingin menang, bisa saja bayar pemain cabutan. Bagi kami, menang itu bonus. Yang utama itu networking,” tutur Danish.

Credit foto : Koleksi Young Bloods
Anggota komunitas Young Bloods sedang melakukan pemanasan sebelum bermain tenis.

Peran sponsor

Asics, jenama olahraga asal Jepang, jadi sponsor pertama untuk komunitas Young Bloods pada 2022. Mereka memperkenalkan sepatu-sepatu tenis. Dengan pelatih dan produk yang dibawa perusahaan tersebut, para anggota Young Bloods jadi tahu soal ukuran dan jenis sepatu yang tepat untuk bermain tenis.

Setelah itu, Yonex hadir. Berbeda dengan Asics, Yonex memperkenalkan beragam jenis raket tenis.

“Para anggota jadi ngulik raket dan sepatu apa yang paling pas digunakan. Setelah ketemu, itu jadi pakemnya untuk main tenis,” tutur Danish.

Kemudian ada juga sponsor perawatan kulit ERHA untuk laki-laki. Mereka memberikan sejumlah produk jelang turnamen dan harus diunggah di media sosial milik Young Bloods.

Keuntungan dari sponsor, engagement produk, dan hadiah dari turnamen dijadikan modal untuk mengelola Young Bloods.

Credit foto : Koleksi Young Bloods
Anggota komunitas Young Bloods berfoto bersama saat hiking.

Jalan-jalan dan berbagi hidup

Para anggota Young Bloods juga akrab di luar lapangan tenis. Terbukti, banyak peserta yang ikut setiap Danish mengadakan trip seperti hiking atau menyelam.

Young Bloods sudah menjejak Gunung Papandayan, Gunung Prau, dan Gunung Merbabu. Selain itu, mereka juga berlibur bersama di Pulau Peucang di Taman Nasional Ujung Kulon.

“Sekarang sedang merencanakan untuk ke Kerinci tahun 2024,” kata Danish.

Dalam perjalanan-perjalanan ini, sesama anggota komunitas Young Bloods saling menolong. Mereka juga bisa saling bercerita tentang permasalahan hidup masing-masing, sehingga bisa saling mendukung.

“Bisa cerita karena kita tidak dekat di lapangan saja. Kami mengutamakan hubungan humanis. Orangnya baik-baik, seperti saudara dan guyub,” papar Danish.

Saling dukung itu bisa berupa membeli produk dari usaha seorang anggota, juga menjadi sponsor untuk acara yang diadakan anggota. Hal itu diamini beberapa anggotanya.

Credit foto : Koleksi Young Bloods
Anggota komunitas Young Bloods berfoto bersama saat hiking.

“Nyaman, hal yang susah dicari di sebuah komunitas. Ini masalah hati bukan sekedar hobi. Selain itu minim drama dan konflik pertenisan duniawi,” ujar Arta (31), pegawai swasta.

Bagi Arta, latar belakang anggota yang beragam membuat dirinya bisa banyak mengenal dan belajar hal baru.

“Di YB saya menemukan komunitas solid yang seru! Suasana hangat dan saling support saat main tenis menjadi salah satu keunikan tim ini dan membuat saya jadi betah,” Arifa (33), assistant managing editor “Her World Indonesia”.

Anggota lainnya, Yudo (32), punya tiga alasan bertahan di Young Bloods.  Pertama, solidaritas tinggi dan sama-sama saling mendukung, khususnya para pendiri komunitas. Kedua, keseimbangan porsi latihan di lapangan dan kegiatan di luar lapangan.

“Ketiga, lapangan dekat rumah, jadi nyaman,” tutur pria yang bekerja sebagai manajer di perusahaan Grab itu.

Sementara itu, Danish mengatakan sempat tertarik untuk memonetisasi Young Bloods. Namun, niat itu diurungkan lantaran lebih memilih Young Bloodse sebagai wadah interaksi.

“Kalau dibuka publik, nanti cuma untuk jualan slot lapangan,” tutur Danish, yang juga memiliki usaha event organizer.

Credit foto : Koleksi Young Bloods
Panitia Young Bloods Open Tournament berfoto bersama.

Karena itu, untuk bergabung, cara yang dipilih oleh Young Bloods cukup unik. Tidak cuma menyematkan tautan Whatsapp untuk bergabung. Calon anggota harus ikut main tenis lebih dulu dan ketemu dengan anggota Young Bloods.

“Kalau satu frekuensi, saya ajak. Cek vibe dulu orangnya. Harus kenal dulu atau sudah pernah main bareng, baru diundang ke grup. Minimal ngebanyol dulu di lapangan, baru masuk grup supaya tidak ngeluhin grup berisik,” jelas Danish.

Danish pun tidak mempermasalahkan bila ada anggota yang akhirnya memilih pergi karena ingin bermain tenis secara kompetitif dan membidik trofi. Bagi dia, ini adalah seleksi alam dan hak masing-masing anggota.

“Di sini tidak ada gosip dan drama. Lu mau fun, ya ke sini,” tegas Danish.

Meski demikian, Young Bloods punya target yang serius untuk membentuk liga antarkomunitas tenis. Formatnya ada klasemen seperti English Premier League, tetapi dengan dua grup. Satu grup berisi 16 tim.

“Kita cek lapangan dan animo dulu. Mungkin untuk mulai satu kategori dulu beginner atau intermediate. Hadiahnya uang tunai dan peralatan tenis,” pungkas Danish.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.