
Foto: Wahyu Purwadi/ludus.id
Namanya I Gede Siman Sudartawa. Cukup dipanggil Siman. Lahir dan besar di Kabupaten Klungkung, Bali 8 September 1994. Menyukai renang sejak kecil. Sejak ia duduk di kelas dua sekolah dasar. Saat berusia 8 tahun. Karena takjub dan heran melihat orang bisa melakukan gerakan salto ketika berenang berbalik arah. Ia pun berlatih renang dan dapat dukungan penuh dari I Ketut Sudartawa, ayahnya, dan ibunya Ni Made Sri Karmini, yang rela mengantar dan menunggui Siman berlatih.
Setiap hari, Siman bersama ibunya menempuh jarak yang tak sedikit jauhnya, memakan waktu satu setengah jam dari rumahnya menuju tempat latihan dengan sepeda motornya. Siman diikat pinggangnya dengan kain milik ibunya, agar tak terjatuh dalam perjalanan, karena kelelahan berlatih. Sesekali, juga duduk di depan ibunya. Tak lupa, sang ibu meletakkan handuk di sekitar spidometer motornya agar Siman yang kadang terlelap di perjalanan, tetap bisa tertidur nyaman di depan.
Cerita perjuangan yang dibangun Siman sejak masih kecil. Hingga pada akhirnya, ia sering mengikuti lomba dan sampai takdir menggiring Siman ke Jakarta dan bertemu dengan orang tepat yang mengarahkan jalan hidupnya sebagai perenang hebat, yaitu pelatih nasional Albert C Sutanto. Di tangannya, Siman akhirnya menjadi perenang nasional kebanggaan Indonesia dengan prestasi emasnya sampai kini.
Siman memegang 1 rekor SEA Games, 2 rekor Islamic Solidarity Games dan 5 rekor nasional. Rekor SEA Games yang belum terpecahkan darinya sampai sekarang adalah 50 meter gaya punggung, yang didapatkannya pada SEA Games Filipina 2019, dengan catatan waktu 25.12 detik. Siman masih berlatih di kolam renang GBK Senayan dalam kapasitasnya sebagai perenang nasional, sampai pada akhirnya, namanya tak ada dalam SK PB PRSI tertanggal 7 Oktober 2022, yang ditandatangai oleh Anindya N Bakrie sebagai ketua umum, tentang penunjukan atlet, pelatih, Tim Manajer, official Pelatnas (Pemusatan Latihan) Renang 2022, yang dipersiapkan ke SEA Games Kamboja 2023.

Dari informasi yang dikeluarkan tim media PB PRSI, bahwa pelatnas kali ini sesuai dengan arahan DBON (Desain Besar Olahraga Nasional) dan juga PPON (Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional), maka jumalh atlet junior lebih banyak.
Rencananya akuatik untuk cabang renang masuk untuk bisa meraih medali di Olimpiade 2032. Namun demikian, untuk Olimpiade 2024 dan 2028, renang juga ingin menunjukan prestasi menuju 2032.
“Sesuai dengan tujuan program DBON dan juga PPON mereka menyampaikan komposisi 60% atlet junior dan 40% atlet senior. Kita kombinasi untuk mendukung program pemerintah,” ujar Wisnu Wardhana, Manajer Tim Pelatnas Renang Indonesia.
Untuk atlet senior, lanjut Wisnu, tentunya tetap akan bisa mengikuti seleksi nasional bulan Februari menuju pembentukan tim SEA Games 2023 dan sesuai masukan teknis dari pelatih kepala Michael Piper

Dan, hari Rabu, 19 Oktober 2022, pukul 14.24 WIB, perenang yang masih berstatus perenang nasional itu, mengirimkan surat terbuka, khusus untuk LUDUS.ID, sebagai kelanjutan dari ungkapan hati yang ia tulis lewat instastory yang dipostingnya. Begini tulisan yang ada di story akun instagramnya:
Kepada Bapak Menteri Pemuda dan Olahraga @kemenpora, dan @rajasaptaokto Ketua NOC
Terimakasih ats ketidakdilan nya yg tidak memberikan kesempatan kepada kami ( senior ) untuk memperkuat Tim Pelatnas Sea Games 2023 di cabor Renang. Hal ini akan saya gunakan untuk memotivasi saya dan akan saya buktikan.
@glenvictor @gerinathaniel @fadlanprawira @patriciayosita @reessald @pocahontaskania @nurulfajarfitiyati
@kompascom @ludus.id
Ia mewakili kawan-kawan seniornya, yang juga dicoret dari pelatnas. Ia berharap dengan menulis surat ini, bisa membawa perubahan positif bagi para atlet di Indonesia. Ia, berani bicara, mengungkapkan isi hati, karena sesuatu yang diyakini benar dan mengungkap sebuah kebenaran. Yang juga dijadikan motivasi bagi dirinya untuk terus membuktikan bahwa ia masih terbaik.
Inilah surat terbuka yang ditulis I Gede Siman Sudartawa.

foto: wahyu purwadi/ludus.id
Jakarta, 19 Oktober 2022
Kepada: ludus.id
Nama saya Siman Sudartawa, saat ini saya berusia 28 tahun dan saya adalah atlet renang Indonesia yang sudah membawa nama Indonesia di berbagai ajang perlombaan baik single event maupun multi event Internasional. Saya sudah menjadi bagian dari tim renang Indonesia sejak tahun 2010 sampai dengan tahun ini. Selama berkarier di dunia renang, saya sudah berhasil menyumbangkan medali emas di SEA Games sebanyak 8 emas, 7 perak dan 3 perunggu yang saya raih dalam enam kali SEA Games dari tahun 2011 sampai 2022. Saya juga satu-satunya peraih medali perunggu pada kerjuaraan renang Asia di tahun 2016 (Asian Championship 2016) Tokyo – Jepang. Pada SEA Games tahun 2022 ini di bawah program pelatih asing Richar Michael Piper asal Australia, selama lebih dari satu tahun saya gagal mempertahankan medali emas saya dan saya hanya mampu menyumbangkan medali perunggu untuk tim Indonesia, waktu yang saya capai pun jauh dari waktu terbaik saya sehingga setelah SEA Games saya memutuskan untuk tidak berlatih menggunakan program dari pelatih asing lagi dan kembali menggunakan program pelatih klub saya yang sejak tahun 2010 sudah melatih saya sampai saat ini.

Keputusan saya ini tentunya kurang berkenan di mata pelatih asing tim renang Indonesia saat ini, sehingga pada saat membentuk tim pelatnas renang Indonesia menuju SEA Games 2023 mendatang, nama saya tidak ada dalam SK Pelatnas. Bicara mengenai kegagalan saya tentunya hal yang perlu dievaluasi adalah program pelatih asing yang menangani kami karena bukan hanya saya namun hampir 90% atlet yang dilatih oleh coach Piper tidak berhasil mencatat performa terbaik pada SEA Games lalu. Yang menjadi pertanyaan saya, “Kenapa yang gagal melatih kami justru masih menjadi pelatih pelatnas?” sementara kami para senior yang gagal menyumbangkan medali emas dianggap terlalu tua untuk dibina di pelatnas. Dengan ketidakadilan ini, maka kami para perenang senior memohon kepada Ketua Umum PB PRSI (Anindya N Bakrie) untuk bertemu dan melakukan klarifikasi tentang batasan usia untuk pelatnas renang.

Namun jawaban dari Ketum PB PRSI adalah bahwa,”Hal ini dilakukan, disarankan dan disetujui oleh pihak Kemenpora dan NOC Indonesia.” Saya dan teman-teman senior saya yang lain tentunya sangat kecewa, total ada sembilan perenang senior yang dicoret dari pelatnas karena faktor usia (Saya, Glenn Victor Sutanto, Aflah Fadlan Prawira, Gagarin Nathaniel, Nurul Fajar Fitriyati, AA Istri Kania Ratih, Patricia Yosita Hapsari, Ressa Kania Dewi dan Vanessae Evato), dari ke-9 atlet senior ini 8 diantaranya menyumbangkan medali perak dan perunggu pada SEA Games 2022 lalu dan saat ini pun kami perenang-perenang senior ini masih berada di ranking 1 nasional pada masing-masing nomor spesialis kami. Kami ini masih yang terbaik di Indonesia dan masih mampu mengibarkan bendera merah putih di kancah Internasional terutama SEA Games, mengapa Kemenpora dan NOC tidak melihat perjuangan dan pengorbanan serta prestasi kami? Kami ini sudah mengorbankan waktu, pendidikan dan pekerjaan kami hanya untuk fokus semaksimal mungkin agar meraih prestasi terbaik yang tentunya untuk mengharumkan nama bangsa dan negara.
Saya dan rekan2 senior saya yang menjadi korban pencoretan ini mengharapkan untuk tetap mendapatkan dukungan pelatnas dari pemerintah terutama Kemenpora dan NOC Indonesia karena dukungan negara ini merupakan hal penting bagi kami. Untuk dapat berprestasi tentunya kita perlu dukungan fasilitas, try in dan try out, training camp, peralatan latihan dan peralatan lomba, tanpa dukungan seperti ini sangat sulit bagi seorang atlet untuk mencapai prestasi puncak dan maksimal.

Foto: Wahyu Purwadi/ludus.id
Saat ini Kemenpora menerapkan dan menghimbau agar dengan keterbatasan dana pemerintah maka kebijakan PB harus dirubah dengan komposisi 40% atlet senior dan 60% atlet junior untuk seluruh cabor dalam mengembangkan dan memikirkan proses regenerasi, tapi kenapa di cabor renang diberlakukan berbeda? tim Pelatnas renang SEA Games 2023 ini justru diisi atlet-atlet junior yang sebenarnya belum saatnya berada di posisi ini. Perlu dipahami bahwa renang adalah olahraga terukur dan terbuka secara usia bukan kelompok umur, tidak ada batasan usia di SEA Games, Asian Games ataupun Olimpiade, selama kita menjadi yang terbaik dan mampu mengharumkan nama bangsa, seharusnya kita tetap didukung dan diberikan motivasi untuk kembali berbuat yang terbaik untuk merah putih.
Melalui surat ini, saya ingin membuka pikiran dan hati para pemangku kebijakan agar lebih sportif. Pilihlah atlet melalui seleksi dan kriteria secara adil bagi semua atlet, jangan olahraga dikaitkan dengan politik suka dan tidak suka. Hargai jasa dan prestasi yang sudah kami berikan. Harapan saya mudah-mudahan ke depan hal seperti ini tidak terjadi lagi pada junior-junior saya dan atlet-atlet Indonesia bisa berprestasi semaksimal mungkin sampai pada titik di mana atlet tersebut tidak mampu dan tergeser oleh junior-juniornya secara alami, bukan dipaksa pensiun dini.
Terima kasih.
I Gede Siman Sudartawa
