Lari adalah olahraga yang digandrungi oleh semua kalangan. Terlebih lagi di kota besar seperti Jakarta, olahraga lari menjadi salah satu pilihan menuju sehat setelah seharian bekerja.
Jurnalis dan penyiar berita di salah satu stasiun televisi Indonesia, Indy Rini Rahmawati, adalah salah satu sosok yang menyukai lari. Kepada Ludus.id, Indy menceritakan bagaimana dirinya “kecemplung” di olahraga lari.
“Awalnya sih gara-garanya ada teman kantor yang suka posting medali waktu ikut lari di sosial media tahun 2012 atau 2013 gitu. Saya tanya ‘lo juara ya?’ dia bilang enggak. Saya dulu mikirnya kalau dapat medali itu, ya juara,” cerita Indy saat ditemui di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Wajah Indy kerap wara-wiri di televisi nasional sebagai jurnalis serta penyiar berita. Padatnya aktivitas sebagai pekerja media, membuat Indy harus tetap merasa bugar dan segar.
Olahraga lari menjadi pilihan yang simpel dan bisa dilakukan di mana saja karena tidak memerlukan banyak peralatan. Dengan begitu, lari menjadi solusi bagi jurnalis seperti Indy untuk bisa menjaga kesehatan.
Indy semakin penasaran dengan olahraga lari setelah temannya memberitahu bahwa yang dapat medali adalah pelari yang bertahan hingga finis. Dari situlah, Indy mulai mencoba mengikuti lomba lari dan Colorun menjadi debut lomba lari yang dia ikuti.
Bagi Indy, lari wajib dilakukan demi menjaga kesehatan. Dia punya jadwal rutin untuk berlari di saat tidak ada jadwal liputan atau siaran. Hampir setiap hari dirinya melakukan lari dan itu tidak bertabrakan dengan pekerjaannya.
“Biasanya aku lari itu pagi, bisa juga sore. Hari Senin nih, biasanya aku nge-gym dan ada strength training. Selasa sore itu latihan strength dan paginya lari di GBK. Rabu dan Kamis sore lari di GBK. Sabtu lari lagi long run, ya antara Sabtu dan Minggu, kira-kira 15 kilometer ke atas,” ucapnya.
Bukan hanya sekadar latihan, Indy juga kerap mengikuti berbagai macam kejuaraan serupa di dalam maupun di luar negeri. Ajang terkenal yang pernah diikuti adalah beberapa kejuaraan lari di World Marathon Majors (WMM).
Saat ini, event marathon akbar WMM berlangsung di enam kota besar di dunia, yakni Tokyo, Boston, London, Berlin, Chicago, dan New York Marathon. Dari enam itu, Indy sudah mengikuti empat WMM dan kini dirinya berniat untuk mengikuti New York Marathon, yang diadakan pada November 2024 mendatang.
“Aku sudah empat kali ikut WMM, London sudah, Tokyo sudah, Chicago sudah, dan satu lagi aku lupa. Berikutnya aku ikut New York Marathon,” jelas Indy.
Sebagai run enthusiast, Indy ingin sekali mengikuti ajang Boston Marathon. Namun, Indy harus memenuhi syarat kualifikasi agar bisa mengikuti ajang lari maraton legendaris itu.
“Iya, tadi juga dikomporin sama dia (Ecep) untuk ikut Boston, tetapi Boston ini agak susah karena ada kualifikasinya. Buat aku, finis tiga jam lari itu gila banget sih, atau masuk melalui charity,” kata Indy. Mengutip dari situs Boston Athletic Association, untuk lolos tanpa kualifikasi, peserta Boston Marathon bisa membayar sebesar 8.500 dolar Amerika atau senilai Rp138 juta.
Indy juga mendapat bujukan dari Ecep Suwardaniyasa yang juga jurnalis rekan sekantor Indy, untuk mengikuti Boston Marathon. Ecep merupakan jurnalis Indonesia pertama yang meraih Six Star World Marathon di Boston.
“Pengen sih, jadi yang kedua setelah Kang Ecep,” kata Indy sembari tertawa.
Tak mau tinggalkan lari
Rutin berlari menjadi aktivitas lain selain statusnya sebagai jurnalis. Ia tidak ingin meninggalkan lari selagi kondisinya sehat dan siap untuk menjalani olahraga tersebut.
“Aku gak mau tinggalin lari meski jadi jurnalis atau kerja kantoran, atau apapun itu pekerjaannya. Insyaallah kalau dikasih badan yang sehat, aku tetap lanjutin,” ujar Indy.
Indy punya alasan mengapa dirinya tidak mau meninggalkan lari. Ia melihat ada manfaat yang dirasakannya dari olahraga lari ini, seperti badan sehat, lebih ringan, hingga keceriaan dalam hidup usai menjalani olahraga lari.
Bahkan, Indy tetap menjalani lari di tengah kesibukannya sebagai jurnalis. Meski sedang ditugaskan di luar kota, Indy mencari waktu agar aktivitas larinya tetap terjaga.
“Daripada berhenti lari, aku tetap lanjut. Ada waktu pagi atau sore, itu bisa buat lari. Misalnya ditugaskan ke luar negeri, aku tanya-tanya ada komunitas larinya. Nah itu aku kontak-kontakan dengan komunitasnya,” cerita Indy.
Indy berprinsip olahraga lari harus terus dijalani di sela-sela aktvitas seperti bekerja. Sebab, jika tidak diteruskan dalam rentang waktu yang lama, rasanya berat untuk kembali berlari.
“Karena kalau berhenti, jantung berat lagi. Paling lama itu skip lari dua hari saja,” tukas Indy.