Tak sampai 30 hari lagi, kompetisi bola basket kasta tertinggi di Tanah Air atau biasa disebut Indonesian Basketball League (IBL), bakal segera bergulir. IBL 2024 akan melaksanakan tip off mulai 13 Januari mendatang.
Sebanyak 14 tim bakal meramaikan gelaran IBL 2024. Mereka adalah Satria Muda Jakarta, Pelita Jaya Jakarta, Prawira Bandung, Dewa United Banten, Tangerang Hawk, Rans Simba Bogor, Ksatria Bengawan Solo, Satya Wacana Salatiga, Bima Perkasa Jogjakarta, Amartha Hangtuah, Pacific Caesar Surabaya, Borneo Hornbills, Bali United, dan Rajawali Medan.
Jumlah ini berkurang dari musim lalu yang bermaterikan 16 tim. Musim depan Indonesia Patriots tak ikut bertanding serta tak ada Mountain Gold Timika yang lisensinya dicabut karena gagal menuntaskan kewajiban kepada para pemain dan staf.
Kendati demikian, hal tersebut tak mengurangi keseruan kompetisi basket tahun depan yang memang sudah digaungkan sejak lama bakal “worth it” untuk dinantikan aksinya. Pasalnya, akan ada perubahan besar lantaran IBL menerapkan sejumlah aturan baru yang membuat liga basket nasional ini melangkah ke tahap yang lebih profesional.
Setidaknya, ada tiga aturan baru yang bakal hadir di IBL musim depan. Yang paling kentara perubahannya adalah penerapan sistem kandang-tandang mulai musim depan. Aturan ini untuk pertama kalinya diaplikasikan sepanjang sejarah kompetisi basket nasional digulirkan sekaligus menghapus sistem series yang sebelumnya digunakan.
Sedikit informasi mengenai sejarah liga basket di Indonesia, bola basket mulai populer di Tanah Air pada 1930-an yang dibawa oleh para perantau China. Dari situ, mulai muncul perkumpulan basket di berbagai kota di Indonesia, mulai dari Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan Medan.
Pada 1951, Indonesia mulai ikut serta dalam Kejuaraan Basket Asia pertama yang digelar di Manila, Filipina. Di tahun itu juga, tepatnya 23 Oktober 1951, Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) lahir.
Indonesia kemudian diterima sebagai anggota FIBA (Federasi Basket Internasional) pada 1953. Kemudian, lewat Kongres ke VIII yang digelar pada 1981, Perbasi akhirnya memutuskan untuk menyelenggarakan kompetisi antar klub-klub basket di Indonesia yang diikuti klub-klub besar yang berasal dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Di tahun berikutnya, Kompetisi Bola Basket Utama atau yang dikenal dengan Kobatama resmi digelar pertama kalinya dan berjalan selama 20 tahun. Hanya saja, dalam perjalanannya, terdapat beberapa kali perubahan aturan pada kompetisi bola basket amatir ini.
Seperti sistem series yang baru mulai diberlakukan pada 1994. Gengsi kompetisi pun semakin meningkat setelah klub diperbolehkan memakai pemain asing pada 1995 yang berjalan hingga 2000. Penggunaan pemain asing sempat dihentikan lantaran kondisi perekonomian negara yang tak menentu yang berimbas ke semua sektor.
Pada 2003, kompetisi bola basket amatir ini berubah menjadi profesional dan terbentuklah Indonesian Basketball League (IBL) yang bertahan hingga 2009.
Sempat dirundung sejumlah kendala, nama kompetisi diputuskan berubah pada 2010 menjadi National Basketball League (NBL) seiring pergantian promotor.
Sayangnya, NBL pun hanya bertahan lima tahun. Akhirnya, nama liga kembali berubah menjadi IBL pada 2016 yang bertahan hingga saat ini.
Aturan Baru Demi Tingkatkan Nilai Kompetisi
Kendati sudah berjalan cukup lama, namun popularitas basket masih belum bisa menyaingi olahraga lain seperti sepak bola dan bulutangkis di Indonesia. Maka itu, terobosan aturan kandang-tandang dilakukan IBL demi meningkatkan awareness terhadap liga basket Tanah Air. Tujuannya, agar setiap kota memiliki tim kebanggaan serta memperluas jaringan fanbase layaknya tim sepak bola.
Nantinya, akan ada 10 kota penyelenggara di IBL 2024 dengan masing-masing tim mendapat jatah 26 pertandingan selama musim reguler sejak Januari-Juli 2024. Itu berarti, IBL musim depan bakal mempertandingkan lebih dari 300 pertandingan di luar babak playoffs.
Dikatakan Direktur Utama IBL, Junas Miradiarsyah, rencana penerapan sistem kandang-tandang tidak muncul begitu saja. Dia menyatakan rancangannya sudah berjalan sejak 2020.
“Sistem ini kami komitmenkan bukan hanya tahun ini tapi sudah cukup lama sejak 2020. Wacana kandang-tandang ini sudah diputuskan kepada klub-klub dan musim depan sudah pasti dijalankan,” kata Junas dalam acara Media Day IBL 2024 di KYZN Kuningan, Jakarta, Selasa (12/12/23).
Perubahan format ini nyatanya memberi dampak positif secara langsung bagi kelangsungan IBL. Setiap tim jadi berbenah dan serius mempersiapkan infrastruktur yang akan jadi “rumah” mereka sepanjang musim.
“Soal infrastruktur rasanya sudah cukup baik. Ada beberapa solusi atas keterbatasan lokasi, makanya setiap tim bisa memiliki alternatif lokasi. Jadi, masing-masing tim diizinkan memiliki dua kandang. Kemudian, klub-klub juga melakukan renovasi atas infrastruktur, seperti di Surabaya dan Bali,” ujar Junas.
Penerapan format baru ini diharapkan tak hanya meningkatkan value dari basket nasional, tetapi juga menggerakkan roda bisnis, mulai dari merchandise hingga tiket pertandingan.
Hal itu diharapkan membuat klub jadi lebih sehat sehingga tak ada lagi kasus penunggakan gaji seperti yang terjadi pada kasus Mountain Gold Timika.
Selain format kandang-tandang, IBL juga akan memberlakukan salary cap atau batas gaji. Aturan ini memagari sebuah tim untuk memberikan gaji pemain dan beberapa hal lainnya hanya sebesar Rp10 miliar. IBL kemudian memberi batas maksimal di angka Rp12 miliar.
Namun, jika ada yang melebihi Rp10 miliar, klub tersebut akan mendapatkan denda sesuai dengan aturan yang berlaku. Dan ketika melebihi Rp12 miliar, maka klub tersebut akan terkena sanksi tambahan.
“Salary cap ini ada beberapa objektif. Satu pemerataan, yang kedua mengenai bisnis yg ingin dituju. Nah, angka Rp10 miliar itu rumusnya panjang, dilihat dari sejarah pengeluaran setiap klub. Kami ambil contoh tiga klub dengan pengeluaran terbanyak, diambil rata-ratanya, lalu ditambah nilai pemain asing. Nah, keluar angka Rp10 miliar sebagai nilai maksimal salary cap,” ujar Junas.
“Apabila ada tim yang di bawah Rp10 miliar itu gak ada masalah. Yang kami jaga adalah jangan sampai lebih. Tentunya, kalau melebihi akan ada sanksinya sesuai regulasi,” tutur dia.
Bertaburan Eks Bintang NBA
Selain dua aturan yang sudah disebutkan, IBL juga memiliki peraturan baru soal pemain asing. Tak hanya penambahan jumlah pemain asing dalam sebuah klub, tetapi ada juga aturan mengenai pemain heritage.
Pemain heritage yang dimaksud di sini adalah pemain keturunan. Yang membuat jadi berbeda, sebelumnya kategori pemain ini digolongkan sebagai pemain asing yang membuat klub jarang melirik lantaran tak bisa dimainkan berbarengan dengan pemain asing.
Mulai musim depan, aturan itu tak berlaku lagi. Pemain heritage/naturalisasi sudah memiliki slot tersendiri. Namun, setiap tim dibatasi hanya boleh merekrut satu pemain naturalisasi/heritage.
Untuk pemain heritage atau pemain berdarah keturunan Indonesia, IBL sudah menetapkan aturan sendiri yakni pemain Warga Negara Asing yang memiliki keturunan darah/garis orang Indonesia dimana bapak dan/atau ibu kandung, atau kakek dan/atau nenek memiliki atau pernah memiliki dokumen sah sebagai Warga Negara Indonesia.
Sementara, untuk pemain asing, IBL menambah jatahnya menjadi tiga pemain untuk masing-masing klub. Syaratnya, dua pemain memiliki tinggi badan maksimum 200 cm. Sementara, satu pemain asing lainnya tak memiliki batasan tinggi badan.
Hanya saja, klub-klub cuma bisa menurunkan dua pemain asing secara bersamaan di lapangan. Sementara, satu pemain lainnya duduk di bangku cadangan. Namun, tim tetap bisa menurunkan pemain heritage/naturalisasi berbarengan dengan pemain asing.
“Batas akhir pergantian Pemain Asing adalah 3 (tiga) pertandingan terakhir Musim Reguler. Pada saat Playoffs, Klub IBL tidak diperbolehkan melakukan pergantian pemain asing,” demikian bunyi peraturan IBL soal pemain asing.
Masih soal pemain asing, IBL tak lagi melakukan draft. Operator membebaskan seluruh tim peserta mencari sendiri pemain yang cocok dengan klub.
Kondisi itu dimanfaatkan klub-klub IBL untuk memburu pemain berkualitas. Buktinya, hingga saat ini sudah ada delapan mantan pemain NBA dan sejumlah eks pemain G League, Euroleague, dan pemain liga luar negeri lainnya yang siap meramaikan IBL 2024 meski pendaftaran roster masih dibuka hingga 10 Januari 2024.
Delapan mantan pemain NBA tersebut terdaftar pada lima klub. Rinciannya, tiga pemain yakni Malachi Lewis Richardson dan Thomas Earl Robinson (keduanya eks Sacramento Kings) dan Kevin Ornel McDaniels (eks Houston Rockets) dimiliki Pelita Jaya Bakrie. Rans Simba mengontrak Jerome Jordan (eks Brooklyn Nets) dan LeBryan Nash (eks Houston Rockets).
Sementara, Dewa United Banten mendatangkan Jordan Adams (eks Memphis Grizzlies). Jabari Carl Bird (eks Boston Celtic) bergabung dengan Rajawali Medan serta Mycheal Jerome Henry (eks Memphis Grizzlies) bersama Satria Muda Pertamina.
“Kami mengontrak tiga mantan pemain NBA karena ingin juara setelah tiga kali beruntun hanya menjadi finalis,” kata Presiden Klub Pelita Jaya Bakrie, Andiko Purnomo.
Di sisi lain, point guard Prawira Bandung, Yudha Saputera, menilai kehadiran pemain asing, apalagi pernah berlaga di NBA, bakal menambah ketat persaingan di IBL. Positifnya, bisa menjadi “pemanasan” bagi para pemain jika nantinya dipanggil Timnas Indonesia untuk menghadapi laga internasional.
“Hal ini menjadi tantangan bagi saya menghadapi lawan-lawan yang memiliki postur lebih tinggi, ini akan memicu semangat dan bekal memperbaiki diri menghadapi tim-tim internasional nantinya,” kata Yudha yang musim lalu mengantarkan Prawira menjadi kampiun IBL setelah mengalahkan Pelita Jaya.
Tiga perubahan signifikan tersebut tentunya dilakukan demi mewujudkan misi membawa basket Indonesia ke arah yang lebih baik. Tak hanya dari segi kompetisi, tetapi juga dari segi industri.
Yang terpenting, semua terobosan ini dilakukan demi mengangkat prestasi Timnas Basket Indonesia di masa depan.