Kartu Merah Gorengan bagi Atlet Sepak Bola

Kredit foto: Unsplash
Gorengan menjadi cara pengolahan makanan yang tampak simpel, namun berbahaya bagi atlet.

Segala makanan yang digoreng hukumnya haram bagi atlet sepak bola yang ingin menampilkan performa terbaik di atas lapangan hijau.

Ada banyak ragam mengolah makanan, namun cara menggoreng tampak lebih simpel dan cepat. Sajian dalam bentuk gorengan juga terlihat menggiurkan. Namun hati-hati, di balik itu ada yang harus diketahui pesepak bola: gorengan bisa membahayakan karier!

Pelatih tim nasional Indonesia Shin Tae Yong juga pernah mengkritik kebiasaan pemain-pemain lokal yang doyan mengonsumsi makanan yang diolah dengan cara digoreng.

“Atlet Indonesia belum punya rasa kebutuhan memenuhi nutrisi dan makanan yang harus dimakan. Itu penting sehingga membuat mereka tidak makan gorengan,” ucap Shin.

Sebenarnya apa dampak negatif gorengan kepada performa pemain sepak bola?

Pakar nutrisi dr. Rita Ramayulis, DCN, M.kes menyebutkan  sepak bola adalah olahraga yang membutuhkan daya tahan tubuh sebaik mungkin. Oleh karena itu seorang atlet sepak bola dituntut memiliki punya energi yang cukup untuk berlatih, bermain 2×45 menit, atau bahkan hingga 120 menit.

Oleh karena itu seorang pemain sepak bola harus mengonsumsi karbohidrat, lebih tepatnya karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, tepung, dan sebagainya. Bukan karbohidrat simpel yang berasal dari gula.

Karbohidrat kompleks akan menjadi energi yang siap pakai, efisien, dan berkesinambungan jika disertai dengan mikronutrien yang dikenal dengan istilah B1, B3, B6, atau B12. Mikronutrien ini berasal dari lauk pauk.

Jika makan lauk pauk berupa gorengan, maka itu akan meningkatkan lemak yang justru kontraproduktif dengan upaya mendapat energi. Gorengan dalam hal ini adalah seluruh makanan yang diolah dengan cara digoreng, mengunakan minyak banyak dengan suhu tinggi.

“Seorang atlet ketika makan nasi dengan lauk pauk, ini sudah bisa diolah karbohidrat menjadi energi. Tetapi ingat lauk yang biasa dikonsumsi kalau tinggi lemak itu justru memperlambat penyerapan karbohidrat sebagai energi.”

“Contohnya makan nasi dengan ayam goreng tidak akan efektif menghasilkan energi, tetapi makan nasi dengan ayam dipepes atau diungkep itu menjadi lebih baik untuk menjadi sumber energi,” jelas Rita dalam YouTube resmi PSSI.

Selain memberi ‘red flag’ pada makanan yang digoreng, Rita juga mengingatkan agar atlet juga menghindari lemak dari sumber lain seperti santan serta makanan seperti kulit ayam, lemak pada daging, kuning telur, dan makanan olahan seperti bakso atau sosis.

Tak cuma karbohidrat dan mikronutrien, ada hal lain bernama magnesium yang tidak bisa dilupakan aktor lapangan hijau. Magnesium yang berada di balik sayuran dan buah juga mendukung proses penyediaan energi.

Kredit foto: PSSI
Makanan sehat menjadi menu wajib yang harus dikonsumsi atlet agar bisa tampil optimal.

Selain menghindari gorengan pada makanan utama, atlet sepak bola juga dianjurkan untuk tetap menjauhi beragam olahan dengan minyak saat melahap makanan selingan. Buah-buahan disarankan jadi pilihan karena memiliki kandungan karbohidrat dan mineral.

“Jadi buah-buahan harus muncul per periode waktu selingan. Bisa dikonsumsi ketika selingan pagi, siang, ataupun selingan menjelang tidur,” kata Rita.

Terlepas dari karbohidrat, mikronutrien, dan mineral, protein juga dibutuhkan untuk otot sehingga tak bisa dikesampingkan. Kebutuhan akan air pun juga harus diperhatikan.

Secara khusus pada saat hari pertandingan, Rita menjelaskan seorang atlet sepak bola memiliki formula makanan tersendiri, yakni 4-3-2-1. Angka tersebut bukan formasi, melainkan berdasarkan waktu sebelum berlaga.

Pada 4 jam sebelum bertanding, atlet harus mendapat asupan makanan secara lengkap dengan dominan berisi karbohidrat dan meminimalisasi lemak jenuh. Lagi-lagi makanan gorengan bukan pilihan tepat menjelang pertandingan.

Sementara 3 jam sebelum main, atlet kembali mengonsumsi makanan dengan porsi yang lebih kecil berisi karbohidrat. Selanjutnya 2 hingga 1 jam sebelum tanding, atlet cukup memakan buah.

Rita menyadari pola kebiasaan hidup di Indonesia kerap disuguhkan makanan-makanan yang digoreng. Untuk itu Rita menyarankan agar atlet harus mengubah pola pikir.

“Atlet harus mulai berlatih untuk tidak mencintai yang digoreng dan pada umumnya pangan-pangan olahan Indonesia juga kaya akan santan kental yang dipanaskan berulang-ulang, ini adalah makanan yang tidak baik untuk atlet,” ucap Rita.

“Lemak jenuh (dari gorengan) adalah zat yang paling sulit dicerna di dalam tubuh dan memberikan risiko terhadap peredaran darah terutama di pembuluh darah koroner, sementara atlet membutuhkan oksigen dalam jumlah besar dan kalau kemudian mengkonsumsi lemak tinggi lalu berdampak pada sirkulasi darah di pembuluh koroner tentu akan membahayakan kesehatan jantung seorang atlet,” paparnya menambahkan.

Kredit foto: PSSI
Atlet sepak bola dituntut memiliki energi yang cukup untuk berlatih dan bertanding dalam waktu panjang.

Rita menilai gorengan adalah makanan yang memiliki dampak negatif bagi atlet, namun tetap saja bisa dilahap. Waktu yang tepat menurutnya adalah ketika sang atlet benar-benar ngidam dan dikonsumsi setelah pertandingan atau bahkan saat akhir musim kompetisi.

“Jadikan (makan gorengan) ini sebagai bonus atau hadiah bagi seorang atlet yang telah mendapatkan kemenangan dalam pertandingan dan setelah itu dia tidak ada lagi musim-musim pertandingan yang dekat dengan waktu itu maka boleh makan gorengan yang dia suka, tapi selagi pramusim dan musim tidak dianjurkan sama sekali karena akan menurunkan performa dari latihan yang telah diperoleh,” tukas Rita.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.