Kebanggaan SSB Jayakarta Menjaga Pembinaan Sepak Bola Usia Muda

Kredit foto: Ludus.id/Mohammad Indra Bangsawan
Anak-anak SSB Jayakarta berpose di Lapangan AKRI, Ragunan, Jakarta Selatan.

“Jayakarta…Jaya!”

Yel-yel legendaris tersebut masih digunakan oleh anak-anak Sekolah Sepak Bola (SSB) Jayakarta ketika akan memulai latihan atau pertandingan. Jayakarta merupakan nama legendaris dalam sepak bola Jakarta dan nasional.

Ludus.id berkunjung ke tempat latihan SSB Jayakarta di Lapangan AKRI, Ragunan, Jakarta Selatan. Di lapangan tersebut, ada sekitar 40 anak yang sedang berlatih bersama SSB Jayakarta.

Mereka diawasi oleh beberapa pelatih. Ada dua pelatih yang melatih kelompok pemain dengan usia di bawah 11 tahun dan ada dua pelatih untuk tim berusia di bawah 18 tahun.

Ludus.id bertemu dengan Niken Permadi, Kepala SSB Jayakarta. Ia bercerita bagaimana SSB ini terbentuk dan memiliki hubungan erat dengan Persija.

“Jayakarta itu pertama kali berdiri PS-nya (Persatuan Sepak Bola), atau klubnya pada 1970. Lalu atas inisiatif almarhum Haji Memed Permadi, Zulkifli serta Haji Herman, terbentuklah SSB Jayakarta,” cerita Niken Permadi yang akrab disapa Bu Haji.

Tiga nama yang disebut Niken merupakan mantan pemain PS Jayakarta yang juga pernah membela Persija. Memed Permadi, Zulkifli, dan Herman merupakan nama yang pernah bermain di Persija pada era 1980-an.

Insiatif ketiganya berdasarkan keinginan membentuk dan melahirkan deretan pemain muda berkualitas. Sebab, PS Jayakarta sewaktu era Liga Sepak Bola Utama (Galatama) dan kompetisi internal Persija, kerap mencari pemain dari luar daerah dan tak punya akar pembinaan yang kuat.

Dengan keinginan menguatkan nama Jayakarta melalui pembinaan, berdirilah SSB Jayakarta pada Januari 1990. Mereka berlatih di Lapangan GOR Ragunan sebelum akhirnya ‘mengungsi’ ke Lapangan AKRI Ragunan dan Lapangan Kebagusan, Jakarta Selatan.

“Setelah di Ragunan diambil alih pemerintah provinsi, kita diberi pilihan dan kebanyakan orang tua siswa SSB memilih di Lapangan Kebagusan yang juga masih punya DKI,” ujar Niken.

Nama Jayakarta memang kadung identik dengan Ragunan. Hampir orang-orang tua yang gila bola di sekitar daerah itu kenal dengan Jayakarta, terlebih pada era 1970-an saat diisi pemain-pemain nasional dan Persija macam Anjas Asmara, Iswadi Idris, Sofyan Hadi, Sutan Harahara, ataupun Andi Lala.

Namun, era emas tersebut memudar seiring perkembangan jaman. Jayakarta yang masih menjadi bagian dari Yayasan Jaya Raya kini mulai merasakan kesulitan dalam hal lapangan dan pembiayaan.

Jayakarta saat ini memakai dua lapangan latihan, yakni Lapangan AKRI Ragunan dan Lapangan Kebagusan. Bermain di AKRI, Jayakarta harus menyewa sebesar Rp2,5 juta sementara subsidi dari Yayasan Jayakarta hanya sebesar Rp2 juta.

Sementara di Lapangan Kebagusan, Jayakarta memiliki fasilitas gratis karena sebagai pengganti Lapangan Ragunan yang kini digunakan oleh atlet-atlet DKI Jakarta.

Kredit foto: Ludus.id?Mohammad Indra Bangsawan
Pemain SSB Jayakarta sedang berlatih di Lapangan AKRI, Ragunan, Jakarta Selatan.

Dengan subsidi tersebut, Niken harus putar otak untuk menghidupi Jayakarta. Jika hanya mengandalkan subsidi, tentu saja akan terasa berat.

Niken pun memaksimalkan uang iuran per bulan dan pendaftaran siswa baru. Jayakarta memiliki tim U-8 hingga U-18 dengan uang pendaftaran sebesar Rp800 ribu dan iuran perbulannya Rp125 ribu. Siswa SSB yang sudah mendaftar akan mendapatkan seragam Jayakarta, kaos kaki dan tas.

Saat ini ada sekitar 80-an siswa aktif di Jayakarta. Mereka berlatih rutin di Lapangan AKRI pada Jumat mulai pukul 14.00 WIB dan Sabtu pukul 13.00 WIB. Sementara di Lapangan Kebagusan, Jayakarta berlatih pada Minggu mulai pukul 10.00 WIB dan Selasa pukul 16.00 WIB.

Jayakarta masih menjadi SSB yang cukup eksis bertanding di turnamen antarkelompok usia hingga Piala Persija. Mereka juga menjadi anggota PSSI Jakarta Pusat dan klub anggota Persija.

Niken menceritakan mengapa SSB-nya menjadi bagian dari Asosiasi Kota (Askot) PSSI Jakarta Pusat dan Persija. Ia menjelaskan Jayakarta sejak 1970 sudah menjadi bagian dari Persija dan saat PSSI membentuk Asosiasi Kota, Persija secara adminstrasi masuk ke wilayah Jakarta Pusat.

Kredit foto: Ludus.id/Mohammad Indra Bangsawan
Pemain SSB Jayakarta melepaskan tendangan ke gawang.

Hal itulah yang membuat SSB Jayakarta masuk menjadi bagian dari PSSI Jakarta Pusat karena sebelumnya sudah menjadi bagian dari Persija yang sebelum era Liga Indonesia masih berastatus sebagai tim Perserikatan.

“Iya, walau kita domisili sekarang di Jakarta Selatan, tetapi Askot-nya kami ikut PSSI Jakarta Pusat,” jelasnya.

Menjadi anggota Persija membuat Jayakarta mendapatkan keuntungan. Jayakarta memiliki kesempatan mengirimkan pemain-pemain terbaiknya untuk mengikuti seleksi masuk akademi Persija.

“Kita ikut kompetisi di PSSI Jakarta Pusat dan kalau ada seleksi di Persija pun kita ikut. Ada beberapa anak-anak Jayakarta yang masuk ke Elite Pro Academy Persija seperti Rifat (Waliy Maarifat) yang juga pernah masuk tim nasional Indonesia U-16 lalu,” tutur Niken.

Ia juga menyebut dua mantan pemain Jayakarta yang hingga kini masih eksis di Liga 1, yakni Andritany Ardhiyasa dan Indra Kahfi. Andri merupakan kiper dan kapten Persija sedangkan Indra Kahfi adalah bek sekaligus kapten di Bhayangkara FC.

“Andritany sama kakaknya Indra Kahfi juga dari Jayakarta. Dulu Andritany pernah dipinjam ke ASIOP karena mereka gak punya kiper saat mau tanding di luar negeri. Balik-balik ke sini dia sudah masuk timnas,” jelas Niken.

Saat ini Jayakarta memang tidak seperti dulu. Namun, pesonanya masih memukau bagi publik sepak bola Jakarta dan nasional. Bisa jadi, nama besar Jayakarta masih menjadi daya tarik untuk menjaring siswa sepak bola, seperti yang diutarakan Niken.

Sejarah Jayakarta

Kelahiran PS Jayakarta dipelopori dari M.Djamiaat Dalhar dan FH Hutasoit yang ketika itu mencari jalan bagaimana agar pembinaan pemain sepak bola di Jakarta dan juga Indonesia bisa terus berjalan.

Setelah mendapatkan kata sepakat, didirikanlah kesebelasan yang kelak diisi pemain muda dan mendapat bimbingan agar menjadi pesepak bola yang bisa diandalkan Indonesia.

Maksud membuat kesebelasan tersebut disampaikan kepada Gubernur Jakarta, Ali Sadikin. Pembentuk klub itu sebagai cara membantu kepentingan sepak bola nasional dan juga Persija.

Gubernur Ali Sadikin merestui pembentukan klub yang dipelopori Djamiaat Dalhar dan FH Hutasoit itu. Maka, dibentuklah badan bernama Yayasan Jaya Raya untuk mengatur pembentukan cabang-cabang olahraga dengan segala keperluannya.

Yayasan Jaya Raya secara resmi bediri pada 17 Oktober 1970 di bawah pimpinan Ir Ciputra. Pada saat itu juga, PS Jayakarta berdiri sebagai klub sepak bola dalam naungan Yayasan Jaya Raya.

Jayakarta ketika itu menempati kantor di Gedung Jaya Gas, Kawasan Senen, Jakarta Pusat. Saat ini gedung tersebut sudah hilang dan menjadi Mal Atrium Senen.

Klub yang identik dengan seragam biru dan oranye itu sempat berlatih di tiga lapangan, yakni Lapangan Banteng, Lapangan Komtek, dan Lapangan ABC Senayan. Jayakarta juga  menjelma klub elite di kompetisi Persija.

Mereka berhasil menjadi juara Divisi II Persija pada 1973 dan promosi ke Divisi I Persija. Baru promosi, Jayakarta tampil sebagai juara Divisi I Persija pada 1974.

Saat itu, Jayakarta diisi pemain-pemain berstatus bintang Persija dan Timnas Indonesia, seperti Anjas Asmara, Sofyan Hadi, Andi Lala, Sumirta, Suhanta, ataupun Danurwindo.

Pada 1975, Jayakarta pindah ke Komplek Jaya Raya Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pemakaian komplek tersebut diresmikan langsung oleh Gubernur Ali Sadikin.

Dengan fasilitas ‘wah’ pada masanya, Jayakarta Kembali merajai Divisi I Persija musim 1975. Pada tahun yang sama pula Jayakarta meraih juara di Kejuaraan Antarklub PSSI.

Seiring dengan prestasinya yang meningkat baik di Jakarta dan nasional, tercetus gagasan pembentukan klub semi profesional pada 1978 oleh FH Hutasoit. Kelak, Jayakarta akan bermain di Liga Sepak Bola Utama (Galatama), cikal bakal kompetisi sepak bola profesional Indonesia.

Jayakarta berpartisipasi di Galatama tanpa meninggalkan keanggotannya di Persija atau di kompetisi amatir. Jayakarta meraih banyak prestasi di kompetisi tersebut.

Sayangnya, lima tahun berpartisipasi di Galatama, Jayakarta mengundurkan diri. Klub tersebut memilih fokus di kompetisi amatir Persija dan menjalankan program pembinaan sepak bola usia muda yang bibitnya dapat dimanfaatkan oleh Persija dan timnas Indonesia.

Fokus dengan pembinaan inilah yang membuat nama Jayakarta tetap hidup. Melalui SSB yang berdiri pada Januari 1990 ini, Jayakarta terus membina para pemain muda di Jakarta.

Kredit foto: Ludus.id/Mohammad Indra Bangsawan
Salah satu pelatih SSB Jayakarta sedang memberikan instruksi kepada para pemain.

Dengan perjalanan panjang yang dialami Jayakarta, Niken dan juga jajaran pelatih yang semuanya mantan pemain Jayakarta, masih tetap menjaga kesakralan nama tersebut di Jakarta.

“Mudah-mudahan saja ada perhatian khusus kepada Jayakarta,” harap Niken singkat ketika menutup perbincangan dengan Ludus.id.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.