
Wawancara terakhir Zhang Zhi Jie sebelum meninggal.
Rasanya baru kemarin Zhang Zhi Jie melempar senyum tulus untuk keluarganya. Hari itu, Zhang menghabiskan makan malam bersama sang ibunda, bertepatan dengan hari ulang tahun saudarinya. Minggu malam (30/6), Zhang mengembuskan napas terakhir tanpa sempat mengucapkan selamat ulang tahun untuk sang adik. Dunia bulu tangkis mengirim harmoni penuh cinta untuk kepergiannya, diiringi polemik penanganan medis terhadap sang talenta.
Senin (1/7), GOR Among Rogo, Yogyakarta dipenuhi suasana duka. Para pemain dan pelatih mengheningkan cipta sebelum laga. Mereka menunduk pilu sebagai bentuk duka cita. Doa pun dipanjatkan oleh masing-masing peserta.
Momen tersebut berlangsung selama satu menit. Setelah itu, laga demi laga Badminton Asia Junior Championship (AJC) 2024 berlanjut seperti biasa. Lalu tajuk media massa beramai-ramai menayangkan berita duka.
Ajal datang tanpa pertanda. Laga pada hari itu tampak sengit. Papan skor menunjukkan Zhang terlibat permainan alot dengan wakil Jepang, Kazuma Kawano. Partai tersebut digelar pada hari ketiga AJC 2024, yaitu pada Minggu. Cina memperebutkan posisi juara Grup D dengan Jepang.
Kazuma tengah bersiap melancarkan servis saat Zhang tiba-tiba tersungkur lalu kejang-kejang. Zhang tumbang dalam posisi tengkurap. Butuh waktu lebih dari 30 detik bagi tim medis untuk memasuki lapangan untuk memberi pertolongan pertama.
Tiga orang tim medis menelentangkan tubuh Zhang sebelum satu orang lainnya membawa tandu. Saat itu, Zhang sudah tidak sadarkan diri. Zhang pun dilarikan ke RSPAU Dr. S. Hardjolukito, Kabupaten Bantul.
Tim dokter di IGD tidak menemukan denyut nadi dan tanda pernapasan spontan. Selama tiga jam lamanya, tim dokter melakukan pijat jantung luar dengan alat bantu.
Atas permintaan pihak keluarga, ofisial Cina meminta agar Zhang dipindahkan ke RSUP Dr. Sardjito, Kapupaten Sleman. Kondisi Zhang setelah dipindahkan masih sama. Tidak ditemukan adanya denyut nadi dan pernafasan.
“Setelah dilakukan penjelasan kepada ofisial tim China, tindakan pijat jantung luar dihentikan pada pukul 23.20 WIB. Dengan demikian, kesimpulan pemeriksaan dan penanganan korban, baik di rumah sakit Dr. Hardjolukito maupun di RSUP Dr. Sardjito menunjukkan hasil yang sama, yaitu korban mengalami henti jantung mendadak,” tutur Humas PBSI, Broto Happy pada keterangan yang diterima Ludus.id.
Senin (1/7) pagi waktu Cina, Pemerintah Distrik Kota Nanhu, Jiaxing mengutus perwakilan ke kediaman keluarga Zhang untuk mengucapkan belasungkawa. Di hari yang sama, Adik Zhang bergegas berangkat ke Indonesia untuk menemui almarhum, demikian sebagaimana dilansir Baixing Guanzu.
Selamat Jalan Anak Baik!
Zhang Zhi Jie lahir di Jiaxing, 30 Januari 2007. Dia tumbuh besar bersama satu orang adik perempuan. Ayah Zhang meninggal lebih dulu saat usia Zhang masih sangat kecil. Selama ini, Ibunda Zhang merawat dan membesarkan sepasang anaknya seorang diri.
Kasih dan jasa seorang Ibu memang tidak bisa dibayar dengan harga berapapun. Namun, Zhang tetap berupaya membuat sang Ibu bangga. Bulu tangkis adalah jalan yang ditempuh Zhang untuk menggoreskan senyum di wajah sang Ibunda.
Lewat cerita sang adik dalam unggahan Weibo, Zhang menggunakan semua bonus yang dia terima untuk untuk membelikan hadiah bagi ibunya. Tak hanya untuk Ibu, Zhang juga membelikan hadiah untuk adik, serta kakek dan neneknya.
Zhang terus bekerja keras mengasah kemampuan bulu tangkisnya. Buah manis pun dipetik Zhang berkat latihan kerasnya tersebut. Zhang tercatat menjuarai National U-Series Badminton Competition U15-U17 pada 2022.

Zhang Zhi Jie pada ajang Badminton Asia U-17 & U-15 Junior Championship 2023 di Chengdu, China.
Setahun kemudian, Zhang menggondol gelar juara Grup B pada ajang National Youth Badminton Championship. Haru dan suka cita pun terpancar saat Zhang terpilih mewakili negaranya di ajang Yonex Dutch Junior International 2024 dan Yonex German Junior 2024.
Pada ajang yang terakhir, Zhang sukses berdiri di podium runner-up di sektor tunggal putra U-19. Zhang datang ke AJC 2024 dengan label salah satu talenta paling menjanjikan yang patut dinantikan kiprahnya. Namun, ajang ini justru menjadi kompetisi terakhir yang diikuti Zhang.
Polemik Penanganan Medis
Seiring dengan duka dan kesedihan, kritik membanjiri tim medis AJC 2024 saat Zhang kolaps di lapangan. Tim medis dinilai lambat memasuki lapangan untuk memberikan pertolongan pertama.
Adik Zhang menjadi pihak yang paling lantang menyayangkan penanganan oleh tim medis. Dia amat mengkritik tim medis yang tidak segera masuk ke lapangan.
“Saya bahkan berpikir bahwa ini adalah akibat terburuk dari tim medis yang tidak tepat waktu dalam kondisi medis yang buruk. Menonton siaran langsung sore ini, saya melihat dia (Zhang) masih hidup dan mengangkat kepalanya setelah menunggu staf medis datang,” tulis sang adik lewat akun Weibo.
“Dia (Zhang) masih berusia 17 tahun. Anda bilang Anda segera menyelamatkannya. Anda bilang kondisi medis setempat terlalu buruk. Saya masih belum bisa menerimanya,” tutupnya.
Baik warganet Indonesia maupun Cina banyak yang juga mengkritik prosedur penanganan medis di AJC 2024. Namun, bila mengacu pada regulasi, tim medis memang tidak bisa serta merta langsung masuk ke lapangan untuk menangani sang atlet.
Aturan Federasi Bulu Tangis Dunia (BWF) memiliki prosedur sendiri dalam penanganan cedera atlet. Hal ini tertuang pada regulasi bertajuk ‘Informasi Pemain dan Pelatih tentang Penanganan Cedera di Lapangan’.
Di sana, dijelaskan bahwa tidak sembarang pihak diperbolehkan memasuki lapangan saat pertandingan berlangsung. Tim medis baru diizinkan masuk ke lapangan setelah wasit melakukan gestur mengangkat tangan kanan.
“Jika seorang pemain memohon kepada wasit untuk menerima bantuan medis, wasit harus memanggil (tim medis) dengan mengangkat tangan kanannya, dengan syarat banding untuk cedera atau penyakit yang nyata,” tulis regulasi BWF tersebut.
“Wasit kemudian akan segera datang ke lapangan, diiringi dengan dokter turnamen. Wasit dan dokter turnamen harus berusaha menyelesaikan situasi tersebut secepat mungkin agar permainan dapat dilanjutkan. Dokter turnamen harus memeriksa pemain dan menegakkan diagnosis,” lanjut keterangan pada poin kedua.
Selain mengkaji ulang regulasi bermasalah tersebut, BWF juga bisa meniru sepak bola perihal penanganan pemain kolaps di lapangan. Sebagaimana saat tim medis di ajang Euro 2020 menyelamatkan nyawa gelandang timnas Denmark, Christian Eriksen.
Kala itu, nyawa Eriksen bisa selamat lantaran panitia penyelenggara Euro 2020 menyiapkan alat bernama Automated External Defibriliator (AED). Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr, Furqon Satria Adi Pradana menjelaskan betapa pentingnya alat buatan Amerika Serikat tersebut, khususnya di ajang olahraga yang berisiko tinggi seperti bulu tangkis.
“Apakah kita bisa menyelamatkan orang dengan henti jantung mendadak seperti ini? Bisa sekali, dengan resitasi jantung paru yang cepat dan ada alat yang bernama AED. Dia (AED) bisa menyelamatkan Christian Eriksen,” tutur dr. Furqon pada akun Instagram pribadinya, @furqon.satria.

Di Malaysia, Automated External Defibriliator (AED) bisa ditemukan di tempat umum, seperti di hotel.
Saking pentingnya, menurut dr. Furqon, alat kejut listrik tersebut tidak hanya penting disediakan pada ajang olahraga, melainkan juga di tempat umum. Jebolan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengambil contoh saat dirinya berlibur ke Malaysia. Di Negeri Jiran, alat resitator tersebut bisa ditemukan di tempat publik, seperti di hotel.