Ketok Palu Penambahan Kuota Pemain Asing di Tengah Nelangsa Pemain Lokal

Kredit foto: Onside Photo
Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Arya Sinulingga hadir tak lebih dari satu jam di acara diskusi regulasi baru Liga 1 2024-2025 dengan Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI).

Hadirin di GBK Arena, Senayan, Jakarta tersentak saat Ketua APPI (Asosiasi Pemain Sepak Bola Profesional Indonesia), Andritany Ardhiyasa menyinggung ada pemain lokal yang bergaji di bawah upah minimum regional (UMR). Di momen bersamaan, CEO APPI, Hardika Aji menyebut para pemain tidak dilibatkan dalam perencanaan regulasi penambahan kuota pemain asing Liga 1 2024-2025. Namun, PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) justru tetap mengesahkan regulasi bermasalah tersebut.

PSSI Pers dan APPI menggelar diskusi regulasi baru Liga 1 2024-2025. Siang itu, Selasa (26/6), APPI, mewakili para pemain Liga 1, menyuarakan keberatan soal regulasi baru tersebut.

Acara ini turut menghadirkan Arya Sinulingga, Komite Eksekutif (Exco) sekaligus orang dekat Ketua Umum PSSI, Erick Thohir. Namun pada agenda itu, Arya hanya hadir di acara tak lebih dari satu jam.

Arya tetap bersikeras penambahan kuota pemain asing bertujuan untuk meningkatkan standar kualitas kompetisi. Penambahan kuota pemain asing diharapkan bisa membantu klub-klub Indonesia berbicara banyak di level Asia.

“Kebutuhan kita tinggi, artinya kompetitif dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kompetisi Indonesia,” papar Arya.

Selain itu, Arya berpendapat penambahan pemain asing bisa meningkatkan kualitas pemain lokal. Hal ini sejalan dengan misi PSSI yang ingin mencetak 150 pemain berkualitas.

“Mereka akan bersaing berebut posisi yang dibutuhkan pelatih. Hal ini juga membantu klub untuk mencari pemain lokal berkualitas. Artinya, pemain lokal akan berkompetitif dengan pemain asing,” ujar Arya.

Andritany dan Achmad Jufriyanto hanya duduk terdiam mendengar pernyataan Arya. Pria yang juga berkaca mata itu kemudian beranjak dari sofa, lalu pamit dari acara tersebut.

Namun, sebelum pergi meninggalkan GBK Arena, Arya menyempatkan diri meladeni awak media untuk wawancara doorstop. Pada kesempatan itu, Arya mendorong agar klub-klub Liga 1 serius mengembangkan tim muda Elite Pro Academy (EPA), agar pemain lokal mereka bisa bersaing dengan pemain asing.

“Ini kompetitif, maka klub-klub harus menyiapkan EPA sejak U-16, U-18 kencang betul, maka ketika U-20 masuk ke timnas bisa lawan pemain asing. Kalau gak disiapin, tidak ada perbandingan, kapan dia bisa tahu sudah bagus mainnya?” tutur Arya.

Nelangsa pemain lokal 

Terpisah, Hardika Aji memaparkan betapa problematiknya regulasi penambahan kuota pemain asing. Dia menyebutkan pemahaman klub-klub dalam perekrutan pemain asing masih sangat minim.

Tidak bisa dihitung jari berapa pemain asing yang gagal bersinar di Liga 1 pada musim-musim sebelumnya. Padahal legiun asing tersebut didatangkan ke tanah air dengan nilai kontrak selangit.

Klub-klub juga belum memiliki kesadaran menjaga finansial tetap sehat di tengah harga pemain asing yang tinggi. Perekrutan pemain yang asal-asalan menyebabkan maraknya penunggakan gaji pemain asing di Liga 1.  Hardika melihat sepak bola Indonesia belum siap menghadirkan banyak pemain asing di skuad.

“Masalah tunggakan gaji juga meningkat, menyerupai 2014 yang hampir setengah tim, di Liga 1 ya. Kalau di Liga 1 sebelumnya ada 18 (pemain), dan ini mayoritas pemain asing, teman-teman sudah melihat bagaimana ketika ada sengketa dan itu kan semua pemain asing,” tutur Hardika.

“Masih belum ada kerapihan mengenai pemahaman finansial, struktur legalitas dan administrasi setiap klub, bagaimana meng-hire pemain asing, bagaimana treatment kepada pemain asing ketika mereka tidak perform,” lanjut Hardika.

Kredit foto: Ludus.id/Ilham Sigit Pratama
Ketua Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI), Andritany Ardhiyasa dan CEO APPI, Hardika Aji memberi keterangan kepada media.

Hardika juga melihat penambahan kuota pemain asing semakin menutup kesempatan para pemain muda untuk menembus skuad timnas Indonesia. Hal ini dinilai bertentangan dengan misi PSSI yang ingin mencetak 150 pemain berkualitas.

“Kalau memang asingnya menjadi lebih banyak, otomatis jumlah (pemain lokal) yang nantinya berpartisipasi di liga kan semakin berkurang, jadi tidak singkron dengan apa yang kita inginkan di masa depan,” ucap pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.

Parahnya lagi, Hardika menyebut PSSI dan PT LIB tidak melibatkan pemain lokal dalam pembentukan regulasi penambahan kuota pemain asing. Para pemain di Liga 1 tidak diajak bicara atau dimintai pendapat. Padahal menurut catatannya, 80 persen pemain tidak setuju dengan adanya regulasi tersebut.

“Tidak ada yg mengajak diskusi pemain baik itu perorangan maupun secara asosiasi. Tidak ada yang mengajak diskusi, dan memang betul, lebih dari 80 persen pemain tidak cukup setuju kuota pemain asing dengan berbagai pertimbangan,” keluh Hardika.

Pada kesempatan yang sama, Andritany membantah ketidaksetujuan terhadap regulasi tersebut didasari ketakutan pemain untuk bersaing dengan rekrutan asing. Kapten Persija Jakarta ini menegaskan permasalahan kuota pemain asing lebih kompleks dari pada sekadar takut ditelan persaingan.

“Kalau soal persaingan, kita siap bersaing dengan siapapun, kalau kalian melihat kita takut bersaing dan lain-lain, itu enggak, ketika kita turun ke profesional, kita siap bersaing dengan siapapun,” ucap Andritany

“Semestinya kita harus duduk bareng antara PSSI dan LIB dan APPI, kita harus membicarakan ini, kita cari solusinya seperti apa, duduk bareng, baru di situ kita tahu, PSSI maunya apa? LIB maunya apa? Kita dari asosiasi maunya seperti apa? harus ada audiensi antara PSSI, LIB dan APPI,” papar eks penjaga gawang timnas Indonesia tersebut.

Kredit foto: Ludus.id/Ilham Sigit Pratama
PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Rabu (26/6). Sang Dirut, Ferry Paulus mengumumkan pengesahan regulasi kuota pemain asing.

Namun boro-boro audiensi, PT LIB justru tidak mendengarkan keluhan para pemain. Tepat keesokan hari setelah acara tersebut, Direktur PT LIB, Ferry Paulus mengumumkan pengesahan regulasi penambahan kuota pemain asing.

“Ada beberapa catatan kaitannya dengan kompetisi, mengenai regulasi pemain. Regulasi pemain berdasarkan yang ditetapkan, pemain asing adalah delapan pemain asing bebas, baik Asia, maupun non-Asia, seluruhnya ada di DSP (Daftar Susunan Pemain),” kata Ferry usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Hotel Fairmont, Rabu (26/6).

“Kemudian enam pemain yang bisa bermain itu juga bebas, boleh Asia semua, boleh non-Asia semua. Kemudian yang asing itu, asing diganti dengan asing, contoh misalnya delapan pemain asng yang ada di DSP, enam main, kemudian dua pemain tadi yang bisa menggantikan pemain asing,” tutur Ferry.

Gaji pemain di bawah UMR?! 

Nilai kontrak pemain lokal berada di angka selangit, hal itu memang betul. Sudah terlampau banyak petinggi klub dan agen yang membenarkan hal tersebut. Terlebih jika pemain tersebut sudah memiliki caps bersama timnas Indonesia.

Gaji pemain asing berkualitas yang sudah lama berkiprah di Liga 1 juga memiliki nilai kontrak yang tak kalah tinggi. Namun, terdapat satu isu menarik yang luput di tengah gonjang-ganjing penambahan kuota pemain asing. Rupanya, masih ada pemain lokal yang gajinya masih di bawah UMR.

Isu tersebut sempat ramai saat pandemi Covid-19. Di masa pandemi, klub mengambil kebijakan pemotongan gaji pemain untuk menjaga kondisi finansial. Namun saat ini, ternyata masih ada saja pemain yang gajinya di bawah UMR.

Hardika lantas menjelaskan penyebabnya. Menurutnya, mereka yang mengambil tawaran tak masuk akal tersebut tidak memiliki pilihan lain untuk menghidupi keluarganya. Alasannya lagi-lagi ketatnya persaingan antarpemain.

Jika seorang pemain tak mengambil tawaran gaji di bawah UMR tersebut, mau tak mau dia harus menerima tawaran dari klub Liga 3. Sementara itu, butuh waktu enam bulan bagi seorang pemain untuk kembali ke level kompetisi profesional apabila sudah terdegradasi ke level amatir.

“Nah dari pada dia menunggu itu, dan dia ngerasa dia harus perform juga untuk bisa main, mau gak mau dia terima dengan gaji yang di bawah UMR, yang Rp1 juta, yang Rp2 juta, itu fix ada. Silahkan cek klub A, B, C, kuotanya juga cuma 30-35 (pemain) per tim,” kata Hardika.

“Dari pada dia diambil (klub) terus main di Liga 3, dan harus menunggu naik ke liga pro, lalu nunggu alih statusnya berubah, jadi mendingan dia ambil (tawaran klub dengan gaji di bawah UMR),” pungkas Hardika

.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.