Krisna Bayu: Kolusi dan Nepotisme Tak Boleh Terjadi di Para Atlet

Krisna Bayu, 49 tahun, Legenda Judo Indonesia, Mengingatkan!

Otomatis itu pendidikan pasti akan terbengkalai, akan tertinggal dari siswa-siswi yang non atlet, karena apa? Ya karena energi, tenaganya buat latihan itu. Loh pendidikan kan wajib ya? Dimana tempatnya ya yang namanya pendidikan wajib. Tetapi mereka tidak menyadari terbentuknya otot dengan baik itu butuh istirahat yang cukup, iya kan? Banyak atlet yang di sekolah jadi ketiduran karena sangat kelelahan di dalam berlatih. Maka itu tidak bisa mengikuti secara optimal pendidikan di sekolah.

Itu kendala untuk menjadi seorang atlet. Tapi kan sejauh ini pemerintah belum ada solusinya untuk para atlet ini, kan belum ada. Lalu, dia berhasil, itu bukan berarti dia berhasil di usia anak ke remaja itu begitu saja, enggak. Kadang-kadang yang amatir ini kan terkena dampak dari like and dislike di organisasi.

Kalau pelaku-pelakunya ini memahami tentang organisasi olahraga dan pengurusnya adalah mantan-mantan atlet, saya pikir tidak akan terjadi like and dislike.

Olahraga ini di organisasi sering terjadi manipulasi kepentingan. Jadi yang real disingkirkan, yang tidak real ditampilkan karena ada kepentingan. Nah ini yang tidak boleh, artinya mengusung kepentingan-kepentingan seseorang pengurus atau lingkungan yang terjadi. Kolusi dan nepotisme.

Kolusi dan nepotisme tidak boleh terjadi di para atlet. Jalur atlet berprestasi tidak bisa dikolusi dan nepotisme, tapi kalau organisasi kan pasti akan terjadi kolusi dan nepotisme, karena kalau organisasi enggak ada kolusi dan nepotisme, masa mau ambil orang-orang yang enggak kita kenal?

Kan enggak mungkin, iya kan? Tapi dalam satu kasus atlet ini yang berprestasi, yang juara harus dilibatkan. Ya juara ini harus ditarik ke tim nasional atau timnas, ke tim daerah. Yang tidak juara harus dikesampingkan dulu ya, yang juara dulu. Yang tidak juara silakan berlatih lebih dulu untuk masuk ke basis lebih kuat, gitu.

Dari sini saja sudah melihat kalau atletnya masih usia muda, dari SMP ke SMA saja sudah enam tahun, kuliah sudah empat tahun, termnya sudah 10 tahun. Nah fase ini bisa terlewati dengan baik atau di tengah jalan kena intimidasi, atau terkena kolusi dan nepotisme di dalam organisasi?

Atau karir atlet itu akan moncer atau tidak. Selesai dia berprestasi di SMP, junior, cadet, remaja terus senior, berapa lama dia bisa berprestasi? Ada kendala apa? Kendalanya satu, lulus SMP, SMA, kuliah, dia jadi atlet konsen, tapi enggak dapat kerjaan. Nah ini akan menjadi dampak satu. Yang kedua, proses berjalan, prestasinya setengah berjalan, dia enggak dapat pekerjaan karena terlalu konsen di dalam berlatih, dia cedera dan dia tidak dapat prestasi, enggak optimal, anak ini mau dikirim kemana masa depannya?

Itu belum ada solusi hingga saat ini. Kalau pun ada, anak yang tidak berprestasi, bisa masuk PNS, itu hanya dampak dari sebuah kolusi dan nepotisme saja, gitu. Tapi secara real belum ada, akan menjadi solusi. Harapan kami, ya, pemerintah akan memberi solusi-solusi baik nantinya.

Nah kembali, akan menjadi solusi apa? Belum ada. Nah kembali lagi, nanti begitu atlet ini berprestasi, dia sudah mendapatkan pekerjaan, di tengah jalan dia cedera, cedera yang menjadi akut berkepanjangan, nah langkah apa yang dilakukan? Juga belum ada solusi. Kalau ada Pelatnas saja mereka diperhatikan, kalau tidak mereka harus merawat sendiri.

Artinya adalah pemerintah belum konsen menggandeng yang namanya asuransi para juara, itu belum ada gitu loh. Asuransi para juara menurut saya belum ada hingga saat ini. Ya akhirnya apa? Dampak cedera akut hingga dia purna tugas jadi atlet dan akhirnya dia cacat, dia begitu saja, tidak normal lagi untuk merah putih.

Atlet yang sudah cacat ini dalam kehidupannya selalu dihantui dengan sakit-sakitan yang akhirnya mereka ahli di bidangnya, cacat karena otot sudah tidak menguat lagi, dia jadi lemah, dan dia tidak bisa berbuat banyak lagi untuk olahraga tersebut.

Nah ada kendala lagi, apabila atlet itu champions. Pemerintah, di SEA Games saja atau di PON, mereka juara dapat bonus, nah ini yang saya warning untuk para atlet. Pengelolaan anggaran bonus itu harus jeli ya adik-adik, ini harus jeli ya, di SEA Games, di Asian Games, di PON, karena pemerintah belum bisa memproteksi secara baik, kalau dia hanya juara SEA Games.

Yang juara Olimpiade saja belum terproteksi secara baik oleh pemerintah hingga saat ini. Apalagi hanya juara Asian Games atau juara SEA Games. Maksudnya terproteksi itu, hidup mati kamu untuk olahraga dan kamu bisa masuk pada trek yang tertinggi di dunia yaitu di Olimpiade. Yang juara satu dapet medali emas, terus perak atau perunggu, pemerintah belum bisa memberi santunan pensiun sampai mati saja belum ada. Pensiun saja belum ada. Artinya proteksi ini, apalagi SEA Games dan Asian Games, waduh jauh banget.

Kenapa saya mengutarakan? Adik-adik yang baru juara dapat bonus mohon dikelola bonus itu dengan baik. Supaya, saat nanti masa mudanya sudah habis, prestasi sudah tidak gemilang lagi, prestasi itu turun, tidak mendapat salary lagi dari olahraga, tidak mendapat bonus lagi, jangan sampai bonus itu hilang, nanti berbicaralah ke media, waduh.

Jangan sampai ada berita begini: Krisna Bayu, juara Judo yang dulu gagah perkasa sekarang jual teh botol, jualan di kaki lima, di sana! Ini kan sebetulnya bukan salah pemerintah tapi salah kita pelatih  tidak mengguidence atlet itu dalam pengelolaan bonus yang baik gitu. Harus ada rencana jangka panjang. Itu yang harus disiasati, harus diperhatikan. Tanpa itu semua, saya yakin, yang mempunyai jiwa-jiwa masa depan yang baik yang akan sukses, tapi ia yang terjebak dunia mudanya dengan gengsi, uang itu habis dan saya tidak yakin mereka ke depan punya jaminan hidup yang baik juga gitu loh.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.