Indonesia sering melahirkan para pelari sprint yang kerap mengukir prestasi di kancah internasional. Dulu, kita pernah mengenal Mohammad Sarengat, Purnomo Yudhi, hingga Suryo Agung Wibowo. Semuanya pernah menyandang status sebagai “Manusia Tercepat Asia Tenggara”.
Terakhir, label itu juga pernah disandang pemuda asal Nusa Tenggara Barat, yakni Lalu Muhammad Zohri. Ya, sejak namanya viral pada 2018 silam usai memenangkan Kejuaraan Dunia Atletik U-20 2018 di Tampere, Finlandia, dengan waktu 10,18 detik, Zohri langsung menjadi tumpuan utama Merah Putih untuk merajai lari 100 meter di berbagai ajang.
Seperti salah satu event yang baru saja dijalaninya dengan membawa nama Indonesia, yaitu Asian Games 2022 Hangzhou. Zohri tampil dengan baik dan berhasil menembus babak final nomor lari 100 meter putra setelah melesat dengan waktu 10,12 detik pada semifinal.
Sayang, dia gagal memperbaiki torehannya saat tampil di final. Zohri yang diharapkan bisa membawa pulang medali justru menurun dan hanya finis di posisi keenam dengan waktu 10,16 detik dalam lomba di Hangzhou Olympic Sport Centre, Sabtu (30/9/23).
Zohri memang gagal meraih medali, tetapi catatan waktu itu menunjukkan, dia sudah mengalami perbaikan setelah didera cedera berulang selama tiga tahun terakhir. Cedera di beberapa bagian tubuh sempat membuatnya gagal berprestasi maksimal pada berbagai ajang.
Pada Asian Games Hangzhou 2022, Zohri juga belum lama pulih dari cedera. Kondisi itu membuat persiapannnya tidak maksimal dan berujung gagal meraih medali.
Sedih itu pasti. Namun, Zohri enggan meratapi kegagalannya. Dia mengakui jika teknik yang dimilikinya belum sempurna dibandingkan dengan beberapa rivalnya di lintasan.
Selain itu, ia juga terkendala masalah pemulihan pascacedera. Zohri sempat mendapat cedera saat tampil di SEA Games 2023 Kamboja nomor 200 meter putra yang membuat latihannya kurang maksimal jelang Asian Games karena harus menjalani pemulihan. Pada final nomor 100 meter di Asian Games Hangzhou 2022, Zohri sempat memimpin lomba, tetapi kemudian ritmenya larinya kacau dan sempat hampir terpeleset.
“Bisa dikatakan (ketika terlihat seperti mau terpeleset itu) sudah kecepatan maksimal, akhirnya tidak ballance (seimbang). Ini bisa dibilang speed endurance kurang dan memengaruhi keseimbangan,” kata Zohri dalam keterangan resmi NOC Indonesia.
“Speed balancing itu sebenarnya program umum, seperti setahun sebelum kejuaraan atau beberapa bulan ketika pelari ditargetkan untuk mencapai peak performance. Nah, kemarin kan sempat cedera, jadi istirahat dan tidak sempat mendapat program latihan itu,” tambahnya.
Hal itu menjadi kerugian bagi Zohri yang ditargetkan bisa membawa pulang medali. Namun, dia yakin ke depannya bisa kembali menampilkan performa terbaik.
Apalagi, dia masih memiliki mimpi untuk bisa menjadi pelari Indonesia pertama yang memiliki catatan waktu di bawah 10 detik. Sekaligus menjaga peluangnya untuk tampil dan bersaing di Olimpiade Paris 2024 mendatang.
Targetkan Pertajam Rekor
Ledakan Zohri pada 2018 lalu bisa dibilang sebuah kejutan yang positif sebab itu menjadi pertama kalinya pelari Indonesia bisa berprestasi di Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Finlandia.
Zohri yang kala itu berusia 18 tahun, tampil bukan sebagai unggulan meski datang dengan status peraih medali emas Kejuaraan Asia Atletik Junior 2018. Namun, tanpa disangka dia bisa melesat menyelesaikan perlombaan dengan catatan waktu yang impresif, yakni 10,18 detik, untuk mengunci medali emas.
Dia mengalahkan dua pelari asal Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison, untuk mengoreskan tinta emas dalam pencapaian kariernya dan mengharumkan nama bangsa.
Pada usia yang sebelia itu, dia hanya berjarak 0,01 detik dari Suryo Agung yang saat itu masih menyandang status sebagai pelari tercepat Asia Tenggara dengan waktu 10,17 detik yang diraihnya saat tampil di lari 100 meter SEA Games 2009 Laos.
Tak pelak, Zohri pun dielu-elukan bakal meneruskan bahkan melampaui prestasi milik Suryo Agung. Dan benar saja, hanya setahun berselang, Zohri memecahkan rekor seniornya itu saat bertanding di Kejuaraan Atletik Asia 2019 di Doha, Qatar.
Di ajang tersebut, Zohri mencetak rekor nasional setelah menyelesaikan lomba dengan waktu 10,13 detik yang sekaligus menjadikannya sebagai manusia tercepat Asia Tenggara. Dan hanya berselang satu bulan, Zohri mempertajam rekornya setelah finis ketiga pada kejuaraan atletik Golden Grand Prix 2019 di Osaka, Jepang, dengan catatan waktu 10,03 detik.
Dengan waktu tersebut, harapan besar pun disematkan pada Zohri untuk bisa membawa Indonesia kembali disegani di olahraga lari. Apalagi, dia mampu menjadi atlet Indonesia pertama yang lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 setelah mencapai catatan waktu tersebut.
Namun, Olimpiade Tokyo 2020 tampaknya masih jadi panggung besar yang terlalu awal ditapaki oleh Zohri. Pria kelahiran 1 Juli 2000 itu cuma tampil di babak penyisihan dan finis di urutan kelima dengan waktu 10,26 detik yang membuatnya tersingkir lebih awal.
Inkonsistensi performa juga masih jadi kendala Zohri di atas lintasan yang tak jarang membuatnya pulang dengan tangan hampa dari setiap kejuaraan yang dijalaninya.
Mulai bangkit
Kondisi Zohri mulai berubah pada SEA Games 2023 lalu, di mana dia mampu mempersembahkan dua medali, emas dari nomor lari estafet putra dan perunggu dari nomor lari 200 meter. Namun, cedera membuatnya gagal bersinar di nomor andalannya, yaitu lari 100 meter.
Pemulihan cedera yang agak lama membuat Zohri gagal meraih medali di Asian Games 2022, tetapi catatan waktu Zohri bisa dibilang tak terlalu buruk. Pengalaman di China bisa dijadikan pelajaran yang berharga baginya agar bisa kembali bangkit untuk jadi yang terbaik guna menembus Olimpiade. Dengan catatan waktu yang kian tajam, Zohri yang mulai pulih dari cedera memiliki keyakinan untuk bangkit dan mengejar tiket ke Olimpiade Paris 2024
Tentu, hal itu tak bisa dilakukan Zohri sendiri. Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) pun harus berbenah jika ingin kembali melihat atletnya berprestasi.
Zohri memerlukan berbagai dukungan dari PASI, mulai dari asupan nutrisi, pemantuan dokter olahraga untuk mencegah cedera, fasilitas latihan yang memadai, sampai dukungan dana untuk mengikuti berbagai ajang lomba lati internasional. Persaingan dengan para pelari yang lebih baik akan mendorong Zohri untuk berlari lebih cepat dan bisa mempertajam catatan waktunya agar dapat merebut tiket ke Olimpiade Paris 2024.
“Sekarang saya harus menjaga kondisi agar tidak cedera lagi, tidak banyak pikiran sehingga bisa mencapai tujuan itu (catatan waktu di bawah 10 detik dan tampil di Olimpiade Paris),” ucap Zohri.