“Tidak ada kesenangan dalam pertarungan, tetapi beberapa pertarunganku telah menjadi kesenangan untuk menang.”
-Muhammad Ali-
Kata-kata sang raja tinju sepertinya layak untuk menggambarkan sosok Fransino Tirta, seorang legenda Mixed Martial Art (MMA) Indonesia yang punya rekor kemenangan sempurna.
Bagi penggemar MMA, nama Fransino Tirta ibarat legenda yang tak pernah usang. Namanya dikenal sebagai petarung yang rekornya belum ternoda dengan kekalahan. Rekor 16-0-1 yang dimilikinnya masih terparti di dunia MMA.
Meskipun memiliki rekor sempurna, laki-laki yang memiliki julukan Pitbull itu merasa tak mendapatkan rekornya dengan mudah. Banyak rintangan dan tantangan sebagai petarung sebelum benar-benar turun ke dunia MMA profesional.
Bicara tentang Fransino Tirta memang tak bisa jauh dari bela diri karena dia memiliki minat besar terhadap dunia bela diri sejak masih kecil. Ludus.id menemui Fransino Tirta di sasana miliknya, Pitbull Academy by Fransino Tirta di Kawasan Serpong, Tangerang Selatan untuk mendapatkan kisah bagaimana dirinya terjun ke dunianya saat ini.
Ketertarikan Fransino Tirta dimulai saat dirinya menyaksikan film-film kung fu yang marak di televisi pada era 1990-an. Dia pun berlatih taekwondo saat masuk SMP sampai dengan SMA hingga dirinya meraih sabuk biru.
Sayangnya, Fransino berhenti berlatih taekwondo karena pelatihnya lebih dulu mengundurkan diri dari perguruan. Namun, dari situlah Fransino mulai tertarik dengan bela diri lainnya, yakni jiu jitsu.
“Saya berhenti berlatih taekwondo karena pelatih saya berhenti. Saat kuliah saya juga pernah berkelahi di jalanan, berkelahi waktu main bola,” tutur Fransino Tirta.
Ketika bertarung di jalanan, Fransino Tirta melakukan gerakan kuncian. Sepulangnya ke rumah, dia melihat tayangan TPI Fighting Championship dan ada satu petarung menggunakan kuncian mirip dengan yang dia lakukan saat bertarung di jalanan.
“Saya lihat posisi itu seperti yang saya lakukan nih. Wah, saya mau belajar dan cari tahu bela diri apa, dan saya akhirnya tahu itu namanya jiu jitsu. Kebetulan di kampus saya ada kegiatan jiu jitsu,” tutur Fransino menambahkan.
Dari kampus, Fransino mulai menekuni berlatih jiu jitsu dan saat bersamaa, Indonesia juga sedang memulai pertarungan bebas MMA. Dia pun tertarik dan melihat peluang menjadi petarung di MMA.
Stimulusnya adalah ketika pelatihnya mengikuti TPI Fighting Championship. Sayangnya, sang pelatih tak mendapatkan hasil bagus alias kalah, tetapi siap sangka dari kekalahan sang pelatih, Fransino Tirta muncul menjadi petarung terbaik Indonesia di MMA, tepatnya pada 2002.
“Dari situlah saya dan beberapa teman saya memutuskan terjun profesional di dunia MMA. Pertama kali saya langsung terjun ke dunia MMA langsung di profesional,” jelas Fransino Tirta.
Kala bertarung di MMA, kemenangan merupakan hal yang identik dengan Fransino Tirta. Lelaki berusia 43 tahun itu memiliki banyak momen ketika menjadi petarung MMA dan semuannya adalah kemenangan.
Bagi Fransino, setiap pertarungan akan dimulai dengan persiapan sebaik mungkin dan fokus. Tak lupa, takdir jugalah yang membuat dirinya menjadi petarung unbeaten di MMA.
“Karena menang di MMA tidak mudah. Kemenangan pertama saya itu didapatkan tidak mudah dan bahkan saya sangat kelelahan. Saya baru sadar kalau bertarung itu capek sekali, makanya setiap kemenangan saya itu sangat istimewa,” katanya.
Meski begitu, Fransino Tirta punya momen spesial dalam kariernya. Pada 2007, dirinya menjadi juara nasional di TPI Fighting Championship dengan dengan mengalahkan Yohan Mulya.
“Saat itu, saya merasa ‘wah’ ternyata satu Indonesia saya juaranya itu sangat bangga sekali pastinya,” ucap Fransino Tirta.
Melahirkan One Pride
Setelah pensiun sebagai petarung, Fransino Tirta tak jauh-jauh dari arena petarungan MMA. Dia lantas memulai One Pride, salah satu kejuaraan MMA terbesar di Indonesia.
Fransino Tirta menceritakan perjalanan awal mula berdirinya kompetisi MMA di Indonesia. Pada awal 2000-an, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki kompetisi MMA, sebuah kebanggaan tersendiri karena petarung-petarung terbaik Asia banyak yang berasal dari Tanah Air. Namun, pada 2005, kompetisi tersebut harus berhenti, menyebabkan para petarung MMA Indonesia ‘mati suri’.
“Dunia terus berkembang, begitu juga dengan MMA. Sayangnya, perkembangan itu tidak diikuti oleh Indonesia,” ujar Fransino. Ketika negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina mulai memiliki kompetisi MMA sendiri, Indonesia justru tertinggal. Hal ini terbukti ketika Indonesia kerap kalah dalam kompetisi internasional seperti One Championship yang berbasis di Singapura.
Fransino Tirta mengungkapkan cukup prihatin melihat Indonesia, yang dulu nomor satu di Asia Tenggara, kini sering kalah dari negara tetangga. Dia merasa terpanggil untuk membenahi dan membawa Indonesia untuk kembali disegani.
“Saya berbicara dengan sahabat baik saya, Pak Ardi (Ardi Bakrie). Kami sepakat bahwa Indonesia membutuhkan kompetisi MMA dalam negeri untuk mengembalikan kebanggaan tersebut,” katanya.
Dengan visi yang sama, Fransino dan Ardi Bakrie memulai kompetisi MMA nasional pada 2016, yang kini dikenal sebagai One Pride.
“Kami sangat bersyukur, meskipun pandemi Covid-19, kami tetap konsisten menggelar kompetisi setiap bulan. Sekarang sudah tahun ke-8, dan Indonesia mulai disegani kembali di kancah MMA,” ungkapnya.
Fransino Tirta mengaku tidak sulit bekerja di balik layar pertarungan MMA melalui One Pride. Kecintaan terhadap MMA membuat dirinya banyak belajar dari beberapa promotor dalam mengelola One Pride untuk menjadi kejuaraan MMA berstandar tinggi di Indonesia.
Dia menegaskan meskipun One Pride kejuaraan tingkat nasional, standar yang diterapkan tetap bertaraf internasional. Hal ini menjadi salah satu kunci kesuksesan One Pride dalam mencetak petarung-petarung berkualitas dan disegani di kancah internasional.
“Di One Pride ini, walaupun nasional, standar kita adalah internasional,” ujar Fransino.
Dengan pengalaman di dunia MMA, Fransino memahami betul karakter yang dibutuhkan seorang petarung serta bagaimana memperlakukan mereka dengan baik, terutama dalam hal keselamatan.
Dia mengakui bahwa menerapkan standar internasional dalam kompetisi nasional bukanlah hal yang mudah, namun tantangan tersebut justru menjadi bagian yang menyenangkan.
“Apakah sulit? Tidak, karena ini passion saya. Saya sangat senang sekali melakukan ini, dan saya sangat bersyukur bisa melakukannya,” tambahnya.
Prestasi petarung Indonesia juga mulai terlihat di panggung internasional. Salah satunya adalah Jeka Saragih yang berhasil menembus UFC dan mengalahkan petarung dari Brasil. Sebuah prestasi yang luar biasa bagi dunia MMA Indonesia.
Dengan One Pride, Fransino Tirta berhasil membawa MMA Indonesia kembali ke puncak, membangun kompetisi yang tidak hanya membanggakan, tetapi juga mencetak petarung-petarung baru Indonesia di dunia MMA.
Pitbull Academy untuk pencinta bela diri
Fransino Tirta tak hanya membangun MMA melalui One Pride, ia juga membangun pengembangan bela diri melalui Pitbull Academy, sasana yang dia dirikan sejak 2014 silam.
Pitbull Academy memiliki tempat bagi siapa saja yang ingin mencoba MMA, BJJ, Muay Thai, Kick Boxing, Tinju, dan Gulat. Berdirinya sasana ini juga tidak lepas dari keinginan Fransino membentuk petarung-petarung baru MMA.
Dalam mengembangkan Pitbull Academy, salah satu akademi yang dia kelola, Fransino Tirta menjelaskan saat ini media sosial menjadi alat utama dalam menjaring petarung-petarung berbakat. Dia juga merasa sangat beruntung ada platform seperti One Pride yang mempertontonkan petarung-petarung terbaik Indonesia.
Menurut Fransino, kehadiran Pitbull Academy di One Pride menjadi “iklan berjalan” yang sangat efektif. Tiga orang petarung dari akademi tersebut berhasil menjadi juara di One Pride, membuktikan kualitas pembinaan yang dilakukan.
“Ini menjadi iklan berjalan sendiri dan kita pasti juga tidak akan pernah berhenti untuk selalu mengiklankan di media sosial,” tambah Fransino.
Harapan bagi MMA Indonesia
Fransino Tirta adalah gambaran lengkap petarung MMA yang sukses membangun karier dan juga bisnis. Sebagai petarung, dirinya merupakan legenda MMA Indonesia dan di dunia bisnis, dia terbilang sukses membangun One Pride yang menjadi wadah petarung terbaik Indonesia untuk menunjukkan kualitasnya.
Dia pun berharap kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap MMA dapat meningkat, mengingat saat ini masih banyak yang belum benar-benar memahami seni bela diri campuran ini.
“Saya berharap semakin banyak pencinta MMA di Indonesia. Sekarang ini, saya rasa masih sangat sedikit sekali orang yang mengerti apa itu MMA,” ujar Fransino.
Terkait dengan One Pride, Fransino berharap kompetisi ini terus berkembang dan mampu mencetak bintang-bintang baru dari berbagai provinsi di Indonesia. Dirinya ingin melihat One Pride terus berkembang
“One Pride diharapkan bisa mencetak from zero to hero, dan membawa petarung-petarung Indonesia menuju UFC serta menjadi juara di sana,” katanya.
Sementara itu, untuk Pitbull Academy, Fransino berharap bisnis ini bisa berjalan dengan baik, sehingga dapat memberikan pelatihan berkualitas baik untuk masyarakat umum maupun mereka yang ingin terjun ke dunia profesional.
“Saya berharap Pitbull Academy bisa berkembang dengan baik, memberikan pelatihan yang bermanfaat bagi semua kalangan,” tambahnya.
Dengan visi ini, Fransino Tirta terus berupaya membangun ekosistem MMA yang kuat di Indonesia, dengan harapan Indonesia dapat menjadi kekuatan yang diperhitungkan di kancah internasional.