Inter Milan mengantongi hasil imbang rasa menang di kandang Manchester City, sedangkan sang seteru abadi AC Milan seolah diajari bermain sepak bola oleh Liverpool. Nasib duo Milan berbeda di tangan dua raksasa Inggris pada laga perdana Liga Champions 2024-2025. Intelegensi taktik yang dimiliki pelatih Liverpool, Arne Slot dan arsitek Inter Milan, Simone Inzaghi menjadi menu utama.
Pelatih AC Milan, Paulo Fonseca tampak lesu kala memasuki ruang konferensi pers usai laga di San Siro, Milan, Rabu (18/9) dini hari WIB. Juru taktik asal Portugal tersebut amat menyayangkan mentalitas anak asuhnya yang lesu usai kebobolan gol demi gol.
Padahal, AC Milan sempat unggul cepat lewat gol Christian Pulisic kala laga baru berjalan tiga menit. Namun usai Liverpool berbalik unggul melalui tandukan Ibrahima Konate di menit ke-23 dan Virgil Van Dijk jelang paruh babak, Rossoneri, julukan Milan, langsung mati lemas.
UEFA mencatat Liverpool menciptakan sebanyak 24 peluang, setengah di antaranya merupakan tembakan tepat menuju gawang. Sementara, tuan rumah hanya mampu melepaskan dua tembakan tepat sasaran.
Fonseca mengatakan dua gol Liverpool yang dicetak lewat situasi sepak pojok mengubah alur permainan. Menurutnya, mental anak asuhnya langsung rubuh usai dua gol tersebut.
“Kami bermain melawan Liverpool, yang merupakan tim besar. Kami memulai dengan bagus, baik dalam menyerang maupun bertahan. Tapi, kemudian kami kebobolan dua gol dari bola mati yang mengubah permainan,” kata Fonseca kepada Sky Sports Italia.
“Kami kehilangan keseimbangan mental. Karena ketika tim kurang percaya diri, kami akan mengalami masalah dan tidak melakukan apa yang telah kami persiapkan dalam latihan. Setelah kami kebobolan gol kedua, tim berhenti bermain, dan setelah itu menjadi sulit,” lanjutnya kemudian.
Gol Dominik Szoboszlai yang diawali dengan umpan jenius Ryan Gravenberch membunuh permainan pada menit ke-67. AC Milan pun menahan malu di hadapan publik sendiri.
Suasana berbeda dialami sang rival. Simone Inzaghi begitu semringah usai Inter Milan membawa pulang satu poin berharga dari Etihad Stadium pada Kamis (19/9) dini hari WIB.
Pada laga tersebut, Inzaghi sukses membuat pelatih Manchester City, Pep Guardiola pusing tujuh keliling lewat taktik yang dia tunjukan. Lini tengah Inter begitu padat, mereka juga berbahaya dalam situasi transisi positif.
Raja gol Manchester Biru, Erling Haaland, tak berkutik diapit dalam skema lima bek Nerazurri. The Citizens memang mampu melepaskan banyak peluang. Mereka melepaskan 23 peluang dengan rincian lima di antaranya tepat sasaran.
Namun, tidak satu pun tembakan mampu merobek jala gawang Yann Sommer. Hasil imbang tanpa gol sukses membawa Inter mencetak rekor sebagai tim pertama yang membuat Man City gagal mencetak gol di kandang pada ajang Liga Champions terhitung sejak Maret 2022.
“Para pemain bermain dengan sangat baik, kami tahu kualitas lawan kami, tetapi kami bermain dengan baik dan bisa saja lebih menyakiti mereka dalam beberapa situasi,” kata Inzaghi kepada Amazon Prime Italia.
“Kami sedikit lebih menderita di babak kedua, tetapi peluang (Mateo) Darmian dan (Henrikh Mkhitaryan itu bisa saja menjadi gol. Saya mengucapkan selamat kepada para pemain. Sekarang kami melangkah maju,” pungkasnya.
Intelejensi Slot dan Inzaghi
Tak lengkap rasanya jika tak mengulas mengenai hidangan utama pada dua laga tersebut. Arne Slot dan Simone Inzaghi, dua pelatih ini saling memamerkan kebolehan dalam meramu taktik.
Liverpool menerapkan pola 4-2-3-1 kala bertamu ke San Siro. Dalam beberapa situasi, pola ini kerap berubah menjadi 4-2-4. Slot memanfaatkan dengan baik atribut yang dimiliki Trent Alexander-Arnold.
Di atas kertas, Alexander-Arnold dipasang di pos bek sayap kanan. Namun, arsitek asal Belanda tersebut menugaskan Alexander-Arnold untuk juga mengambil peran gelandang alias inverted fullback.
Kala masih diasuh Gareth Southgate di timnas Inggris, Alexander Arnold sudah cukup sering mengemban peran tersebut. Pemain berusia 25 tahun ini selalu bergerak ke dalam dan terlibat sebagai penghubung antarlini dalam fase membangun serangan.
Tugas menjaga kelebaran diambil oleh Dominik Szoboszlai. Pola 4-2-4 Liverpool kemudian berganti format ketika mereka tidak sedang memegang bola. Pada fase pressing, Szoboszlai akan naik sejajar dengan Mohamed Salah, Cody Gakpo dan Diogo Jota. Adapun Alexander-Arnold kembali ke posisinya.
Melalui skema ini, AC Milan kebingungan mendistribusikan bola ke depan lantaran sulit menemukan ruang untuk jalur umpan progresif. Liverpool juga pandai memainkan dinamika saat melakukan pressing, antara mempertahankan garis pressing pertama dan menyerbu pemain AC Milan yang memegang bola.
Praktis AC Milan pun dikurung habis-habisan di setengah lapangan. Liverpool nyaris tanpa gangguan dalam mempertahankan dominasi lantaran selalu mampu merebut bola dengan efektif.
The Reds sejatinya kurang beruntung dalam hal menyelesaikan peluang demi peluang. Kiper AC Milan, Mike Maignan tampil impresif dalam menghentikan ancaman demi ancaman, tembakan Salah juga sempat membentur mistar.
Namun, The Reds berhasil memecah kebuntuan lewat situasi bola mati. Sementara Milan, jangankan menciptakan peluang balasan, mempertahankan bola saja mereka tak mampu sebab pressing Liverpool berjalan sangat ciamik.
“Saya pikir kami sangat nyaman menguasai bola, menekan dengan sangat baik, tetapi pada akhirnya Anda juga membutuhkan gol. Kami membentur mistar gawang beberapa kali hari ini dari permainan terbuka,” ujar Slot dilansir laman resmi klub.
“Jadi kami membutuhkan bola mati dan senang melihat kami mencetak gol untuk semua kerja keras asisten dan pemain saya. Senang melihat itu terbayar hari ini,” pungkasnya.
Beralih ke laga Man City kontra Inter. Inzaghi menerapkan formasi 3-5-2 yang berubah menjadi 5-3-2 ketika fase bertahan. Lewat skema ini, Kevin De Bruyne dan kolega kehabisan akal dalam melakukan kreasi.
Bek tengah dan bek sayap Inter terkoneksi dengan baik. Mereka sigap mengepung kala Man City mencoba merenggangkan baris pertahanan Inter lewat sirkulasi bola di sisi sayap. Alhasil, Inter selalu berhasil menang jumlah di sisi sayap.
Inzaghi juga tidak selalu merespon serangan Man City lewat transisi atau serangan balik. Arsitek asal Italia ini membawa ide cukup menarik ketika fase membangun serangan dari bawah.
Pola 2-3-5 ditunjukkan Inter ketika membangun serangan dari bawah. Francesco Acerbi naik sejajar dengan dua gelandang, Piotr Zielinski dan Hakan Calhanoglu. Adapun Yann Bisseck dan Alessandro Bastoni menemani penjaga gawang, Yann Sommer di sisi terbawah.
Sommer menjadi tumpuan pertama Inter dalam memulai fase build-up. Sementara Nicolo Barella, yang merupakan gelandang berkarakter ofensif, naik bersama para penyerang menunggu umpan progresi. Dengan begini, Inter menang jumlah dengan situasi enam lawan empat termasuk kiper.
Pertandingan ini memang tidak menghadirkan gol. Namun, adu taktik antara Guardiola kontra Inzaghi membuat laga ulangan final Liga Champions 2022-2023 ini menjadi sedap dipandang. Usai laga, Guardiola pun tak sungkan melontarkan pujian atas kejeniusan Inzaghi.
“Inter adalah tim yang bertahan dengan sangat baik. Mereka juga ahli dalam bertahan dan melakukan transisi,” ucap Guardiola kepada TNT Sports.
“Kami diancam satu setengah peluang dan kami tidak dapat menciptakan banyak peluang ketika sebuah tim bertahan dengan 11 pemain yang sangat dalam. Mereka saling membantu dengan sangat baik,” tandas Guardiola.