Loudry Maspaitella, Bakti kepada Voli Indonesia

Legenda voli Indonesia, Loudry Maspaitella, tidak pernah berhenti berbakti bagi dunia voli tanah air.
Manajer timnas voli putra Indonesia Loudry Maspaitella.

Legenda voli Indonesia Loudry Maspaitella rupanya tidak ingin berhenti berkiprah dari dunia voli. Pada pelantikan Pengurus Pusat Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PP PBVSI) periode 2023-2027, Selasa (15/8/2023), Loudry ikut dilantik menjadi Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi.

Begitu dilantik, Loudry langsung mendampingi tim nasional voli putra Indonesia pada Kejuaraan Voli Asia 2023 di Iran, bulan lalu. Loudry yang sarat akan pengalaman mendampingi para yuniornya sebagai manajer timnas.

Hasilnya, Indonesia berasil menempati posisi kesembilan di tingkat Asia. Dalam perjalanannya, Indonesia mengalahkan beberapa tim kuat, seperti Kazakhstan dan Thailand.

Sebelumnya, pada SEA Games Kamboja 2023, Loudry juga menjadi manajer timnas yang berhasil mengantarkan Indonesia meraih emas. Sebagai manajer, mantan setter timnas itu bukan hanya menyediakan berbagai keperluan pemain, tetapi juga menyuntikkan api semangat kepada mereka

Pria kelahiran Surabaya, 17 September 1969 itu menularkan semangat juang kepada adik-adiknya. Loudry yang bernama lengkap Loudryans Arison Maspaitella dipercaya oleh para pemain karena dia pernah merebut empat medali emas SEA Games pada tahun 1991, 1993, 1997, dan 2003.

Sebagai pemain klub, Loudry juga memiliki prestasi yang membanggakan. Dia sempat merasakan lima kali juara Proliga (2003, 2005, 2006, 2010, 2012) bersama Jakarta BNI 46. Setelah itu, Loudryvakum dari dunia voli dan memilih untuk menjadi pekerja kantoran di Bank Negara Indonesia (BNI).

Tiba waktunya pada 2018, Loudry ditempatkan oleh BNI di Jakarta. Momen itulah yang membuatnya kembali terlibat dalam organisasi voli nasional. Cintanya yang tak pernah luntur pada voli akhirnya menuntun Loudry untuk melepas pekerjaan di bank pelat merah itu guna berkecimpung mengurus voli nasional.

Manajer timnas voli putra Indonesia Loudry Maspaitella.

Namun, tak seperti rekan-rekan seangkatannya yang menjadi pelatih, Loudry lebih memilih untuk menjadi pengurus federasi. Baginya, itu merupakan bentuk balas jasa setelah apa yang sudah didapatkannya selama ini dari voli.

“Saya sadari saya tak ada passion di kepelatihan. Makanya, ketika ada kesempatan untuk kursus kepelatihan saya tak ambil. Untuk kepengurusan, ini mungkin value yang saya dapatkan sebab, semua yang saya dapatkan saat ini berasal dari voli. Nah, sekarang saatnya payback ke voli, untuk melayani,” tambahnya.

Jika ditarik mundur ke belakang, pria yang September ini genap berusia 54 tahun itu mengawali perjalanannya sebagai pemain voli pada usia yang masih sangat belia saat masih duduk di Sekolah Dasar (SD).

Sang ayah, Leonard Jonas Maspaitella, memiliki peran besar atas karier yang dijalani oleh Loudry. Bagaimana tidak, mantan pelatih timnas voli era 80-an itu menjejalkan anak-anaknya dengan kemampuan olahraga sejak kecil.

Buktinya, Loudry tak hanya mahir dalam voli. Kala itu, dia juga menekuni sejumlah olahraga lainnya, beberapa di antaranya adalah atletik, sepak bola, bulutangkis, basket, juga tenis meja. Bahkan, semasa kecil, Loudry lebih aktif berlatih sepak bola ketimbang voli. Namun, takdir menuntunnya untuk membesarkan nama di olahraga voli.

Di usianya yang terbilang belia, dia lebih sering bermain dengan rekan setim yang usianya jauh di atasnya. Hal itu membuatnya terbilang “matang” lebih cepat.

Menempati posisi setter pun tak lepas dari kondisi tersebut. Dengan usia yang lebih muda, Loudry memiliki postur yang lebih kecil ketimbang rekan-rekan setimnya sehingga dia ditempatkan di posisi tersebut ketimbang spiker atau middle blocker.

Potensi besarnya makin terpampang nyata pada tahun 1984. Di usia 15 tahun, berkat penampilannya bersama klub Wijaya Putra, namanya terpilih untuk membela Timnas voli junior. Dari situ, dia memutuskan untuk serius menekuni karier sebagai pemain voli lantaran jalannya sudah terbuka lebih dulu ketimbang olahraga lain, termasuk sepak bola yang juga digelutinya saat itu.

“Saya main di timnas junior mulai 1984-1989. Sebenarnya, di sela-sela membela timnas junior, saya pernah masuk timnas senior untuk Asian Games Seoul 1986 di Korea Selatan. Waktu itu saya paling muda sendiri,” kenang Loudry.

Latihan berat dijalaninya selama menjadi pemain. Tak kurang dari delapan jam baginya untuk merasakan menu latihan dalam sehari. Atlet voli kala itu dituntut untuk menguasai seluruh teknik dasar. Dan itu yang membedakan dirinya dengan pemain masa kini.

“Secara teknis, kalau pemain dulu, harus menguasai semua teknik dasar seperti operan, bertahan dan blok. Kalau pemain sekarang kan tidak. Sekarang seorang middle blocker tak perlu bertahan atau receive karena perannya digantikan oleh libero. Juga, seorang libero tak perlu spike karena dia cuma main di belakang,” kata Loudry.

Manajer timnas voli putra Indonesia Loudry Maspaitella.

Lantas, apakah pemain dulu lebih baik ketimbang saat ini?

“Bisa diakui kalau pemain dulu lengkap, artinya menguasai semua teknik dasar. Namun, bukan berarti pemain sekarang tidak baik. Justru, teknik mereka lebih matang (karena spesialisasi),” tambahnya.

Lebih lanjut, setelah tiga tahun membela Wijaya Putra, Loudry akhirnya mendapatkan kontrak semi profesional pertamanya bersama klub Petrokimia Gresik pada 1987. Setelah 8 tahun bermain untuk Petrokimia Gresik, Loudry kemudian dipinang Jakarta BNI 46 pada 1996 yang menjadi klub terakhirnya hingga pensiun pada 2015 silam.

Setelahnya, Loudry sempat memutuskan untuk mengejar karier bersama BNI. Sebelum akhirnya “pulang” ke PBVSI pada 2018 setelah diminta menempati posisi Kepala Seksi Voli Indoor. Bisa dibilang, posisi itu memang menjadi posisi yang tepat bagi Loudry.

Berbekal pengalamannya sebagai pemain dengan segudang prestasi, Loudry jelas tahu apa yang harus dikembangkan untuk meningkatkan prestasi voli nasional. Apalagi, dia datang di saat prestasi Indonesia sedang terpuruk, terutama di SEA Games.

Sejak terakhir meraih emas pada edisi 2009, Indonesia selalu gagal menempati podium tertinggi dalam empat gelaran berikutnya. Pekerjaan rumah yang cukup berat untuk mengangkat prestasi Timnas Voli Indonesia bisa dijawabnya dengan cemerlang.

Medali emas bisa kembali dibawa pulang pada edisi 2019 dan bahkan Indonesia mencatatkan hattrick emas SEA Games (2019, 2021, 2023). Menyoal kesuksesan tersebut, Loudry menjawabnya dengan rendah hati. Baginya, Indonesia memang sedari awal sudah memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.

“Saya hanya datang di kepengurusan yang tepat waktu. Kami gak punya andil 100 persen di pemain yang ada saat ini karena kita kan di pusat. Jadi, kami beruntung di pengurus periode ini punya banyak pemain terbaik. Nah, sekarang dari kami bagaimana bisa mengatur prestasi yang baik ini supaya kita bisa bawa ke level internasional,” ujarnya.

Meski kini cara mengabdikan dirinya sudah berbeda dengan ketika masih jadi pemain, tetapi cita-citanya masih sama, melihat voli Indonesia naik kelas dan menjadi Macan Asia.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.