Maarten Paes Dalam Narasi Pecundang Menjelma Pahlawan

Kredit foto: Instagram @fcdallas
Maarten Paes usai mencatat debut bersama timnas Indonesia di laga perdana babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 menghadapi Arab Saudi, Jumat (6/9).

Pada budaya populer, narasi sosok yang menjelma dari pecundang menjadi pahlawan selalu menarik. Penjaga gawang timnas Indonesia, Maarten Paes lahir dari keturunan tahanan perang di Jawa Timur. Semasa kecilnya, kehadiran Paes sama sekali tak diinginkan di lapangan hijau.

Maarten Paes menghabiskan masa kecil dengan menimba ilmu sepak bola di akademi VV Union Youth. Paes kecil tidak menikmati hari-harinya di sesi latihan. Dia datang ke tempat latihan dengan penuh keterpaksaan.

Paes menjalani sesi latihan hanya untuk menggugurkan kewajiban. Saat itu, Paes merasa sepak bola bukanlah jalan hidupnya. Menurut Paes, saat itu, sepak bola adalah cabang olahraga yang amat menuntut pemainnya untuk terus berlari. Sementara dirinya adalah tipikal bocah yang malas lari.

Bukan tanpa sebab, saat menimba ilmu di akademi, Paes ditempatkan di posisi penyerang. Padahal sejatinya, lini depan adalah posisi yang didambakan setiap pemain muda. Sebab, mereka bisa mengekspresikan diri saat merayakan gol.

Nama seorang penyerang akan selalu berada di halaman depan media massa jika mereka mampu menuntaskan tugas mencetak gol dalam suatu laga. Namun, tidak dengan Paes. Hasrat menjadi pemain yang paling disorot kamera takluk oleh rasa malas berlari yang hinggap di tubuhnya.

“Ini kisah yang aneh, saya adalah penyerang berusia 15 tahun yang tidak bersemangat dan mengikuti setiap sesi latihan tanpa motivasi. Saya tidak suka menjadi penyerang, itu butuh banyak berlari,” ujar Paes kala menceritakan masa kecilnya kepada Dallas News.

Banyak yang menganggap Paes tidak memiliki masa depan di sepak bola. Tidak terlihat tekad atau kerja keras dari diri Paes saat itu. Namun menariknya, tim junior NEC Nijmegen justru tertarik untuk merekrutnya.

Perspektif orang awam dan pelatih sepak bola profesional tentu berbeda. Salah satu pelatihnya di tim muda NEC Nijmegen menyarankan agar Paes berganti posisi. Paes pun menuruti saran pelatihnya untuk berpindah posisi ke sektor penjaga gawang saat usianya menginjak 17 tahun.

Kredit foto: Klassekeepers
Maarten Paes muda saat sesi latihan tim junior NEC Nijmegen.

Di sinilah Paes menemukan nikmatnya bermain sepak bola. Paes tiba-tiba berubah dari bocah pemalas menjadi pemuda pekerja keras. Paes amat mencintai posisi barunya sebagai seorang kiper.

“Saya menemukan gairah saya, dalam arti saya terobsesi untuk menjadi penjaga gawang yang baik. Sejak saat itu, perkembangan saya melesat,” ucap Paes.

“Saya seperti berlian yang belum diasah, dan sedikit demi sedikit, saya menjadi semakin baik. Saya merasa masih banyak potensi yang tersisa untuk berkembang,” kenang pemain yang mengidolakan Iker Casillas tersebut.

Paes kesulitan mendapat tempat utama di pos penjaga gawang tim senior NEC Nijmegen. Namun, FC Utrecht kemudian mengasah Paes hingga menjadi berlian berkilau. Total dia mencatat 12 nirbobol dalam 63 laga bersama tim berjuluk Domstedelingen tersebut.

Setelah meniti karier di Negeri Kincir Angin, Paes kemudian mencoba peruntungan di Amerika Serikat. Bersama FC Dallas, Paes menjelma penjaga gawang yang amat disegani.

Kredit foto: Instagram @maartenpaes
Maarten Paes bersalaman dengan sang megabintang, Lionel Messi usai FC Dallas menghadapi Inter Miami di suatu laga MLS.

Bahkan, Paes pernah menangkis tembakan sang megabintang, Lionel Messi dari jarak dekat. Pesona Paes di bawah mistar pun mendapat pengakuan khusus dari rekan setimnya.

“Dia (Paes) salah satu pemain kunci di tim kami. Pertama-tama, dia orang yang hebat di luar lapangan dan di lapangan dia adalah profesional yang hebat, pemain yang sangat bagus,” ujar penyerang FC Dallas, Petar Musa dipetik laman resmi MLS.

Berkat performa apiknya, Paes berhasil masuk ke tim Major League Soccer All-Stars 2024. Di skuad tersebut, Paes bersanding bersama nama-nama besar seperti Roman Burki dan eks kiper timnas Prancis, Hugo Lloris.

Oleh sebab itu, timnas Indonesia amat beruntung bisa mendapatkan servis pemain berusia 26 tahun tersebut. Tanpa adanya kiper tangguh serta tenang seperti Paes, mungkin tim Merah Putih sudah menjadi bulan-bulanan Arab Saudi pada laga pertama babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 yang berlangsung di Abdullah Sports City, Jeddah, Jumat (6/9) silam.

Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong bagaikan menemukan kepingan yang hilang di skuad asuhannya. Arsitek asal Korea Selatan itu akhirnya memiliki penjaga gawang modern di skuad tim Merah Putih.

Saat menghadapi Arab Saudi, Paes begitu tenang dalam keterlibatannya membangun serangan dari bawah. Tampak jelas pada menit keempat Paes kala menghadapi pressing. Kala itu, Paes begitu mudahnya mempecundangi Abdullah Radif lewat gocekannya.

Kredit foto: AFC
Momen Maarten Paes mempecundangi Abdullah Radif lewat gocekan mautnya di babak pertama laga timnas Indonesia kontra Arab Saudi, Jumat (6/9) silam.

Menurut catatan Fotmob, Paes mencatat 42 sentuhan di laga kontra Arab Saudi. Sebagai perbandingan, Ernando Ari hanya mencatat 25 sentuhan ketika timnas Indonesia menjamu Filipina pada putaran kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026, 11 Juni 2024 silam.

Paes memang sempat membuat kesalahan pada menit ke-77. Debut Paes nyaris berubah menjadi mimpi buruk saat Feras Al-Brikan merebut bola dari penguasaannya. Paes pun reflek melancarkan tekel terhadap penyerang Arab Saudi tersebut.

Wasit menunjuk titik putih, namun kemudian Paes berhasil membayar kesalahannya. Eksekusi Salem Al-Dawsari berhasil digagalkan. Penyelamatan mahal tersebut menjadi salah satu momen kunci dalam keberhasilan timnas Indonesia membawa pulang satu poin dari Jeddah.

“Ya tentu saja, kami melakukan persiapan dengan baik untuk itu (kemungkinan penalti). Salem (Al-Dawsari) adalah pemain yang sangat bagus, dia bersemangat tapi untungnya hasil (tebakan arah tendangan) benar. Saya melakukan penyelamatan,” ujar Paes kepada awak media termasuk Ludus.id di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Minggu (8/9) petang WIB.

Kredit foto: Instagram @maartenpaes
Maarten Paes menggagalkan penalti Salem Al-Dawsari kala timnas Indonesia menahan imbang Arab Saudi, Jumat (6/9).

Dari Kamp Tahanan, Hingga Ibu Pertiwi

Maarten Vincent Paes, lahir di Nijmegen, Belanda pada 14 Mei 1998. Keluarga dari pihak ibu Paes merupakan keturunan orang Belanda yang pernah menjadi tahanan tentara Jepang di Kediri, Jawa Timur pada masa Perang Dunia Kedua.

Gadis kecil bernama Nel Appels-Van Heyst tumbuh besar di Kediri selama 10 tahun terakhir pemerintahan Hindia Belanda. Van Heyst menghabiskan dua tahun masa kecilnya di kamp perempuan dan anak-anak.

Jepang berniat mengeksekusi seluruh tahanan sebelum Sekutu menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Rencana eksekusi tersebut batal lantaran Jepang sudah menyerah tanpa syarat. Namun sayang, Van Heyst harus kehilangan ibunya di kamp tahanan.

Setelah bebas, Van Heyst tumbuh dewasa sebagai guru sejarah. Van Heyst banyak menyebarkan pengaruh berupa budaya Indonesia di Belanda, tidak hanya di ruang kelas, tetapi juga di keluarga, tak terkecuali Paes selaku cucunya.

Kecintaan Paes terhadap Indonesia amat dipengaruhi oleh mendiang sang nenek. Tak ayal, izin untuk membela panji Merah Putih adalah salah satu wasiat terakhir Van Heyst terhadap cucu tercinta.

“Saya melihat senyum di wajahnya saat ia berkata kepada saya, ‘Ya, lakukan saja (mengambil tawaran naturalisasi PSSI)’” ujar Paes.

Kredit foto: Instagram @maartenpaes
Maarten Paes bersama mendiang sang nenek, Nels Apels-Van Heyst.

Paes mengaku memiliki hubungan yang amat akrab dengan sang nenek. Van Heyst selalu menceritakan banyak hal soal Indonesia, dan Paes selalu antusias menyimak kata demi kata.

“Kami memiliki hubungan yang istimewa, ikatan yang spesial, karena ada juga sejarah perang dan sebagainya, dia (Van Heyst) selalu pendiam. Tetapi dengan saya, dia membicarakan segalanya,” kata Paes dilansir 3rd Degree.

“Saya mendengarkan beberapa hal yang terjadi, tetapi dia selalu berbicara sangat baik tentang waktunya di sana, terutama sebelum perang,” tandasnya.

Namun, Van Heyst meninggal sebelum Paes dinyatakan resmi memeluk kewarganegaraan Indonesia. Kemudian setelah resmi menjadi WNI pada April 2024 silam, Paes menantikan eligibilitasnya untuk membela timnas Indonesia lewat proses panjang hingga persidangan di Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS)

Kendati demikian, Van Heyst kini tersenyum dari langit menyaksikan cucu tercintanya menyanyikan lagu Indonesia Raya.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.