Sebanyak 27 gol sudah bersarang di gawang timnas putri Indonesia selama rangkaian laga uji coba di Belanda. Namun, Garuda Pertiwi tetap berdiri tegar.
Mereka sudah mati rasa dan terus berjuang meski sadar diri kalah segalanya. Kini tinggal menunggu janji PSSI untuk menggulirkan kompetisi berjenjang di tanah air.
Pada Rabu (23/10) silam, gawang timnas putri Indonesia diberondong 12 gol oleh tim putri ADO Den Haag. Tim Merah Putih hanya mampu membalas satu gol melalui kaki Claudia Scheunemann.
Pada laga itu, tim besutan Satoru Mochizuki menghadapi pemain-pemain yang memiliki caps di timnas putri Belanda seperti Barbara Lorsheyd dan Cheyenne van der Goorbergh. Kemudian pada Jumat (25/10) dini hari WIB, timnas putri Indonesia menghadapi timnas putri Belanda.
Peringkat FIFA timnas putri Belanda dengan timnas putri Indonesia terpaut amat jauh. Belanda berada di urutan ke-11, sedangkan Tim Merah Putih berada di posisi 104. Perbedaan kualitas di lapangan sudah menjadi pertunjukan pasti kala kedua tim bersua di Stadion De Vijverberg, Doetinchem, Belanda.
Benar saja, baru babak pertama, timnas putri Indonesia sudah kebobolan enam gol. Keenam gol tersebut masing-masing dicetak Romee Leuchter (10’ dan 31’), Jill Roord (21’), penalti Sherida Spitse (28’), gol bunuh diri Agnes Hutapea (33’) dan Lotte Jasmijn Keukelaar (41’).
Pada paruh kedua, tim berjuluk Oranje Leeuwinnen kian ganas. Mereka berhasil mencetak sembilan gol tambahan. Roord (48’) dan Keukelaar (57’) melengkapi brace mereka. Damaris Egurolla turut menyumbang gol (56’).
Baca juga:
Amuk Rintih Atas Pelampiasan Garuda Pertiwi
Kemudian terdapat Nina Nijstad (63’ dan 73’) yang ikut mencetak dwigol. Renate Janssen mencetak hattrick dalam kurun waktu 15 menit (66’, 74’ dan 81’). Katja Snooijs kemudian menutup malam menyedihkan bagi timnas putri Indonesia (75’).
Menariknya, skor telak 15-0 ini menjadi kemenangan terbesar timnas putri Belanda sepanjang sejarah. Adapun pertandingan menghadapi Indonesia adalah salah satu bagian dari persiapan menuju Euro Putri 2025.
“Dalam persiapan untuk Euro, tim putri bermain melawan Islandia. Mereka ranking 50 dan 75 di dunia saat itu,” ujar pelatih timnas putri Belanda, Andries Jonker, dipetik Nu.nl.
“Setelah menang 4-0 beruntun, muncul suasana hati bahagia dan gembira baik di publik maupun di media. Staf dan pemain dapat kepercayaan diri tinggi. Jadi, saya senang Indonesia mau datang ke sini dan bermain sepak bola,” sambungnya menambahkan.
Selain soal peringkat FIFA yang bak langit dan bumi, timnas putri Belanda memang dihuni pemain-pemain yang berlaga di klub elite Benua Biru, sebut saja Dominique Janssen (Manchester United), Sherida Spitse (Ajax Amsterdam), Wieke Kaptein (Chelsea), Jill Roord (Mancester City) hingga Esmee Brugts (Barcelona).
“Pemain sudah berjuang dan bekerja keras sampai pertandingan berakhir. Mereka tidak menyerah dan terus bertarung.”
Timnas putri Indonesia sejatinya memiliki pemain yang berkarier di luar negeri seperti Zahra Muzdalifah (Cerezo Osaka) dan Claudia Scheunemann (SV Hamburg). Namun, kualitas di skuad Garuda Pertiwi tidak merata. Banyak pemain yang masih sabar menanti kejelasan kompetisi putri.
Kendati demikian, sudah tidak ada tangisan atau rintihan di kubu timnas putri Indonesia. Mereka tetap tersenyum bangga lantaran sudah berjuang dan tak gentar sedikit pun untuk bertarung hingga titik darah penghabisan meski menghadapi tim raksasa.
“Pemain sudah berjuang dan bekerja keras sampai pertandingan berakhir. Mereka tidak menyerah dan terus bertarung,” kata pelatih timnas putri Indonesia, Satoru Mochizuki dilansir laman resmi PSSI.
“Saya rasa itu bagus untuk perkembangan tim kita, dan semoga kita akan lebih baik lagi ke depan,” lanjut arsitek asal Jepang itu.
Terlepas dari itu, Mochizuki bersyukur anak asuhnya diberi kesempatan menghadapi tim elite. Hanya saja, Mochi, sapaan akrabnya, menyayangkan terlalu banyak gol bersarang di gawang tim asuhannya.
“Kami sangat bersyukur mendapat kesempatan untuk bisa melawan tim kuat seperti Belanda. Namun, memang sangat disayangkan kami banyak kebobolan di pertandingan itu,” tandas Mochi.
Efek tak ada kompetisi
Efek tidak ada kompetisi di tanah air amat terlihat jika membedah isi pertandingan secara keseluruhan. Menghadapi tim yang levelnya jauh di atas, timnas putri Indonesia tentu harus menerapkan strategi bertahan dan mengandalkan transisi serangan balik.
Pada laga itu, Mochizuki menerapkan pola 5-3-2. Skema ini terus dipertahankan sejak menit awal hingga akhir pertandingan. Namun ketika sudah berhasil merebut bola, lini bertahan yang dipimpin Shafira Ika Putri tidak kuat menghadapi tekanan sporadis Belanda.
Mereka selalu kehilangan bola kembali. Claudia dan Sydney Hooper yang menghuni pos ujung tombak seringkali harus ikut turun menjemput bola, namun upaya mereka tak membuahkan hasil sebab aliran bola terpampat pressing agresif Belanda.
Sementara, Belanda di atas kertas menggunakan formasi 4-3-3, namun pada praktiknya selalu berubah menjadi 3-2-5. Andries Jonker menugaskan trio bek tengah Lynn Wilms, Sherida Spitse dan Dominique Janssen untuk bermain melebar.
Hal ini untuk mengakomodasi distribusi bola lewat sayap, sebab sisi tengah pertahanan Indonesia cukup padat. Terbukti, mayoritas gol Belanda tercipta lewat sisi sayap, khususnya sisi kanan.
Namun, meski sisi tengah cukup padat, pertahanan Indonesia tetap mudah sekali disorganisasi. Hal ini akibat dari para pemain yang selalu tidak fokus pada pergerakan tanpa bola pemain Belanda.
Contohnya terlihat sebelum insiden penalti pada babak pertama, dimana kiper Indonesia menjatuhkan Nina Nijstad di kotak terlarang. Sebelumnya, tampak empat pemain Indonesia mengerubungi Wieke Kaptein yang memegang bola. Akibatnya, Nijstad bebas mengekspos ruang di garis pertahanan Indonesia.
Contoh lain terdapat pada gol keenam Belanda pada penghujung babak pertama, Keukelaar dibiarkan berdiri bebas. Sama sekali tidak ada pemain yang mengawal pemain Ajax Amsterdam itu.
Konyolnya, justru Claudia, yang notabene seorang penyerang, berinisiatif mengejar Keukelaar. Sayangnya, posisi Keukelaar sudah cukup jauh dari Claudia sehingga gol pun tercipta dengan mudah.
Singkatnya, tampak jelas pada babak pertama bahwa timnas putri Indonesia tidak memiliki struktur yang jelas perihal marking pemain lawan. Tak ada kejelasan mengenai tugas siapa harus menjaga siapa.
Pada babak kedua, timnas putri Belanda mencetak sebanyak sembilan gol, dengan enam di antaranya tercipta lewat umpan silang udara. Belanda cukup banyak mengirim umpan silang pada paruh kedua. Mereka jelas memanfaatkan keunggulan postur atas pemain Indonesia.
Timnas putri Indonesia mendapat pelajaran berharga dari segi mentalitas. Namun penerapan taktik mengenai bagaimana menghadapi pressing lawan, struktur marking serta transisi positif didapat dari kompetisi.
Bagaimana mau menerapkan taktik di lapangan jika tidak ada pertandingan rutin digela, sementara PSSI menjanjikan kompetisi Liga 1 Putri baru bisa digulirkan pada 2026 mendatang? (Ilham Sigit Pratama)