Klub mengeluh harga pemain lokal Indonesia melambung tinggi, para pemain menyuarakan gerakan di media sosial untuk menentang regulasi baru perihal penambahan kuota pemain asing, dari yang semula enam menjadi delapan. Belum ada titik temu antara dua kepentingan tersebut. Di sisi lain, terdapat pendapat perubahan regulasi tersebut berkaitan dengan campur tangan pihak yang ingin mengeruk keuntungan.
Kongres PSSI digelar di Hotel Shangri-la, Sudirman, Jakarta, pada Senin (10/6) siang WIB. Awak media yang hadir memasang ekspektasi membawa pulang bahan pemberitaan mengenai kejelasan regulasi pemain asing. Sebab, media sosial sudah kadung bising.
Namun, rupanya tidak ada pembahasan tersebut pada Kongres PSSI yang rutin digelar setiap tahun itu. Pertemuan tersebut hanya membahas perihal audit keuangan PSSI, wacana Liga 4, penyusunan jadwal liga untuk tiga musim ke depan, APBD untuk kompetisi antarpelajar, serta liga amatir.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir menyerahkan permasalahan kompetisi musim depan ke PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) dan klub. Seperti biasa, Erick pun melontarkan retorika perihal transformasi sepak bola tanah air.
“Tadi kan saya sudah sampaikan bahwa kita beri kesempatan liga dan klub untuk me-review. Apalagi ada aturan AFC sekarang yang terbaru. Kita silahkan,” kata Erick usai kongres.
“Yang penting kita mendukung. Tetapi, yang paling penting bagaimana tadi liga, klub-klub harus bertransformasi seperti kita juga mendorong transformasi di Asprov,” lanjutnya pria yang juga Menteri BUMN ini.
Sementara Direktur Utama PT LIB, Ferry Paulus menyatakan pembahasan perihal mekanisme liga akan dibahas lebih lanjut pada agenda yang lain. Menurutnya, segala mekanisme kompetisi, termasuk regulasi pemain asing, akan difinalisasi terlebih dahulu sebelum diumumkan ke publik.
“Kan pertama terkait delapan regulasi pemain asing. Itu rekomendasinya sudah hampir clear. Kemudian Liga 2 seperti apa (regulasi pemain asingnya), juga besok lagi finalisasi. Kemudian tadi ada rencana Liga 3 dan Liga 4, Ya, kita mau finalisasi dulu,” ujar eks Direktur Olahraga Persija Jakarta itu.
Gelagat klub
Sejatinya, tidak ada klub yang terang-terangan mendukung adanya regulasi baru terkait kuota pemain asing. Namun, gelagat yang diutunjukkan tidak bisa berbohong. Madura United dan Bali United adalah dua klub yang tampak mengeluhkan melonjaknya harga pemain lokal.
“Mahal pemain lokal mas, itu aja sih,” ujar Manajer Madura United, Umar Wachdin kala ditemui awak media.
“Posisi kita bukan mendukung atau tidak mendukung, tapi kita lihat kepentingan dan tujuannya, artinya jika untuk sepak bola Indonesia yang lebih baik, why not (regulasi baru pemain asing)?” tutur Umar.
Gelagat senada diutarakan CEO Bali United, Yabes Tanuri. Pria berkaca mata ini menyebut harga pemain lokal melambung tinggi, beberapa bahkan lebih mahal ketimbang pemain asing.
“Harga pemain lokal agak tinggi, beberapa banyak jauh lebih mahal dari pada pemain asing, tapi ya kita juga melihat, sering bermain atau nggak,” ujar Yabes.
“Basically kalau kita melihat, kita kalau mau beli pemain, ataupun cari pemain, tergantung dari kemampuan, ada harga ada barang gitu lah,” ucapnya menambahkan.
Persib Bandung dan Persebaya Surabaya memilih bermain di zona aman. Perwakilan kedua klub tersebut enggan berkomentar terlalu banyak sebelum PT LIB dan PSSI mengetok palu.
“Kita tunggu keputusan finalnya. Kan keputusannya belum final, kita tunggu keputusan finalnya baru kita bisa lebih pasti lah. Kita jangan berasumsi mengenai kuota pemain asing. Kita tunggu aja ketok palunya,” ucap Direktur Olahraga Persib, Teddy Tjahjono.
“Saya sudah sampaikan ke teman-teman media bahwa Persebaya akan berkomentar terkait sesuatu yang sudah pasti. Yang soal kuota pemain asing dan sebagainya itu masih rumor, belum ada pernyataan apapun dari PSSI selaku regulator,” tutur Direktur Operasional Persebaya, Chandra Wahyudi.
“Makanya Persebaya tidak akan berkomentar terlalu banyak soal itu. Acuan kami adalah regulasi yang kita jalankan musim lalu. Regulasi yang dijalankan terkait pemain asing musim lalu kan 5+1, Ya itu saja yang jadi acuan Persebaya,” tandas Chandra.
Persis Solo menyatakan regulasi baru pemain asing harus dikaji lebih lanjut perihal baik dan buruknya. Jika diberlakukan, Manajer Persis Solo, Chairul Basalamah mengimbau para klub agar berhati-hati dalam merekrut pemain asing.
“Saya sampaikan bahwa mau delapan atau 10 atau berapapun, yang jadi titik poin bagi saya apakah diiringi dengan peningkatan kualitas asing yang datang? Harus ada verifikasi dan regulasi biar fair,” ucap Chairul.
“Kalau dibilang anak lokal kita harga tinggi dan kualitas tidak seberapa, oke, maka harus berimbang. asing yang datang juga harus oke,” lanjutnya.
Menurut Chairul, hanya pemain asing kualitas premium yang boleh tampil di Liga 1. Jika perekrutan pemain asing dilakukan asal-asalan, bukan transfer ilmu yang didapat, melainkan hanya menggerus menit bermain dan mimpi anak bangsa.
“Kasus kegagalan kontrak di tengah jalan banyak, karena ketidakpuasan performa asing. Karena apa? Hampir bisa dikatakan pelatih hanya lihat potongan video, kecuali si pelatih pernah melatih pemain tersebut,” ujar Chairul.
“Pemain yang biasa di Eropa, ketika datang ke sini bukan dia gak bagus. Cara mainnya beda, adaptasi udara luar biasa. maka itu harus diimbangi,” pungkasnya.
Peningkatan kualitas atau kepentingan bisnis?
Selain soal melonjaknya harga pemain lokal, pendapat populer yang menyeruak mengenai regulasi penambahan kuota pemain asing adalah peningkatan kualitas kompetisi. Sebelumnya, diketahui bahwa kualitas kompetisi Liga 1 masih di posisi buncit.
Pada laman AFC, Indonesia masih berada di peringkat ke-28 dalam tabel ranking kompetisi Asia. Sementara di Asia Tenggara, Indonesia bertengger di peringkat keenam, bahkan di bawah Filipina dan Singapura.
Negara tetangga, Malaysia berada di posisi runner-up pada tabel ranking kompetisi Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan kualitas kompetisi di tanah air masih jauh tertinggal ketimbang para rival.
Asumsinya, bertambahnya pemain asing di Liga Indonesia akan berdampak positif pada peningkatan kualitas kompetisi. Sementara itu, pengamat sepak bola, Anton Sanjoyo atau yang disapa Bung Joy menyebut kuantitas pemain asing bukan parameter penentu peningkatan mutu liga.
“Tidak ada yang tahu pasti, apakah lima, apakah delapan, atau 10 akan meningkatkan mutu kompetisi, nobody knows, itu hal yang gak bisa diukur,” kata Bung Joy pada Youtube Sportsmagz.
“Kecuali kalau instan misal dengan lima pemain asing, klub Indonesia bisa berkiprah di Liga Champions Asia, kan sekarang belum terbukti. Dengan delapan apakah terbukti juga? Gak ada yang tahu, keresahan ini cobalah diselesaikan PT LIB dan PSSI,” tuturnya menambahkan.
Bung Joy juga mengungkit adanya kemungkinan kepentingan bisnis di balik regulasi penambahan pemain asing. Bisa saja, ada campur tangan agen-agen pemain yang ingin mengeruk keuntungan dari mendatangkan pemain asing ke Liga Indonesia.
“Kecuali, ada tekanan-tekanan bisnis di antara pelaku-pelaku itu, misalnya dari agen, atau pemilik klub yang merangkap menjadi agen, macam-macam. Kita kan gak pernah tahu hutan belantaranya Liga Indonesia ini seperti apa,” ujar Bung Joy.
“Semua keputusan itu pasti ada sesuatu, ada tujuan tertentu yang tidak dibuka ke publik, karena kemungkinan besar ada tujuan-tujuan yang tidak terkait dengan sepak bola, tetapi dengan bisnis,” ucap sang jurnalis senior.
“Kalau saya jadi pemain, pasti saya juga akan ikut gerakan itu (menentang regulasi penambahan kuota pemain asing), karena gak jelas tujuannya apa, syarat-syaratnya apa kan gak pernah dipublikasi oleh PT LIB dan PSSI,” pungkasnya.