Merelakan Andres Iniesta, Pertanda Sudah Dewasa

Kredit foto: Instagram @andresiniesta8
Andres Iniesta mengangkat trofi Liga Champions 2008-2009 di Stadio Olimpico, Roma usai membantu Barcelona menekuk Manchester United dengan skor 2-0 pada partai final. Iniesta menyatakan pensiun di usia 40 tahun, Selasa (8/10).

Pria itu seketika menangis kala ditanya apa arti sepak bola bagi hidupnya. Sang legenda lantas tak mampu berkata-kata. Andres Iniesta pun pamit dari sepak bola dengan cara yang penuh estetika. Tak lagi melihat Iniesta di lapangan hijau, tandanya Anda sudah cukup beranjak dewasa.

Seorang anak kecil begitu riang dengan berbagai mainan yang dibelikan orang tuanya. Suatu saat, ketika hendak melanjutkan studi ke bangku kuliah, dia sadar dirinya bukan anak-anak lagi.

Sang remaja sudah beranjak dewasa. Kini, saatnya dia berpisah dengan mainan-mainannya. Dengan mengendarai mobil, remaja pria itu mewariskan seluruh mainannya kepada seorang anak perempuan yang merupakan tetangga satu perumahannya.

Satu per satu mainan dikeluarkan dari kardus. Dia pun memperkenalkan mainan-mainannya kepada sang anak perempuan. Satu per satu dikeluarkan hingga tersisa satu mainan berwujud koboi.

Remaja berambut cokelat itu cukup lama menatap sang mainan koboi, hingga dengan berat hati dia terpaksa mengeluarkan mainan kesayangan tersebut dari kardus. Ekspresi pemuda itu lantas berubah drastis.

“Dia adalah sahabat saya, sejauh saya bisa mengingatnya. Dia pemberani, baik hati, pintar. Tapi, yang membuat dia istimewa, dia tak pernah meragukan dirimu selamanya. Dia selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi. Apakah kamu bisa menjaga dia untuk saya?” tutur remaja itu seraya menyerahkan sang koboi mainan.

Adegan itu adalah penutup apik dalam film kartun legendaris, Toy Story 3. Film besutan Disney Pixar ini ditujukan untuk anak-anak. Namun, adegan ini seakan memperingatkan penonton bahwa hal menyedihkan bernama perpisahan senantiasa menanti ketika mereka sudah beranjak dewasa.

Setiap perpisahan memang selalu mengundang tetes air mata. Hal itu adalah bagian alami dari kehidupan, tak terkecuali sepak bola. Yang tua digantikan yang muda, beginilah cara kerja waktu di alam semesta.

Setiap tahun, penggemar sepak bola di seluruh dunia selalu disuguhkan perpisahan dengan idola masa kecil. Iniesta adalah salah satu dari sekian banyak kisah perpisahan epik.

Setiap legenda memiliki ceritanya sendiri. Para penggemar sudah lama berpisah dengan persaingan panas Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo dalam laga panas bertajuk El Clasico.

Sudah lama pula penggemar tidak lagi menyaksikan panasnya Patrick Vieira dan Roy Keane setiap kali Arsenal bersua Manchester United, pun demikian halnya kala Francesco Totti atau Zlatan Ibrahimovic membacakan pidato perpisahan kepada suporter di stadion. Masih segar pula di ingatan kala Toni Kroos pamit dari lapangan hijau dengan penuh emosi.

Kredit foto: Instagram @andrsiniesta8
Andres Iniesta usai merayakan gol ke gawang timnas Belanda pada final Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Ini jadi salah satu momen ikonik dalam karier Iniesta.

Sementara Iniesta, siapa yang tidak ingat gol ikoniknya ke gawang timnas Belanda di laga pamungkas Piala Dunia 2010? Tidak harus menjadi penggemar Barcelona atau timnas Spanyol untuk ikut merayakan tembakan setengah volinya ke gawang Maarten Stekelenburg dengan gegap gempita.

Piala Dunia edisi itu masih dianggap sebagai salah satu edisi terbaik sepanjang masa. Iniesta menjadi aktor yang membuat kenangan itu tidak bisa dilupakan.

Sosok guru sekaligus teladan yang rendah hati

Iniesta telah dianggap sebagai gelandang paling jenius pada masanya. Visi dan umpan-umpannya yang matang selalu berhasil memanjakan rekan-rekannya. David Villa, Pedro Rodriguez hingga Lionel Messi tidak perlu kesulitan menyelesaikan peluang berkat kejeniusan pemilik nama lengkap Andres Iniesta Lujan itu.

Iniesta sudah menamatkan sepak bola. Selain telah memenangkan Piala Dunia dan dua buah gelar Euro, Iniesta pernah menorehkan sejarah dengan membawa Barcelona mendulang enam trofi dalam satu tahun alias sextuple.

Sepanjang kariernya di level klub, Iniesta mengemas 93 gol dan 161 umpan berujung gol dalam 885 laga. Sementara bersama El Matador, julukan timnas Spanyol, Iniesta mengoleksi 14 gol dan 30 assist dalam 131 laga.

Namun demikian, Iniesta tidak pernah berpuas diri. Pria kelahiran Fuentalbilla, 11 Mei 1984 itu selalu merasa bahwa dia bukanlah pemain yang sempurna. Iniesta merasa dirinya tidak lebih hebat ketimbang duo Manchester United, Paul Scholes dan Ryan Giggs.

“Mereka (Giggs dan Scholes) telah memainkan banyak pertandingan, memecahkan rekor, memenangkan gelar, dan lebih jauh lagi mereka membuktikan bahwa dalam setiap pertandingan mereka adalah pemain profesional yang hebat,” ujar Iniesta dilansir United In Focus.

“Mereka adalah contoh bagi kami dan bagi para pemain muda yang bermimpi untuk menang suatu hari nanti. Mereka adalah referensi yang dapat Anda pelajari dalam banyak hal,” pungkas jebolan La Masia ini.

Iniesta memang pengagum berat Scholes. Berbeda dengan Iniesta, Scholes, bersama timnas Inggris, tidak pernah mencicipi gelar bergengsi di level internasional seperti Euro atau bahkan Piala Dunia.

Namun bagi Iniesta, gelimang gelar internasional bukanlah tolok ukur kualitas pemain. Bahkan Iniesta menamai putranya dengan nama Paolo Iniesta, terinspirasi dari nama depan Scholesy, Paul.

Pada final Liga Champions 2010-2011 di Wembley Stadium, London, Iniesta tidak menyia-nyiakan kesempatan bertukar jersei dengan sang idola. Iniesta adalah orang pertama yang menghampiri The Ginger Prince, julukan Scholes, untuk bertukar jersey.

Kredit foto: Akun X @playersayings
Paul Scholes mengenakan jersei Andres Iniesta usai Manchester United kalah 1-3 dari Barcelona pada final Liga Champions 2010-2011.

Scholes membalas Iniesta dengan rasa hormat yang sama. Jenderal Setan Merah itu turut mengungkapkan betapa terhormat dirinya bisa bertarung dengan Iniesta di lapangan tengah.

“Saya beruntung bisa membagi lapangan beberapa kali dengan sosok terbaik yang pernah ada. Saya hanya berharap kita bisa berbagi sepak bola lebih lama lagi,” tulis Scholes lewat akun Instagramnya kala mengucapkan selamat pensiun kepada Iniesta.

Sementara di La Masia, Iniesta adalah sosok teladan. Pedri adalah salah satu bintang muda Barcelona yang amat mendambakan permainan Iniesta. Pedri gemar melihat dengan seksama rekaman permainan Iniesta, kemudian mempraktikannya setiap sesi latihan.

Tak ayal, gaya bermain Pedri dan Don Andres cenderung mirip. Permainan Pedri yang cenderung sederhana, tidak melibatkan teknik individu sarat gaya namun efektif membaca permainan, amat mirip dengan yang diperagakan Iniesta di masa jayanya.

“Saya selalu menyukai Iniesta. Cara dia bermain sepak bola dan sikapnya di dalam dan di luar lapangan. Dia menjadi referensi saya, dan saya mencoba menirunya,” ujar Pedri.

Tak hanya soal permainan, Pedri bahkan sempat ingin meniru gaya rambut Iniesta. Ya, Pedri pernah ingin mencukur kepalanya hingga botak demi terlihat mirip dengan sang idola. Namun niat tersebut urung terlaksana karena tak diizinkan sang Ayah.

“Sekali waktu, saya pernah meminta tukang cukur untuk mengubah gaya rambut saya menjadi seperti Iniesta. Namun Ayah saya berkata ‘Tidak, tidak bisa karena Iniesta botak’,” kenang Pedri.

Kredit foto: Facebook/Fabrizio Romano Here We Go
Pedri adalah salah satu pemain yang amat mengidolakan Andres Iniesta.

Sementara itu, pelatih legendaris Italia, Arrigo Sacchi terang-terangan memuji kecerdasan Iniesta. Sacchi pun melontarkan frasa menarik pada video pengumuman pensiun Iniesta.

“Dia adalah salah satu dari sedikit pesepak bola yang menjadi guru sebelum menjadi murid,” ujar Sacchi.

“Dia memiliki segalanya di kepalanya, karakter yang dia miliki juga sangat sederhana” sahut pelatih lainnya, Louis Van Gaal pada video tersebut.

Pep Guardiola, yang menjadi pelatih penting dalam karier Iniesta, juga tak mau ketinggalan. Arsitek yang kini menukangi Manchester City ini amat bersyukur pernah memiliki talenta sebesar Iniesta di skuad asuhannya

“Memiliki salah satu talenta paling penting seperti Andres, ini memberikan saya tambahan energi untuk terus maju. Saya selalu bersyukur (punya pemain seperti Iniesta),” ucap Guardiola.

Sang megabintang, Lionel Messi yang menemani perjalanan sukses Iniesta di Barcelona juga turut merasa kehilangan. La Pulga, julukan Messi, menganggap Iniesta sebagai rekan setim paling ajaib sepanjang kariernya mengolah kulit bundar.

“Salah satu rekan setim yang paling ajaib dan salah satu yang paling saya nikmati kala bermain bersama,” tulis Messi di Instagram.

“Andres Iniesta, bola akan merindukanmu, dan begitu juga kita semua. Saya selalu mendoakan yang terbaik untukmu, kamu adalah sebuah fenomena,” lanjut Messi.

Pamitnya Iniesta menjadi pertanda bahwa fans sepak bola kelahiran 1990 hingga 2000-an sudah beranjak dewasa. Kenangan yang ditinggalkan terus mengalir seiring derasnya air mata sang legenda.

“Ya, semua air mata yang kita tumpahkan akhir-akhir ini adalah air mata emosi, air mata kebanggaan. Itu bukan air mata kesedihan,” ujar Iniesta pada konferensi pers perpisahannya, dikutip Eurosport.

“Itu adalah air mata seorang anak laki-laki dari kota kecil seperti Fuentealbilla, yang bermimpi menjadi pemain bola dan kami mencapainya setelah banyak kerja keras, pengorbanan, pantang menyerah, nilai-nilai penting dalam hidup saya,” tutupnya.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.