
Mohammad Ahsan resmi menyusul tandemnya, Hendra Setiawan untuk memutuskan gantung raket. Jagoan ganda putra Indonesia ini sangat layak mendapat salam perpisahan termanis mengingat dirinya bukan hanya mewariskan segudang prestasi, melainkan juga menunjukkan sikap keteladanan baik di dalam maupun di luar lapangan.
Ahsan pamit undur diri dari kiprahnya sebagai atlet bulu tangkis andalan Merah Putih melalui akun Instagram pribadinya. Rasa syukur dan terima kasih pun tertulis dari pebulu tangkis berusia 37 tahun itu.
Deretan sosok yang berjasa bagi kariernya turut disebut dalam unggahannya pada Selasa (10/12). Selain Hendra selaku tandemnya saat ini, nama-nama lain yang disebut adalah sang istri Christine Novitania, mantan pasangannya Bona Septano dan Rian Agung Saputro, hingga sang pelatih, Herry Iman Pierngadi serta Aryono Miranat
“Bismillah. Alhamdulillah akhirnya telah sampai juga waktu untuk mengakhiri perjalanan saya di dunia bulu tangkis,” tulis Ahsan melalui akun Instagramnya, @king_chayra.
Baca juga:
Hendra Setiawan Gantung Raket di Indonesia Masters 2025
Sudah tak terhitung jari deretan prestasi yang ditorehkan ayah tiga anak ini, baik saat berpasangan dengan Hendra, Bona, maupun Rian. Segala jenis medali telah dirasakan Ahsan dari mulai Kejuaraan Dunia, Asian Games, Piala Thomas, Kejuaraan Asia, Piala Sudirman, Singapore Open, All England, Final BWF dan lain sebagainya.
Rumor pensiunnya Ahsan sejatinya sudah terdengar bising sejak sepekan ke belakang. Hendra Setiawan sempat ditanyai awak media perihal kemungkinan Ahsan mengikuti jejaknya untuk gantung raket.
“Belum tahu, mungkin dia (Ahsan) juga lagi berpikir. Dia katanya juga berunding dulu dengan keluarga. Tapi gak tahu, ditunggu saja,” ucap Hendra di GOR Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada Kamis (5/12).
Ahsan, dengan segala kerendahan hatinya, patut untuk terus dikenang. Memori indah yang ditorehkan Ahsan tidak hanya terwariskan pada bulu tangkis tanah air, namun juga internasional.

Rasa hormat selalu dipancarkan Ahsan/Hendra kepada lawan-lawannya. Duet ini kerap tak ragu untuk melempar senyum, memeluk hingga foto bersama terlepas apapun hasil pertandingan di papan skor.
Pada partai final All England 2022 silam, tak terlihat setetes pun ego dalam diri Ahsan kala dirinya harus mengakui kekalahan dari junior senegaranya, Bagas Maulana/Mohammad Shohibul Fikri. Bahkan, Ahsan enggan menjadikan cedera betisnya saat itu sebagai alasan untuk tidak mengakui kemenangan Bagas/Fikri.
“Saya tidak mau bahas soal ceder. Mereka (Bagas/Fikri) memang pantas jadi juara karena bermain bagus,” ucap Ahsan ketika itu.
Pada turnamen yang berlangsung di Utiita Arena, Birmingham itu, Ahsan memang sudah mengalami cedera sejak laga menghadapi wakil Denmark, Kim Astrup/Skaarup Rasmusen. Meski harus menahan sakit, Ahsan tetap profesional melanjutkan perjalanan hingga turnamen usai.
Ditempa kerasnya masa kecil
Ahsan lahir di keluarga yang sangat relijius. Hal ini pula yang membuat Ahsan amat menjunjung nilai islami di lapangan, dari mulai enggan bersalaman dengan wasit perempuan, memakai celana legging untuk menutup aurat, hingga minum sembari duduk. Ahsan juga selalu melakoni laga tanpa meninggalkan ibadah puasa Ramadhan.
“Ahsan adalah anak yang paling soleh, paling dekat dengan saya dan keluarga,” ucap sang Ibu, Siti Rohanah pada laman resmi PBSI.

Ahsan lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada 7 September 1987 dari pasangan Tumin Admadi dan Siti Rohanah. Tumin merupakan pendatang asal Kebumen, Jawa Tengah yang mencoba peruntungan di Bumi Sriwijaya.
Pada masa awal perantauan di Palembang, Tumin bekerja sebagai guru di sebuah pesantren di Kabupaten Pagar Alam. Tumin juga pernah menjadi juri pada lomba Tilawatil Qur’an tingkat kabupaten.
Pada lomba tersebutlah Tumin dipertemukan dengan Siti Rohanah. Tanpa tahap pacaran yang dilarang dalam Islam, Tumin dan Siti pun menikah lewat jalur ta’aruf. Maka, tak mengherankan jika nilai agama terus istiqomah dipegang Ahsan kala sudah mejadi andalan bulu tangkis tanah air.
Beradaptasi seraya mengais rezeki dengan lingkungan baru tidak pernah mudah. Setelah mengajar agama di pesantren, Tumin kemudian berprofesi sebagai sipir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Palembang. Sementara sang istri, Siti Rohanah berdagang pakaian di Pasar 16 Ilir, Palembang.
Mereka bekerja keras untuk menafkahi tiga anak yang masih kecil, termasuk Ahsan yang merupakan putra bungsu dari tiga bersaudara. Diketahui, Ahsan memiliki kakak perempuan tertua, Nisa Tartiela.
Anak tengah yang berjenis kelamin laki-laki, Mohammad Asykuru lahir saat Nisa baru belajar berjalan. Adapun Ahsan lahir dua tahun setelah kelahiran Asykuru.
“Memang berat sekali kehidupan kami saat itu karena harus membiayai anak-anak yang masih kecil-kecil. Saya mengerti betul penghasian Pak Tumin tidaklah cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari,” tutur Siti pada buku Kiprah Ahsan-Hendra garapan Daryadi yang diterbitkan PB Djarum.
“Karena itu saya mencari akal agar bisa mendapatkan tambahan uang untuk membiayai kehidupan kami sehari-hari,” sambung Siti.
“Pernah satu ketika pulang latihan Ahsan menangis minta dibelikan sepatu baru. Dia malu karena selalu diejek oleh teman-temannya karena sepatu yang dipakainya memang sepatu murahan,” lanjut Siti.
Tumin, yang merupakan penggila bulu tangkis, bermimpi agar anak-anaknya bisa menjadi pebulu tangkis profesional. Namun, senasib dengan sang buah hati, Tumin juga kerap diejek hingga dilabeli “Tukang Mimpi” oleh teman-temannya.
“Pak Tumin memang ngotot sekali ingin menjadikan anak-anaknya sebagai pemain bulu tangkis. Padahal, saya menyadari hal itu tidak mudah mengingat keterbatasan yang kami miliki,” tutur Siti.
“Tidak sedikit pula yang mengejek suami saya sebagai tukang mimpi. Tapi beliau tetap tegar melatih anak-anak,” terang Siti.
Tumin, yang merupakan jawara bulu tangkis di Kabupaten Pagar Alam, lantas menanamkan mental enggan menjadi pecundang kepada ketiga anaknya. Ahsan dan kedua kakaknya selalu dilatih memukul shuttlecock setiap pulang sekolah.
Hingga kemudian ketiganya diterima di Pusdiklat Pusri Palembang, fasilitas pelatihan paling memadai di Sumatera Selatan. Selama menghabiskan masa kecilnya, Ahsan ditempatkan di sektor tunggal putra.
Walau sempat menjuarai turnamen tingkat kabupaten, perjalanan Ahsan sebagai pebulu tangkis cilik jauh dari kata mulus. Terlebih ketika Tumin sudah memasuki masa pensiun sebagai sipir penjara pada 1996.
Kedua orang tua Ahsan bekerja keras mengumpulkan uang agar Ahsan tidak melulu mengenakan sepatu usang. Sementara, Ahsan terus ditempa asam garam hingga lolos seleksi dan diterima di SKO Ragunan, Jakarta Selatan.
“Setiap tahajud saya selalu minta kepada Allah, paling tidak salah satu dari ketiga anak kami ini bisa sukses mewujudkan impiannya menjadi pebulu tangkis yang hebat,” kenang Siti.
Namun, mimpi tidak akan bisa dicapai hanya dengan berdoa. Ahsan kembali menelan kerasnya persaingan selama menimba ilmu di ibu kota. Dia pun kesulitan bersaing dengan jebolan-jebolan dari PB Djarum Kudus, PB Jaya Raya Jakarta atau PB Mutiara Bandung.
Satu-satunya prestasi Ahsan di sektor tunggal putra hanyalah menyabet runner-up pada ajang Jakarta Open. Sialnya lagi, studi Ahsan di SKO Ragunan tidak bisa dilanjutkan karena adanya kebijakan baru.
Kala itu, SKO Ragunan hanya menangani tunggal putri di bawah arahan legenda bulu tangkis era 1970-an, Verawaty Fajrin. Tak patah arang, Ahsan pun melanjutkan studi PB Bina Bangsa, Cinere, Depok, Jawa Barat.
Pada saat itu pula, Ahsan mulai menjajaki karier sebagai pemain ganda putra. Rupanya di sinilah potensi Ahsan terpancar.
Pada 2005, Ahsan, bersama Viki Indra, Okvana, berhasil berbicara banyak di ajang Kejuaraan Junior Asia. Setahun setelahnya, Ahsan mengantongi tiket ke Pelatnas PBSI Cipayung.
Doa sang Ibu pun terjawab. Pertemuan dengan Bona Septano membawa Ahsan terbang tinggi di Kejuaraan Dunia 2011 London. Namun demikian, awal perjalanan Ahsan/Bona sempat berjalan terjal sebab ganda putra Indonesia kala itu kehilangan sosok panutan setelah Hendra Setiawan dan mendiang Markis Kido meninggalkan Pelatnas pada 2009.

Namun, ketika Hendra kembali ke Pelatnas pada 2012 dan berpartner dengan Ahsan, sejarah demi sejarah terus tercipta. Pasangan ini kemudian menduduki peringkat satu dunia setahun kemudian. Sisanya, “The Daddies” menjadi salah satu kisah paling ikonik dalam jagat bulu tangkis Indonesia dan dunia.
“Setelah saya mempertimbangkan dan menilai, bahwa Ahsan dan Hendra memang memiliki kecocokan. Mereka memiliki kerjasama yang baik dan secara teknik juga cocok. Mengenai usia, Hendra kini berusia 28 tahun sementara Ahsan 25 tahun, saya rasa ini normal dan tidak ada masalah,” kata Herry IP pada konferensi pers kala itu.
The Daddies akan melakoni ajang terakhir mereka di Indonesia Masters 2025 pada Januari mendatang. Turnamen BWF Super 500 ini akan menjadi momentum perpisahan manis bagi sang legenda. (Ilham Sigit Pratama)