Nicolas Jover, Sang Oppenheimer di Balik Ledakan Bola Mati Arsenal

Kredit foto: ajc.com
Arsenal berhasil menahan imbang Man City 2-2 di pekan kelima Premier League, Minggu (22/9). Efektivitas pemanfaatan set-piece jadi kekuatan Arsenal.

Eksekusi bola mati Arsenal bagaikan bom nuklir yang terus memakan korban hingga pekan kelima Premier League 2024-2025. Dalam kasus Arsenal, Nicolas Jover berperan sebagai ilmuwan jenius yang meracik senjata bernama skema bola mati, sedangkan Gabriel Magalhaes dan Bukayo Saka ditugaskan sebagai pilot yang menjatuhkan bom tersebut ke gawang lawan.

Pelatih Manchester City, Pep Guardiola dilanda kecemasan sebelum laga kandang menghadapi Arsenal di Etihad Stadium, Manchester, Minggu (22/9). Sebelum laga, arsitek asal Spanyol ini sudah menduga Arsenal akan menggunakan senjata andalannya.

“Terkadang kami harus mencoba menghindari bola mati karena secara statistik mungkin mereka (Arsenal) adalah yang terbaik di dunia dengan seberapa bagus mereka bekerja. Banyak hal harus kita perhatikan,” ucap Guardiola pada konferensi pers jelang laga, dilansir Manchester Evening News.

Bek Man City, Kyle Walker menganggap kehadiran Jover di tepi lapangan sebagai hal yang cukup personal. Untuk diketahui, Jover pernah bekerja sebagai pelatih bola mati di Man City pada kurun musim 2019-2020 hingga 2020-2021 silam. Namun ketika sudah tak lagi bersama Man City, Walker melihat ada gelagat aneh dari diri mantan pelatihnya tersebut.

“Beberapa pertandingan sebelumnya, Nico (Jover), yang (pernah) bekerja untuk Man City, tidak mau berjabat tangan saat kami mengalahkan mereka (Arsenal) sebelumnya. Saat kami kalah, justru dia ingin berjabat tangan dengan saya dan saya tidak menganggapnya enteng. Sesederhana itu,” ujar Walker.

Kekhawatiran Guardiola pun menjadi nyata. Arsenal mencetak dua gol ke gawang Man City dari situasi bola mati. Man City sejatinya sempat unggul lewat aksi Erling Haaland saat laga baru berjalan sembilan menit.

Namun kemudian pada menit ke-22, The Gunners, julukan Arsenal, melakukan aksi yang membuat publik Etihad Stadium geram. Arsenal mengambil keuntungan dari situasi pelanggaran Ilkay Gundogan tak jauh dari titik tengah lapangan.

Meski terpaut jarak puluhan meter dari area pertahanan Man City, Arsenal enggan menyia-nyiakan santapan bola mati tersebut. Thomas Partey mengambil inisiatif menendang bola di saat para pemain Man City belum siap.

Bola langsung dijemput Gabriel Martinelli sebelum disodorkan kepada Riccardo Calafiori. Bek berusia 22 tahun itu langsung menembakkan bola dengan kencang menggunakan kaki kiri dan sukses menaklukkan kiper Man City, Ederson.

Arsenal kembali mendapat eksekusi bola mati pada menit ke-37. Namun, tandukan Gabriel Magalhaes dari sepak pojok masih meleset.

Magalhaes baru berhasil menjatuhkan bom kedua pada menit pertama tambahan waktu jelang rehat antarbabak. Kali ini, tandukan bek asal Brasil tersebut mengoyak gawang Man City.

Kredit foto: arsenal.com
Gabriel Magalhaes merayakan gol ke gawang Manchester City yang tercipta lewat situasi sepak pojok, Minggu (22/9).

Di sisa laga, Arsenal terpaksa memasang pertahanan gerendel lantaran kalah jumlah pemain. Leandro Trossard harus mandi lebih cepat usai menerima kartu kuning kedua saat injury time di babak pertama.

Setelah kesulitan, The Citizens akhirnya berhasil membobol pagar Arsenal lewat bola rebound yang disambar John Stones di masa perpanjangan waktu. Skor akhir pun menunjukkan hasil imbang 2-2.

Hingga kini, Meriam London masih menjadi kontestan Premier League dengan jumlah gol bola mati terbanyak, terhitung sejak awal musim 2023-2024. Hingga tulisan ini dibuat, Arsenal sudah mencetak 26 gol dari eksekusi bola mati (tidak termasuk penalti).

“Dia (Jover) dan seluruh staf telah menanamkan keyakinan kepada para pemain bahwa ada banyak cara untuk memenangkan pertandingan sepak bola,” ujar pelatih Arsenal, Mikel Arteta, dikutip dari The Guardian.

“Ini adalah cara yang sangat ampuh dan dia telah memberi kami banyak hal. Jadi, pujian yang besar untuk mereka semua,” tandasnya.

Kredit foto: premierleague.com
Pelatih Arsenal, Mikel Arteta (kiri) dan pelatih bola mati, Nicolas Jover (kanan).

Tangan kanan Arteta 

Arteta sudah mengenal Jover sebelum dirinya menukangi Arsenal. Perkenalan Arteta dengan Jover terjadi pada musim panas 2019. Kala itu, Arteta di ambang pintu keluar Etihad Stadium sebagai asisten pelatih, sedangkan Jover baru saja ditunjuk sebagai pelatih set-piece baru The Citizens bersama sang analis, Dylan Jones.

Di bawah tangan dingin Jover, Man City menjelma menjadi tim spesialis bola mati. Perbandingan statistik kesuksesan bola mati Man City amat kontras antara sebelum dan sesudah mempekerjakan pria berpaspor Prancis tersebut.

Pada musim 2018-2019, semusim sebelum merekrut Jover, Man City berada di urutan ke-10 Premier League dalam urusan mencetak gol via bola mati, dengan rincian 11 gol. Jumlah gol bola mati Man City kemudian meningkat drastis setelah Jover mendarat di Etihad Stadium.

Tepat semusim Jover menjabat, Man City langsung menahbiskan diri sebagai tim paling berbahaya jika mendapat kesempatan bola mati. Pada musim 2019-2020, jumlah gol bola mati Man City berjumlah 17 gol, terbanyak di antara tim-tim lain. Patut digarisbawahi, angka tersebut tidak menghitung gol penalti.

Hal serupa dilakukan Jover ketika Arteta memboyongnya pada tahun 2021 silam. Sebelum Jover berlabuh di London Utara, jumlah gol bola mati Arsenal hanya di angka enam gol pada musim 2020-2021, paling sedikit ketiga di Premier League.

Namun, tangan dingin Jover membuat Arsenal tak pernah absen di daftar empat besar tim paling produktif via bola mati pada tiga musim terakhir. Pada musim lalu, Arsenal menjadi tim dengan jumlah gol bola mati terbanyak, tepatnya di angka 22 gol. Jover pun melampaui catatannya kala masih bekerja di Manchester City.

“Saya yakin kami membutuhkan seseorang yang ahli dalam hal itu (set-piece). Saya bertemu dengannya (Jover), kami mulai berdiskusi tentang bagaimana kami dapat menerapkan set-piece pada permainan terbuka, yang juga saling terkait,” kenang Arteta, dilansir laman resmi Premier League.

“Keduanya bukan dua hal yang terpisah, semuanya saling terkait dalam permainan, dan bagaimana kami dapat memaksimalkannya. Saya sudah mengenal Nico sebelumnya, dan saya memintanya untuk datang dan bergabung dengan proyek kami, dan dia memberikan dampak yang sangat kuat pada tim,” tandas pelatih asal Spanyol tersebut.

Kredit foto: premierleague.com
Nicolas Jover memberi instruksi kepada winger Arsenal, Leandro Trossard.

Jover datang ke Arsenal untuk menggantikan pelatih bola mati sebelumnya, Andreas Georgson. Kinerja sosok asal Swedia tersebut sejatinya tidak buruk. Bersama Georgson, Arsenal menjadi tim paling sedikit kemasukan dari bola mati, dengan rincian lima gol saja pada musim 2020-2021.

Namun, Georgson hanya baik dari sisi defensif. Jover kemudian datang menawarkan paket lengkap baik dalam mengantisipasi maupun mencetak gol lewat bola mati. Di saat Jover bergabung, Georgson mudik ke Malmo FF sebagai Direktur Teknik.

Dari Kanada hingga Inggris

Jover lahir di Berlin, Jerman pada 28 Oktober 1981, namun dia memegang kewarganegaraan Prancis. Jover mengawali kariernya sebagai Direktur Teknik klub Kanada, Dynamik Sherbrooke. Namun, perantauan Jover di Kanada tak berjalan mulus.

Jover hanya menjabat selama setahun, dalam kurun 2007 hingga 2008. Kemudian Jover pulang ke Prancis, mendapatkan lisensi UEFA A dan ditunjuk Montpellier sebagai analis performa berbasis video pada tahun 2009.

Karier Jover melejit bersama tim berjuluk La Paillade. Dia membantu sang pelatih kepala, Rene Girard berbicara hingga final Coupe de France 2010-2011 dan menggondol titel Ligue 1 semusim setelahnya.

Kredit foto: mhscfoot.com
Nicolas Jover kala masih bekerja bersama Montpellier.

Kiprah Jover membuat timnas Kroasia tertarik menggunakan jasanya pada tahun 2014. Meski menerima tawaran timnas Kroasia sebagai analis video, Jover tidak meninggalkan pekerjaannya bersama Montpellier. Kebersamaan Jover bersama Montpellier tetap langgeng hingga musim panas 2016.

Sukses di kampung halaman, Jover kemudian kembali merantau. Jover kemudian menerima pinangan Brentford yang kala itu belum promosi dari divisi Championship. Menduduki kursi Head of Performance di Brentford, Jover terus mengasah otaknya, terkhusus detail-detail kecil mengenai taktik.

Brentford merupakan klub yang pertama kali mencium intelejensi Jover dalam meracik skema bola mati. The Bees, julukan Brentford, kemudian memindahkan jabatan Jover ke kursi pelatih bola mati.

Selain menarik minat Man City, kejeniusan Jover juga sampai ke telinga staf pelatih timnas Inggris. Para asisten Gareth Southgate kerap menyambangi fasilitas latihan Brentford untuk mendengar masukan Jover perihal analisis taktik.

Inovasi baru

Posisi, pergerakan tanpa bola, dan tipuan menjadi tiga aspek dalam skema bola mati racikan Jover.  Dari musim ke musim, Jover sudah menggunakan beragam variasi skema bola mati, baik bersama Brentford, Man City, maupun Arsenal.

Adapun pada musim ini, Jover menghadirkan inovasi baru, utamanya dalam situasi sepak pojok.  Pada situasi tersebut, Jover menugaskan Bukayo Saka sebagai pemberi umpan, dan Gabriel Magalhaes sebagai penerima umpan. Pola bola mati Arsenal sebetulnya mudah diamati.

Kredit foto: Ilustrasi Ludus.id
Varian skema sepak pojok racikan Nicolas Jover di musim 2024-2025. Gabriel Magalhaes berdiri jauh dari kerumunan para pemain, kemudian berlari untuk menyambar umpan Bukayo Saka.

Gabriel akan berdiri jauh dari kerumunan pemain, dan akan langsung berlari ke kerumunan seraya menyambar umpan Saka. Gabriel ditempatkan jauh dari kerumunan untuk membuat pemain lawan lengah.

Musim ini,, dua gol sudah tercipta lewat skema tersebut. Saka dan Gabriel telah memakan Tottenham Hotspur dan Man City sebagai korban. Tentu menarik ditunggu langkah tim-tim lain dalam menghalau skema ini.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.