Tak banyak bicara, namun matanya begitu tajam melihat arena unjuk otot yang tengah berlangsung saat itu. Sesekali dia menundukkan kepalanya dan kembali menyaksikan pertandingan tersebut. Entah apa yang ada dalam pikirannya
Dan, saat dihampiri, dia yang duduk di kursi penonton mengaku kalau dia akan bertanding sebentar lagi. Pria itu akan tampil di kelas 70 kg untuk cabang olahraga Binaraga di Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024.
Dia adalah Panca Tri Anggono, atlet binaraga dari Jawa Timur yang baru pertama kali bertanding di PON. Pertandingan yang digelar di Hotel Four Points, Medan, Sumatra Utara, Rabu (11/9) itu mempertandingkan cabor binaraga untuk kelas 55 kg, 60 kg, 65 kg, 70 kg, 75 kg, 80 kg, 85 kg dan 85 kg plus.
“Ini PON pertama yang saya ikuti. Jadi, sedikit gugup apalagi lawan-lawan saya adalah lawan-lawan yang hebat seperti DKI Jakarta, Banten dan Kalimantan Timur,” ucap Panca.
Panca Tri Anggono pun menceritakan alasan ketertarikannya dalam olahraga yang mempertontonkan otot tersebut. Dia yang terlahir dari keluarga yang kurang mampu, memiliki tubuh yang kurus. Hal itu menjadi ejekan teman-temannya.
“Saya sering di-bully teman-teman sekolah karena tubuh saya kurus kering. Saya sakit hati, tapi tak bisa berbuat apa-apa,” kata anak bungsu dari lima bersaudara ini.
Selepas SMP, Panca Tri Anggono tidak melanjutkan pendidikannya. Dia harus rela hanya mengantongi ijazah SMP karena kesulitan ekonomi orang tuanya kala itu.
Pria kelahiran 7 Oktober 1999 ini kemudian memilih bekerja menjadi kuli bangunan. Dari penghasilan yang diperoleh, selain untuk membantu ekonomi keluarga, dia berlatiih di gym.
Hal itu Panca Tri Anggono lakukan sejak 2018. Dia terus berlatih dan berlatih sangat keras sambil tetap menjadi kuli bangunan. Tubuhnya pun mulai berotot sebagaimana yang dia inginkan.
“Saya bertekad untuk membentuk otot-otot untuk membalaskan sakit hati kepada teman-teman yang mengejek saya,” kenangnya.
Barulah pada 2019, Panca mulai mengikuti sejumlah pertandingan di tingkat provinsi. Pertandingan pertama yang dia ikuti adalah Pekan Olahraga Provinsi dan dia mampu membawa pulang medali emas. Prestasi tersebut kian memantik bersemangat untuk berlatih lebih keras lagi.
Walau pada akhirnya tak mampu lolos di seleksi PON XX tahun 2020 di Papua, Panca yang berada di naungan Persatuan Binaraga Fitnes Indonesia (PBFI) Jawa Timur, tak putus asa. Pria berusia 25 tahun ini semakin giat berlatih, konsisten, dan mengatur pola makan.
Alhasil, Panca bisa menggapai mimpinya untuk mengikuti PON XXI tahun 2024. Di ajang ini, Panca membidik medali.
“Target saya tampil maksimal dan dapat medali. Semua atlet pasti menginginkan emas karena itu impian terbesar dalam sebuah pertandingan. Begitu juga dengan saya, punya target juara satu, tapi yang utama adalah tampil maksimal dulu lah,” sebutnya.
Bawa pulang medali perak
Setelah perbincangan itu, Panca Tri Anggono pun bergabung di barisan bersama atlet-atlet lainnya di kelas 70 kg untuk babak penyisihan atau pre-judging.
Panca tampil percaya diri dan penuh keyakinan meski lawan-lawannya juga berusaha memikat perhatian dewan juri. Di kelas 70 kg, Panca harus berhadapan dengan Sahri dari DKI Jakarta, Iwan Setiawan dari Banten, Agus Dewantoro dari Sumatera Selatan. Lalu ada Darhamsyah dari Kalimantan Timur (Kaltim) dan Dody Armanda Putra dari Sumut.
Tak lama berselang, dewan juri yang terdiri dari 10 orang, memutuskan lima nama yang masuk dalam babak final. Panca salah satu nama yang disebut dewan juri.
Empat binaragawan lainnya adalah Dody Armanda Putra (Sumut), Sahri (DKI Jakarta), Darhamsyah (Kaltim) dan Iwan Setiawan (Banten). Sementara Agus Dewantoro dari kontingan Sumetara Selatan hanya bisa bertahan di babak pre-judging.
Pertandingan babak final kemudian berlangsung menjelang sore hari. Meski terlihat lelah, Panca mencoba untuk menenangkan dirinya.
Panca dan para rival kembali membentuk otot-otot mereka. Otot punggung, otot paha, otot lengan, otot perut begitu jelas terlihat, bak akar-akat kayu melilit di tubuh para atlet binaraga tersebut.
Pertandingan pun usai, hal yang paling mendebarkan pun tak bisa dielakkan. Dewan juri telah memutuskan tiga nama untuk naik ke atas panggung.
Nama Panca termasuk salah satu nama yang dipanggil untuk berdiri di panggung kehormatan. Disusul dua nama lainnya, Dody asal Sumut dan Sahri dari DKI Jakarta.
Dari tiga nama itu, keputusan dewan juri yang tak dapat diganggu gugat itu menetapkan Sahri sebagai peraih emas, disusul Panca Tri Anggono yang berhak atas medali perak, dan Dody yang harus puas dengan perunggu.
Panca Tri Anggono tidak dapat menutupi rasa haru dan bangga. Perjuangan selama ini berbuah manis di PON perdana yang dia ikuti.
“Alhamdulliah, saya bisa meraih perak meski targetnya emas mengingat lawan-lawan saya juga hebat-hebat,” akunya.
Panca yang dulu kurus kering kini mampu membuktikan kepada teman-temannya yang sempat mengejeknya, kalau dirinya sekarang bisa membawa harga dirinya menjadi lebih baik.
Prestasi yang diraihnya tidak hanya untuk Jawa Timur yang telah memberangkatkannya mengikuti kontestasi olahraga akbar nasional ini, tapi juga mengangkat nama baik keluarganya.