Mengenang kisah hidup mantan petinju hebat Indonesia Ellyas Pical, seperti menonton betapa kerasnya perjalanan hidup seorang atlet. Memulai langkah dari paling bawah, mencapai puncak, dan sempat kembali ke titik bawah kehidupan.
Ellyas Pical petinju yang lahir Ullath, Saparua, Maluku Tengah adalah petinju legendaris. Dia merupakan petinju Indonesia pertama yang merebut sabuk gelar juara tinju dunia kelas super terbang (Super Flyweight) versi IBF. Saat ini, banyak orang mungkin hanya tahu Chris Jhon atau Daud Jordan sebagai juara dunia tinju hebat nasional. Padahal Ellyas Pical adalah sosok yang menginspirasi kedua pentinju besar Indonesia itu.
Nama Ellyas Pical naik ke permukaan setelah merebut gelar internasional pertamanya pada 19 Mei 1984. Saat itu, dia merebut juara Internasional Asia Pasifik/OPBF di kelas super terbang mengalahkan Hi-yung Chung asal Korea Selatan dengan kemenangan angka 12 ronde.
Kemudian, pada 3 Mei 1985 di Istora Senayan, Jakarta, Ellyas Pical merebut gelar juara IBF kelas super terbang setelah mengalahkan Chun Ju-do (Korea Selatan) dengan Technical Knock Out (TKO) di ronde ke delapan dari 15 ronde yang direncanakan. Kemenangan itu membuat 17 ribu penonton yang datang dan jutaan orang penonton TVRI larut dalam euforia. Ellyas disanjung bak pahlawan yang membangkitkan nasionalime Indonesia.
Pukulan tangan kiri Ellyas yang membuat Chun tidak bisa melawan lagi membuat petinju kelahiran 24 Maret 1960 ini dijuluki sebagai “The Exocet” oleh media. Exocet adalah nama rudal buatan Perancis yang digunakan Argentina untuk menenggelamkan kapal perang Inggris dalam perang Malvinas 1982
Sejak saat itu, popularitas Ellyas Pical yang biasa dipanggil bung Elly ini membuncah. Ia begitu sangat dielu-elukan masyarakat Indonesia. Selalu ditunggu penampilannya oleh publik Indonesia.
Elly sempat mempertahankan gelar melawan petinju Australia, Wayne Mulholland pada 25 Agustus 1985. Namun, Elly mengalami kekalahan secara angka saat menghadapi Cesar Polanco dari Dominika pada laga pertama di Jakarta.
Kekalahan itu membuat Elly berlatih lagi dan akhirnya bangkit pada laga kedua melawan Polanco di Jakarta, pada 5 Juli 1986. Kali ini, giliran Elly memukul KO Polanco. Nama Ellyas Pical semakin melambung setelah kemenangan itu.
Kurang lebih dua dua tahun merasakan pasang surut dan dinamika tinju dunia professional, masalah lain mulai menerpa Ellyas Pical. Pada tahun 1987, Ia berseteru dengan manajernya Simson Tambunan dan Anton Sihotang, serta manajer jangka pendek Dali Sofari dan Khairus Sahel. Mereka yang menangani manajemen dan tata kelola pertandingan Ellyas Pical memutuskan hengkang. Dan Ellyas Pical kemudian memilih penyanyi Melky Goeslaw sebagai manajernya dan Enteng Tanamal sebagai asisten manajer.
Pada tahun itu, Elly sempat mempertahankan gelar melawan petinju Korea Selatan, Lee Dong-chun. Namun langkah Pical terpaksa terhenti pada 1987nsetelah menyerah dari petinju Thailand, Khaosai Galaxy dengan KO pada ronde 14.
Kisruh dengan manajemen, tekanan akibat kekalahan dan kehilangan gelar juara dunia membuat Elly mengalami pergulatan batin Panjang, sebelum akhirnya ia bangkit dan mampu kembali merebut juara dunia dari juara bertahan waktu itu, yakni Tae-ill Chang, dari Korea Selatan. Gelar ini sempat bertahan sampai 2 tahun. Ellyas Pical yang fenomenal tersebut kemudian dilirik oleh industri tinju dunia Amerika. Seperti diketahui, hampir semua juara dunia berorientasi main dan bertanding di Amerika yang menjadi kiblat pasar tinju dunia profesional.
Pada tanggal 4 Oktober 1989, Elly terbang ke Ronoake, Virginia, Amerika Serikat untuk mempertahankan gelar melawan Juan Polo Perez dari Kolombia, tetapi Elly harus menyerahkan gelarnya setelah kalah angka dari petinju Kolombia tersebut. Setelah kekalahan dari Perez, Elly sempat bertanding non-gelar sebanyak 3 kali, tetapi pertandingan tersebut tidak lagi mampu mengangkat eksistensi dan popularitasnya seiring menurunnya penampilan dan prestasi. Akhirnya Pical pensiun dan gantung sarung tinju pada usia 32 tahun dengan rekor profesionalnya sebanyak 26 kali bertanding, 20 kemenangan (11 KO), 1 seri, dan 5 kali kalah.
Perjalanan latihan
Kini, pada usianya yang ke 63 tahun, Elly tetap bersemangat jika bercerita soal pengalamannya ketika muda itu. Kehidupannya yang keras, menyebabkan Elly kecil menjadi penyelam mutiara di kampung halamannya. Dari kebiasaannya mencari kerang di laut dalam itu, menyebabkan pendengarannya terganggu sehingga dirinya agak kurang peka dalam merespons pembicaraan. Keterbatasan itu, ditambah kehidupannya yang memprihatinkan menyebabkan dirinya hanya bisa bersekolah hingga kelas 5 SD.
Elly hanya punya tekad kuat untuk mengubah hidup keluarganya. Bermodal dirinya menyukai olah raga tinju dan menjadikan tinju sebagai penyaluran bakatnya, walaupun ditentang orang tuanya, Elly kerap berlatih sembunyi-sembunyi. Sejak usia 13 tahun, Pical serius ingin membuktikan Ia bisa mengubah nasibnya dari tinju. Harapannya terwujud, sebagai petinju amatir yang bermain di kelas terbang, ia kerap menjadi juara mulai dari tingkat kabupaten hingga kejuaraan Piala Presiden.
Hingga akhirnya Elly memutuskan berjuang di jenjang profesionalnya pada tahun 1983 pada kelas bantam junior. Dua tahun sampai dengan tahun 1985, Elly berjibaku dalam program latihan dan pertandingan tingkat nasional. Akhirnya Elly sukses merasakan juara Internasional pertamanya, sekaligus menjadi orang Indonesia pertama yang juara di kategori Asia Pasifik atau OPBF dan ditahun yang sama menjadi juara dunia. Sebuah perjalanan prestasi yang sangat membanggakan.
Kehidupan pasca tinju
Pasca pensiun, Elly dihadapan pada realitas kehidupan yang lain. Dia harus mencukupi kehidupan hidup keluarganya. Elly sadar, dia tidak memiliki pendidikan sebagai syarat formal bekerja dalam suatu instansi atau kantor. Keahlian selain bertinju-pun tidak ia miliki.
Tekanan atas realitas permasalahan sosial yang menerpa dirinya inilah yang akhirnya membuat dirinya memutuskan menerima tawaran menjadi tenaga keamanan di sebuah diskotek di Jakarta. Ketika dia bekerja sebagai satpam, tak sedikit masyarakat yang mengenalinya. Ada yang takjub, juga ada yang nyinyir, “juara dunia kok akhirnya jadi satpam”. Dia menerima semua tekanan realitas sosial dengan ikhlas. Sampai akhirnya petaka dalam pekerjaan menimpa dirinya.
Dia ditangkap pada 13 Juli 2005 oleh polisi karena melakukan transaksi narkoba di sebuah diskotek. Elly kedapatan menjual 3 butir ekstasi dalam transaksi haram tersebut. Di persidangan Elly akhirnya divonis 7 bulan penjara. Kasus Pical ini kemudian menyentak publik.
Pemerintah dikritik keras karena gagal memberikan jaminan kesejahteraan atlet yang telah berjasa mengharumkan nama bangsa dan negara. Kasus Elly diperhatikan oleh Ketua Umum KONI Agum Gumelar, yang kemudian mengajaknya untuk bekerja di KONI sebagai staf tata usaha. Saat itu, Agum berujar bahwa Pical bukanlah penjahat. Elly adalah pahlawan bangsa yang tak pantas diperlakukan layaknya penjahat di penjara.
Peristiwa Ellyas Pical adalah salah satu dari sekian banyak testimoni tentang buruknya kehidupan atlet pasca pensiun sebagai atlet. Pemerintah akhirnya membuat kebijakan tentang program memasukkan atlet menjadi ASN bagi para atlet berprestasi. Program tersebut berjalan hingga saat ini.
Namun, kata Ellyas Pical, dirinya tetap mengajak atlet untuk meningkatkan kemampuannya di bidang yang akan menopang hidupnya. Selain menjadi ASN, wirausaha dan menjadi pengusaha adalah jalan terbaik yag harus mulai direncanakan sejak seseorang menjadi atlet.
Pical berujar, atlet yang diperhatikan nasibnya oleh pemerintah adalah atlet yang berprestasi. “Saya berharap atlet-atlet sekarang memiliki tekad kuat, dan mau bekerja keras, berjuang betul-betul, berlatih dan semangat untuk tetap berprestasi. Baik prestasi di bidang olahraga yang digelutinya, maupun prestasinya di di sekolah. Jangan tinggalkan pendidikan karena pendidikan yang menopang pengetahuan seseorang menjadi atlet yang sukses berjuang demi bangsa dan negara,” kata Elly.
Selain itu, dirinya juga berharap atlet bisa tumbuh dengan support system yang baik. Terutama dari lingkungan terdekatnya, yakni keluarga. Elly mengambil contoh, walaupun awalnya ditentang oleh orang tua, tetapi setelah orang tua mengetahui keseriusan dirinya, orang tua sangat mendukung kariernya. Apalagi dirinya setelah berumah tangga. Maka Istri dan anak adalah support system utama dari semangat hidupnya.
Terkait dengan dukungan orang tua, Ellyas Pical sebenarnya adalah “anak mama”. Ketika akhirnya memberi restu bertinju, ibunda Ellyas Pical ternyata selalu menemaninya ke mana-mana. Bahkan Ellyas Pical tidak akan mau naik ring sebelum mendapat doa dan restu dari ibundanya.
Selain Ibunda Elly, Rina Siahaya, istri Elly juga berujar bahwa dirinya dan anak-anaknya bangga dengan Ellyas Pical sebagai kepala keluarga dan ayah dari anak-anaknya Lorinly dan Matthew Pical, dulu sampai sekarang. Semangat juara dunianya hingga kini tak pernah lekang. Itu membuat dirinya dan anak-anak selalu mendukung dirinya untuk berbuat terbaik untuk keluarga.
“Juara yang sesungguhnya tidak pernah keluar dari pertandingan, dan tidak pernah mengeluh dalam berproses,” kata Ellyas Pical.