Marc Marquez yang sekarang bukanlah yang kesulitan bersaing seperti satu atau dua tahun lalu, namun tarikan gas memacu motor Ducati Desmosedici GP23 masih belum bisa mengembalikan dirinya ke podium teratas.
Dibanding dua tahun lalu atau setahun kemarin, performa Marc Marquez jauh berbeda. Tak ada lagi motor dengan nomor 93 tercecer di barisan belakang.
Setelah kali terakhir menjadi juara dunia MotoGP pada 2019, Marquez lantas tenggelam. Terlepas dari masalah cedera tangan kanan yang serius pada 2020, performa Honda RC213 V juga turut membuat pembalap berjuluk ‘Semut Cervera’ ini tidak bisa sat-set di atas sirkuit.
Tak ada balapan pada 2020 karena fokus pada pemulihan cedera, Marquez kemudian menempati peringkat ketujuh pada 2021.
Posisinya kian jeblok pada dua tahun berikutnya. Seolah tak mencerminkan sosok dengan enam gelar juara dunia MotoGP, Marquez hanya menempati peringkat ke-13 pada MotoGP 2022 dan di posisi ke-14 setahun setelahnya.
Keputusan besar diambil dan Gresini Racing jadi tujuan. Motor Desmosedici dari Ducati terbukti bisa mengembalikan harkat dan martabat selaku kandidat juara.
Saat ini Marquez kembali berada dalam jalur persaingan juara. Hingga seri ke-11 di Austria tuntas pada pekan lalu, Marquez ada di peringkat keempat dengan 192 poin.
Meski terpaut 83 poin dari Francesco Bagnaia yang ada di puncak klasemen, dan tertinggal 22 poin dari Enea Bastianini yang menduduki posisi ketiga, Marquez masih punya peluang menjadi juara dunia. Sembilan seri sisa jadi alasan.
Kendati demikian masih ada yang mengganjal dalam penampilan Marquez musim ini. Inkonsistensi jadi problem utama.
Sejauh ini Marquez bisa empat kali naik podium pada saat full race dengan rincian tiga kali jadi runner up dan sekali di posisi ketiga. Sedangkan, pada saat sprint race, pembalap yang pernah mendapat julukan Baby Alien ini lima kali masuk zona tiga besar, semuanya berstatus sebagai penghuni posisi kedua.
Hal yang patut digarisbawahi adalah belum ada catatan Marquez jadi juara seri, baik saat full race atau sprint race.
Orang ketiga dari Spanyol yang menjuarai MotoGP ini sudah lebih dari 1.000 hari atau hampir tiga tahun absen dari posisi teratas dalam sebuah balapan. Marc Marquez terakhir menjadi juara seri pada balapan MotoGP Emilia Romagna yang berlangsung 24 Oktober 2021.
“Bagi saya itu bukan masalah. Saya tahu tahun ini adalah waktunya membangun dan saya sedang melakukannya,” kata Marquez disitir dari Crash.net.
“Saya mencoba selangkah demi selangkah. Benar kami mengawali musim ini dengan baik, kemudian terlihat kami berjalan mundur dan sekarang sepertinya kami bisa bangkit,” lanjutnya sembari menerangkan menjadikan podium sebagai target pada paruh kedua MotoGP 2024.
“Dan soal kemenangan, jika tidak tahun ini, itu akan datang tahun depan,” ucapnya penuh optimisme.
Cukup masuk akal kata-kata Marquez. Bisa jadi sekarang adalah masa pendekatan dan penjajakan lebih jauh dengan Ducati sebelum musim depan bergabung di tim utama menggantikan posisi Bastianini dan sekaligus menjadi tandem Bagnaia.
Di balik kegagalan menjadi juara seri, ada sinyal yang patut jadi perhatian. Mayoritas Marquez bisa naik podium pada saat full race ketika memulai lomba dari luar posisi start 10 besar.
Kecuali di MotoGP Spanyol, saat start dari pole position dan finis kedua, Marquez menjadi runner up di MotoGP Prancis dan Jerman setelah start dari posisi ke-13. Sementara di MotoGP Catalunya, Marquez start di posisi ke-14 dan menjadi pembalap yang finis ketiga.
Dalam catatan lima kali runner up di balapan sprint race, Marquez juga menunjukkan peningkatan posisi finis dibanding saat start. Kali pertama finis di urutan kedua di sprint race MotoGP Portugal, pembalap berusia 31 tahun itu memulai dari posisi kedelapan.
Saat finis kedua di sprint race MotoGP Amerika, Marquez start dari posisi ketiga. MotoGP Prancis, Catalunya, dan Italia juga setali tiga uang. Marquez bisa menyalip lawan-lawan di depannya sehingga naik podium.
Hanya saja itu tak terjadi setiap waktu. Ada kalanya Marquez finis lebih buruk dibanding posisi start, seperti di full race MotoGP Portugal, MotoGP Spanyol, MotoGP Belanda, dan yang terakhir di MotoGP Australia.
Andai saja bisa tampil konsisten, bukan tak mungkin Marquez kini sudah berada di posisi teratas mengalahkan Bagnaia, Jorge Martin, dan Bastianini.
Betul bahwasanya ada hal teknis dan nonteknis yang terkait dan memengaruhi balapan seperti pemilihan ban, cuaca, setelan motor, feeling balapan, namun Marquez pernah membuktikan diri sebagai adiraja pembalap MotoGP pada 2013 hingga 2019 yang terpotong musim 2015.
Fakta-fakta itu seolah menyiratkan Marquez sudah kembali, namun belum sepenuhnya menjadi sosok juara seperti dulu lagi.
Jika Marquez bisa melesat lebih cepat pada sisa paruh kedua musim balap tahun ini, duel Bagnaia dan Martin bakal dirusak dengan kembalinya sang mantan juara.