Enzo Fernandez menjadi buah bibir media massa dan penikmat sepak bola internasional. Bukan karena performa gemilangnya di Copa America 2024, melainkan nyanyian rasisme saat perayaan gelar juara timnas Argentina. Dari Miami menuju Buenos Aires hingga London, semerbak bau anyir dengan cepat merasuki Casa Rosada, istana kepresidenan Argentina serta Cobham, fasilitas latihan Chelsea.
Malam sudah cukup larut di Miami, Florida, namun euforia gelar juara Copa America 2024 masih menyala di bus yang ditumpangi pemain dan staf timnas Argentina. Terlampau mabuk dalam euforia, salah satu punggawa pun kelewat batas.
Entah di bawah pengaruh alkohol atau tidak, Enzo Fernandez tiba-tiba menyanyikan beberapa bait lirik yang mengubah tajuk media massa dalam sekejap. Pemain berusia 23 tahun itu menyinggung sesuatu yang tak ada hubungannya dengan keberhasilan Tim Tango meraih gelar juara.
“Mereka bermain di Prancis, tetapi mereka semua berasal dari Angola. Seperti Mbappe ******! Ibu mereka orang Nigeria. Ayah mereka orang Kamerun, tapi dalam dokumen kebangsaan Prancis,” begitu bunyi lirik yang dinyanyikan Enzo.
Nyanyian yang dilantunkan Enzo sejatinya tidak asing. Chants tersebut populer setelah dinyanyikan suporter Argentina pada partai final Piala Dunia 2022 kontra Prancis.
Sialnya, Enzo merekam dirinya sendiri menyanyikan lagu tersebut dalam siaran langsung di akun Instagram pribadinya, @enzojfernandez. Tak lama kemudian, samar-samar terdengar suara seseorang yang menegur eks pemain Benfica itu.
“Hentikan siaran langsung itu!” ujar orang yang tak diketahui tersebut. Enzo dan rekan setimnya tak mengindahkan. Mereka seharusnya paham bagaimana reaksi dunia luar jika mendengar nyanyian itu. Mereka harusnya tahu, apa yang dinyanyikan Enzo bisa berakibat fatal.
Jejak digital pun cepat menyebar. Potongan video tersebut membanjiri lini masa media sosial. Tajuk media massa ramai memberitakan insiden tersebut. Hingga kabar tak sedap itu pun sampai di telinga rekan-rekan Enzo di Chelsea yang berasal dari Prancis.
Sembilu menyayat hati dan pikiran pelatih anyar Chelsea, Enzo Maresca. Belum dua bulan Maresca menjabat sebagai juru taktik, namun dirinya sudah dibuat pusing dengan kelakuan anak asuhnya.
Arsitek asal Italia itu sudah bersusah payah membangun suasana ruang ganti Chelsea hingga senyaman mungkin. Sebelum insiden itu, Maresca berhasil menyuntikkan optimisme dan kepercayaan diri tinggi di tubuh skuad The Blues.
Hampir dipastikan seluruh pemain Chelsea puas dengan cara Maresca menangani sesi latihan. Jelang agenda pramusim di Amerika Serikat, mereka percaya Chelsea bisa mengaum kembali di Liga Inggris musim depan.
“Minggu pertama Enzo Maresca mengikuti latihan Chelsea membuahkan hasil positif karena para pemain memberi tahu perwakilan mereka betapa mereka menikmati sesi latihannya,” tulis wartawan Daily Mail, Kieran Gill dalam beritanya.
“Sudah ada perasaan bahwa instruksi taktis Maresca jauh lebih jelas dibandingkan pendahulunya, kata-kata paling umum yang keluar dari mulut pria Italia berusia 44 tahun selama seminggu ini adalah ‘bagus’ setiap kali dia melihat sesuatu yang dia sukai,” lanjut berita itu.
Hingga kemudian racun bau anyir bernama rasisme membuat suasana Cobham menjadi keruh. Perlu diketahui bahwa skuad Chelsea banyak dihuni oleh pemain berpaspor Prancis. Total sebanyak tujuh orang Prancis menghuni skuad London Biru.
Tujuh orang tersebut juga merupakan pemain keturunan, mereka adalah, Wesley Fofana (Pantai Gading), Malang Sarr (Senegal), Malo Gusto (Martinique), Christopher Nkunku (Kongo), Lesley Ugochukwu (Nigeria), Axel Disasi serta Benoit Badiashile (Republik Demokratik Kongo).
Sudah tentu mereka tersinggung. Para pemain yang disebut barusan pun berbondong-bondong meng-unfollow Instagram Enzo. Situasi bertambah parah, tak hanya tujuh pemain tersebut, rupanya telinga para pemain yang tidak berasal dari Prancis juga ikutan panas.
David Datro Fofana (Pantai Gading), Romeo Lavia (Belgia) dan Armando Broja (Albania) ikut menekan tombol unfollow pada akun Instagram Enzo. Saat ini, Enzo memang sedang berlibur, namun tak dapat dibayangkan bagaimana jadinya saat dia kembali ke skuad Chelsea.
Lewat Story pada akun Instagram pribadinya, Enzo sudah mengungkapkan permintaan maaf. Namun begitu, kegaduhan masih belum mereda. Pihak klub juga membuka investigasi atas insiden itu.
“Saya ingin meminta maaf atas video yang diunggah di Instagram saya saat perayaan gelar juara Copa America. Lirik lagu itu mengandung kata-kata ofensif yang tak bisa ditoleransi,” tulis Enzo.
“Saya selalu melawan segala bentuk diskriminasi dan meminta maaf atas euforia berlebihan saat merayakan gelar juara. Video dan kata-kata di momen itu tidak menggambarkan diri saya sebenarnya. Saya benar-benar minta maaf,” tutup pernyataannya.
Menurut sumber internal Chelsea yang tak disebutkan namanya, sejumlah pemain masih belum bisa memaafkan Enzo. Kepada The Sun, sumber tersebut menyatakan permintaan maaf saja tidak cukup.
David Datro Fofana yang masih ikutan sakit hati turut mengunggah pernyataan di Instagram pribadinya, @datro_9. Penyerang berusia 21 tahun itu mengutuk segala bentuk tindakan rasisme yang dilakukan rekannya.
“Sepak bola yang saya sukai adalah multietnis. Segala bentuk rasisme harus dikutuk sekuat mungkin. Tindakan ini tidak memiliki tempat di sepak bola atau di mana pun. Perjuangan harus dilakukan serius oleh semua orang yang terlibat di olahraga ini,” tulis Fofana.
Terpisah, rekan Enzo di timnas Argentina, Rodrigo De Paul mengkritik cara para punggawa Chelsea menyikapi insiden tersebut. De Paul berpendapat para pemain Chelsea seharusnya cukup jantan untuk menyampaikan langsung ketersinggungan mereka kepada Enzo, alih-alih koar-koar di media sosial.
“Saya memahami bahwa orang yang menderita rasisme mungkin tidak menyukainya. Tapi, menurut saya, jika ada rekan satu tim Enzo yang merasa tersinggung, caranya adalah dengan menelponnya, bukan mengunggah ke media sosial,” ucap De Paul dilansir ESPN.
“Unfollow (Instagram) sepertinya tidak ada gunanya bagi saya. Anda dapat meneleponnya dan mengatakan ‘ini tidak baik, mengapa Anda tidak mengirimkan pesan permintaan maaf?’, dan masalahnya berakhir di sana,” tutup gelandang Atletico Madrid itu.
Sementara itu di Casa Rosada
Tak hanya antar pemain, silat lidah insiden rasisme Enzo juga berlangsung di level pejabat tinggi Argentina. Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Argentina, Julio Garro bahkan harus kehilangan jabatannya akibat pernyataan pada stasiun radio Urbana Play.
“Kapten timnas (Messi) harus keluar meminta maaf atas kasus ini. Hal yang sama berlaku untuk presiden AFA. Saya pikir itu tepat. Hal ini membuat kita sebagai negara berada dalam posisi yang buruk di tengah banyaknya kejayaan,” ujar Garro.
“Pemerintah tidak meminta dia untuk memberi komentar soal apa yang harus dipikirkan atau dilakukan terhadap timnas Argentina, juara dunia dan pemenang dua kali Copa America, atau kepada warga negara lainnya. Karena alasan ini, Julio Garro tidak lagi menjadi wakil menteri olahraga nasional,” bunyi keterangan Presiden Argentina, Javier Milei tak lama setelah siaran radio tersebut.
Tak berhenti di situ, Wakil Presiden Argentina, Victoria Villaruel sampai ikut angkat bicara. Villaruel menyindir pemerintahan Prancis, yang dihuni partai sayap kanan, mengenai sikap mereka terhadap masyarakat imigran.
“Argentina adalah negara yang berdaulat dan bebas. Kami tidak pernah memiliki koloni atau warga negara kelas dua. Kami tidak pernah memaksakan cara hidup kami pada siapa pun. Namun, kami juga tidak akan membiarkan mereka melakukan hal tersebut kepada kami,” ujar Villaruel dalam keterangan resminya, dilansir TyC Sports.
“Argentina dibuat dengan keringat dan keberanian orang India, Eropa, Kreol, dan kulit hitam seperti Remedios del Valle, Sersan Cabral, dan Bernardo de Monteagudo. Tidak ada negara kolonialis yang akan mengintimidasi kita karena lagu atau karena mengatakan kebenaran yang tidak ingin mereka akui,” sambungnya kemudian
“Berhentilah berpura-pura marah, orang-orang munafik. Enzo, aku bersamamu, Messi, terima kasih atas segalanya! Orang Argentina selalu dengan kepala tegak! Hidup Argentina!” pungkasnya.