Perkenalkan Indira Larasati, Srikandi Pemberantas Narkoba yang Disegani Taekwondoin

 

Kredit foto: Dokumentasi Indira Larasati
Indira Larasati dengan seragam kepolisian mengalungkan banyak medali prestasi di dunia taekwondo tanah air.

Anggota polisi atau tentara yang merangkap sebagai atlet sering dijumpai. Pada sepak bola, publik sudah mengenal Muhammad Ferarri, anggota polisi yang malang melintang bersama timnas Indonesia. Ada pula yang berstatus anggota TNI seperti Dimas Drajad. Namun perkenalkan, ini adalah kisah sang srikandi bernama Indira Larasati, polisi wanita pemberantas narkoba yang sarat prestasi di dunia taekwondo tanah air.

Nama tersebut mungkin cukup asing di telinga pencinta olahraga. Namun, prestasi yang ditorehkan Indira layak mendapat perhatian khusus. Perempuan asal Kabupaten Langkat, Sumatera Utara ini adalah peraih medali emas di Porprov X Riau 2022. Pada tahun yang sama, dia meraih perunggu di Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Taekwondo PBTI.

Tak hanya harum di negeri sendiri, Indira diketahui pernah menyabet medali perak di ajang International Malaysia Open 2018. Pada gelaran yang merupakan persiapan Asian Games 2018 itu, Indira bersaing di kelas U-49 kg senior putri.

Kegiatan di dunia taekwondo ditekuni Indira sembari berhadapan dengan pelaku kejahatan. Ya, Indira adalah satu-satunya anggota polisi perempuan di Satuan Reserse Narkoba Polres Pelalawan, Kepulauan Riau.

Indira bergelut dengan kegiatan tangkap menangkap pengedar dan kurir narkoba yang jadwalnya tidak menentu. Kadang, Indira mendapat panggilan pada jjam tengah malam, bahkan dini hari untuk ikut melakukan penggeledahan.

“Kan saya di Satuan Narkoba ya, ada panggilan penangkapan, kebetulan saya satu-satunya cewek di satgas. Saya dong yang meriksa tuh kurir (narkoba)-nya kan, kadang jam 12 malam atau jam berapa malam itu tetap dipanggil, kadang sampai pagi,” kata Indira kepada Ludus.id, Kamis (14/6).

Kegiatan ini menjadi tantangan tersendiri bagi atlet seperti Indira. Sebab bukan rahasia lagi, atlet profesional diharuskan menjaga pola tidur agar kondisi badan tetap fit. Namun, Indira tetap menjalani aktivitas penertiban narkoba kemudian berlatih di dojang. Tubuhnya dipaksa tetap bugar meski harus bergulat dengan pekerjaan yang jadwalnya sangat tidak menentu.

“Jadi, bagi waktunya ya sesempatnya, kalau sempat sore, paling kalau emang mentok setengah lima (sore) kan masih bisa jogging kan, kalau di sini kebetulan ada tempat latihan. Malam, ya saya latihan malam, kalau badan gak capek saya latihan malam,” tutur wanita berhijab ini.

“Kadang sakit juga kalau jadwal padat, tapi saya sedia vitamin, minum (air mineral), bawa minum ke kantor. Selalu stand by buah juga,” lanjutnya.

Untungnya, pihak kepolisian paham dan sempat memberinya keringanan jelang bergulirnya Porprov 2022. Indira diizinkan tidak masuk ke kantor selama seminggu untuk fokus pada persiapan ajang tingkat provinsi itu.

Kredit foto: Dokumentasi Indira Larasati
Indira Larasati berdiri di podium Porprov X Riau 2022.

“Jadi kalau saya tahun 2022 kan saya ikut Porprov juga, dapat medali emas. Selama tiga bulan persiapan jelang Porprov, saya dikasih waktu seminggu untuk latihan. Gak masuk kantor sama sekali untuk latihan,” ujar Indira.

“Namanya juga kerjaan prioritas utama, jadi gak bisa ditinggalin banget kan. Nah seminggu itu udah ngebantu banget, selebihnya kita lagi yang jaga performa, latihan mandiri,” sambungnya bercerita.

“Karena kalau full latihan juga ya gak bisa, tapi tetap dikasih dispensasi, dari selesai latihan paling rest tiga hari, baru masuk kantor juga, seperti itu,” ucapnya.

Cedera halangi mimpi 

Kerja keras dan ketekunan Indira jalani demi merajut satu asa, yakni menggapai mimpi yang lebih tinggi lagi di pentas dunia. Indira bermimpi suatu saat bisa membela nama Indonesia di ajang sekaliber SEA Games, Asian Games atau bahkan Olimpiade.

Namun sayang, cedera engkel yang menyerang kaki kanannya menjadi antagonis bagi mimpi mulia tersebut. Indira sempat menjalani seleksi untuk SEA Games Vietnam 2021. Namun, cedera engkel memengaruhi performanya.

Padahal sebelumnya, Indira sempat mampu menaklukkan cedera tersebut di ajang Pra PON XX Papua. Saat itu, Indira berhasil meraih medali perak. Namun, cedera pula yang membuat Indira batal berangkat ke ujung timur Indonesia.

“Punya banget (mimpi membela Indonesia di turnamen besar). Apalagi dulu sempet ikut (seleksi SEA Games), setelah dari Pra PON juara dua kan, memang ikut seleksi SEA Games,” kenang Indira.

“Kebetulan saya sudah cedera, jadi mimpi itu hilang aja. Mau dipaksa bagaimana? Paling kalau masih daerah-daerah kecil bisalah megang, tapi kalau udah Pelatnas, pupus harapan,” ucapnya.

Kredit foto: Dokumentasi Indira Larasati
Indira Larasati berfoto dengan medali emas dan piagam penghargaan.

Cedera Indira didapat saat melakukan latihan pada tahun 2017. Indira sempat beberapa kali pulih dan bertanding kembali. Namun, cedera engkel yang dideritanya malah kambuh di saat-saat penting.

“Dari 2017 pertamanya, kemudian biasa aja tuh. Lumayan lama sembuhnya, tapi bisa sih karena baru cedera kan, tapi sering kambuh kalau jalan aja kadang sering keplekok sendiri, habis itu sakit bentar aman,” jelas Indira.

“Selesai Pra PON 2019 latihan semi-sparing, nah itu saya dislokasi lagi. Dari situ tuh udah kaya yang ngilu setiap beraktivitas. Itu keputar banget, tumpuan kaki gak pas, dari situ udah setiap jalan aja ngilu, jalan lama ngilu, cuaca dingin pas ujan juga ngilu,” tutur Indira.

Batu kerikil kehidupan  

Indira Larasati lahir di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada 28 November 1998. Indira adalah putri ketiga dari empat bersaudara. Tahun ini, usianya akan menginjak 26 tahun.

Indira tidak lahir dari keluarga berada. Ayahnya adalah seorang petugas keamanan, sedangkan ibunya membantu mencari nafkah sebagai juru masak dan tata rias di acara pernikahan.

Sejak kecil, Indira dikenal sebagai anak yang tomboi. Indira kerap bermain dengan anak laki-laki. Kegiatan yang paling disukainya adalah memanjat pohon. Dia juga menunjukkan minat pada bela diri sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Tidak ada taekwondo di sekolah tempat dirinya mengenyam pendidikan. Kala itu, ekskul karate menarik perhatiannya. Namun, Indira belum diizinkan mengikuti karate lantaran postur tubuhnya masih terlalu kecil.

Saat lulus SD, Indira ingin sekali mendaftar di suatu SMP swasta. Sebab, SMP tersebut memiliki ekskul taekwondo. Namun, sang ibu tidak mengizinkan karena jarak SMP tersebut terlalu jauh dari rumah.

“Antar jemput gak bisa, motor cuma satu sementara saudara saya ada empat, adik saya saat itu SD kelas 1, saya SD kelas 6, kakak saya ada yang SMA juga. Di situlah ibu mikir,  ‘gausah yg dekat aja’” kenangnya.

Sang Ibu ingin Indira batal mendaftar ke SMP swasta. Sebagai gantinya, Indira dibelikan telepon genggam merek Nokia. Meski masih layar kuning, Indira senang bukan kepalang. Dia pun menurut apa kata sang Ibu.

Perkataan Ibu memang tidak pernah salah. Rupanya SMP negeri yang ditempati Indira membuka ekskul taekwondo di semester genap. Indira menjadi salah satu generasi pertama ekskul taekwondo di SMP tersebut.

Kemudian Indira diperkenalkan dengan yang namanya batu kerikil kehidupan.

“Dulu udah membesarkan taekwondo di situ, akhirnya pelatih saya bermasalah, udah ganti pelatih, pelatih baru, jadi jarang tanding gitu, dari yang awalnya sering tanding, dua bulan tiga bulan tanding-tanding terus, akhirnya gak pernah (diikutkan) tanding,” kenang Indira.

Alhamdulillah saya udah punya kenalan di kabupaten, jadi saya ikut dojang orang lain, tapi ternyata saya dicekal, katanya saya gak izin, saya junior blablabla, akhirnnya saya memutuskan keluar dari dojang itu karena udah toksik banget,” ucap Indira lagi.

Kisah kelam yang dialami Indira saat itu cukup kompleks. Indira dikeluarkan dari dojang karena masalah prosedural. Dalam aturan dojang taekwondo di sana, terdapat regulasi bahwa atlet yang bertanding di suatu kejuaraan harus mendapat izin dari pelatih jika ingin membela tim lain alias cabutan.

“Kalau prosedur tanding itu kita harus membawa nama tim daerah kita sendiri, tapi karena tim saya tidak turun (di turnamen tersebut), jadi saya ikut di orang lain, kebetulan saya udah izin (ke pelatih),” ucap Indira.

Indira mengaku sudah izin kepada pelatih dan diizinkan. Namun, pelatihnya saat itu malah menjatuhkannya. Sang pelatih justru mengaku Indira belum melakukan komunikasi apapun.

“Akhirnya saya selesai dari tanding di Sumatera Barat itu, saya padahal itu bawa emas loh, pas pulang di jalan saya dikabari senior  saya, saya sudah di-blacklist dari taekwondo daerah saya,” ujar Indira.

“Saya udah izin, dibilangnya saya gak ada komunikasi, di belakang pelatih saya ngomongin yang lain. Nah, puncaknya pas di Sumbar itu, ya udah saya di-blacklist, saya dicoret. Saya juga gak punya tempat latihan dan tempat bernaung,” lanjutnya lagi.

“Saya ikut seleksi selalu ditahan karena mau menaikkan orang lain juga, jadi saya selalu nebeng tim lain kalau bertanding, biar saya ikut, karena saya gak punya tempat latihan,” pungkasnya.

Kredit foto: Dokumentasi Indira Larasati
Indira Larasati berlaga di Porprov X Riau 2022.

Indira juga pernah dicaci maki ketika bertanding mewakili dojang, lalu menelan kekalahan. Namun, jika saat itu Indira menyerah lebih cepat pada kerasnya kehidupan taekwondo, maka Indira tidak akan sampai menjadi dirinya saat ini.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.