Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mulai bergerak untuk menghidupkan kembali sepak bola putri nasional. Langkah ini dimulai dengan menunjuk seorang pelatih baru untuk menangani Garuda Pertiwi.
Sosok tersebut adalah Satoru Mochizuki. Pria asal Jepang ini direkrut menggantikan pelatih sebelumnya, Rudy Eka Priyambada.
Mochizuki dikontrak selama dua tahun oleh PSSI untuk memimpin Timnas Indonesia Putri di seluruh level usia. Dia diharapkan bisa membangun ulang kekuatan Garuda Pertiwi meski tanpa adanya liga resmi yang bergulir.
“Seperti yang selalu disampaikan bahwa kepenguruan PSSI, kami serius membangun sepak bola Indonesia. Tetapi, tentu membangun sepak bola Indonesia tidak seperti memutarkan tangan, itu perlu proses,” kata Ketua Umum PSSI, Erick Thohir.
“Mereka bertanya mana pembangunan timnas putri. saya bilang sabar. Bukan berarti kami tidak bekerja, tetapi dalam memilih figur untuk memimpin timnas putri Indonesia, kami tidak ingin pelatih yang kaleng-kaleng. Kami ingin cari yang bisa membangun, bukan hanya tim, tapi juga jajaran pelatih agar bisa transfer knowledge,” lanjut dia.
Apa yang disampaikan oleh Erick memang ada benarnya. Melihat kondisi sepak bola putri yang karut-marut, memang dibutuhkan pelatih dengan pengalaman dan kemampuan yang mumpuni.
Maka itu, PSSI pun tak mau sembarangan dalam memilih juru taktik. Mereka mempertimbangkan segala aspek sebelum akhirnya meminang pelatih dari Jepang.
Salah satu faktor terkuatnya dikarenakan Jepang merupakan negara dengan tradisi sepak bola yang kuat. Apalagi, di sektor putri yang kerap mengukir prestasi dan kebetulan itu diraih saat Mochizuki bertugas.
“Untuk membangun sepak bola Indonesia, saya berpikir kita tidak boleh bersandar pada diri sendiri. Kita harus juga perlu bantuan dari negara-negara yang sudah sukses dalam sepak bola, salah satunya Jepang. Jika kita lihat sejarah sepak bola di Jepang, mereka baru kenal bola sejak 34 tahun lalu, tetapi mereka punya blueprint yang serius. Sekarang, mereka jadi nomor 1 di Asia. Ini adalah hal yang harus kita pelajari, bagaimana mereka membangun sepak bola,” kata pria yang juga menjabat sebagai Menteri BUMN itu.
“Lalu, kalau kita lihat sejarah sepak bola putri Jepang, mereka terkenal dan jadi salah satu yang terbaik di Asia. Itu alasan kami ingin memperluas jaringan kerja sama dan membangun relasi dengan Jepang. Kami ingin belajar bagaimana mereka mengimplementasikan blueprint sepak bola. Itulah mengapa kita membangun kerja sama dengan JFA, baik dalam hal kerja sama wasit maupun sepak bola wanita,” jelasnya.
Seperti diketahui, pria kelahiran Shiga, Jepang, 18 Mei 1964, itu sebelumnya pernah mengarsiteki Timnas Jepang Putri sejak 2008 hingga 2012. Di tahun itu, Timnas Jepang Putri mampu menembus semifinal Olimpiade Beijing 2008.
Puncaknya, pria yang kini berusia 59 tahun itu sukses mengantarkan Timnas Putri Jepang juara Piala Dunia 2011. Hebatnya, mereka mengalahkan Amerika Serikat yang merupakan kandidat kuat juara lewat adu penalti di partai final.
Setahun berselang, Mochizuki kembali membuat kejutan dengan membawa Timnas Jepang Putri melangkah ke laga puncak Olimpiade London 2012. Namun, lagi-lagi Dewi Fortuna belum berpihak kepadanya usai Timnas Jepang Putri ditumbangkan Kanada.
Berkaca dari hasil tersebut, PSSI pun tak ragu untuk meminangnya demi mewujudkan target utama menembus Piala Dunia Putri 2035. Mochizuki diharapkan bisa memberi kontribusi dalam upaya Indonesia meraih target tersebut dalam blueprint yang disiapkan selama 10 tahun ke depan.
“Sejak 2-3 bulan lalu kami meninjau CV dan kami yakin Satoru merupakan sosok yang tepat untuk memipin skuad Indonesia. Alhamdulillah dengan kerja sama bersama Federasi Sepak Bola Jepang (JFA), kami dapat figur yang terbaik. Kami merasa terhormat karena Coach Satoru Mochizuki yang sudah punya track record memegang Timnas Jepang di Olimpiade dan pernah mempersembahkan juara dunia. Ini suatu hal yang sangat positif ketika dunia internasional mulai percaya pada Indonesia,” kata Erick.
Dengan penunjukan ini, PSSI pun berharap Mochizuki bisa menularkan mental juara kepada para calon penggawa Garuda Pertiwi. Apalagi, kondisi fisik pemain Jepang dan Indonesia tak jauh berbeda sehingga diharapkan apa yang dilakukan bersama Timnas Jepang Putri bisa juga diimplementasikan di Indonesia.
“Kalau dilihat dari segi ukuran (fisik), ada kemiripan antara pemain Indonesia dan Jepang. Jadi, kita bisa menggunakan standar yang sudah mereka kembangkan untuk mencapai kesukesan seperti Jepang. Pertama tama, kami ingin menjadi yang terbaik di Asia Tenggara, lalu yang terbaik di Asia. tetapi itu adalah proses yang panjang, kami harus serius menjalani ini bersama Coach Satoru,” ungkap Erick.
Sebagai tugas terdekat, Mochizuki harus segera membentuk Timnas Indonesia Putri yang akan berlaga di Piala Asia U-17 Putri 2024 pada April mendatang yang akan dihelat di Bali. Itu berarti, dia hanya punya waktu satu bulan untuk membentuk dan melatih skuad Garuda Pertiwi sebelum tampil di gelaran tersebut.
“Kami tak mau ada target dulu (di Piala Asia U-17 Putri 2024). Namun, ini sebagai cikal bakal pembentukan tim jangka panjang,” ucap Erick.
Bertekad Membangun Timnas Putri yang Kuat
Satoru Mochizuki yang kini berusia 59 tahun dulunya merupakan mantan pesepak bola Jepang era 80-90an semasa era amatir sepak bola Negeri Matahari Terbit. Tercatat, dia pernah membela NKK Soccer Club, Urawa Red Diamonds, dan Kyoto Sanga.
Setelahnya, dia mengambil jalur kepelatihan di mana saat ini dia memegang lisensi JFA S License atau setara dengan AFC Pro License.
Sebelum menangani sepak bola wanita, Mochizuki pernah melatih sejumlah klub pria, beberapa di antaranya Kyoto Sanga, Vissel Kobe, Urawa Red Diamonds Junior, dan Timnas Jepang U-16.
Namun, namanya baru mencuat ketika memimpin Timnas Jepang Putri sejak 2008-2012 di mana dia menelurkan sejumlah prestasi, yang salah satunya adalah kampiun Piala Dunia Putri 2011.
Setelah tak lagi bersama Timnas Jepang Putri, Mochizuki masih melanjutkan karier sebagai pelatih tim wanita dengan melatih Japan Women’s Universiade atau tim Universitas Jepang Putri.
Dia tiga kali memimpin tim tersebut dalam tiga Universiade, yakni pada 2015, 2017, dan 2019. Selepas itu, dia menjadi instruktur pelatih Lisensi A AFC pada 2023.
“Saya ucapkan terima kasih dan bangga sekali bisa diundang sebagai pelatih Timnas Indonesia Putri. Saya bangga bisa dipilih sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia Putri. Saya percaya bahwa Indonesia punya potensi yang sangat luar biasa, terutama dalam sepak bola Indonesia ini, agar bisa jadi lebih besar dan bisa bicara di panggung internasional,” kata Mochizuki.
“Makanya, saya percaya dan mendedikasikan tahun-tahun ke depan ini untuk mengembangkan sepak bola Indonesia. Saya akan mencoba yang terbaik dari semua talenta yang ada di Indonesia untuk dikembangkan dan dimulai dari awal,” tambahnya.
Lebih lanjut, Mochizuki mengaku sudah tak sabar lantaran ini pertama kalinya bekerja di luar Jepang. Dia pun berharap bisa bekerja secepatnya lantaran harus mencari bibit-bibit potensial yang bisa dijadikan penggawa timnas putri.
“Saya pernah jadi pelatih di Jepang, tetapi saya belum pernah melatih di luar negeri. Jadi ini tantangan yang besar buat saya tapi saya sangat tidak sabar memulai tugas di Timnas Indonesia Putri,” kata Mochizuki.
“Rencana jangka pendek adalah Piala Asia U-17 2024 Putri. Saya ingin mencari potensi dari para pemain timnas putri. Untuk rencana jangka panjang, saya ingin membangun Timnas Indonesia Putri yang memenuhi standar dunia,” tutur dia.