
Ballon d’Or edisi tahun 2024 sangat emosional bagi Rodri. Bukan karena hanya malam penghargaan tersebut bertepatan dengan ulang tahun pernikahannya bersama Laura, sang istri, melainkan juga karena dia telah mengalami banyak hal dalam perjalanan hidupnya.
Mentalitas membenci kekalahan sudah tertanam sejak Rodri masih kecil. Sang Ayah ingin Rodri menjadi orang sukses di masa depan. Karena itu, pendidikan menjadi hal nomor satu di keluarganya.
Kedua orang tuanya ingin Rodri bersekolah di luar negeri. Rodri sempat didaftarkan untuk program pertukaran pelajar ke Amerika Serikat. Namun, Rodri membujuk kedua orang tuanya agar dia tetap diizinkan tinggal di Spanyol.
Baca juga:
Kai Havertz, Sang Bidak Pahlawan Arsenal
Alasannya tak lain karena Rodri ingin mengejar impian sebagai pesepak bola. Orang tua Rodri pun mengerti keinginan sang anak, dan menyekolahkan dia ke akademi CF Rajo Majadahonda, sebuah akademi di bawah naungan Atletico Madrid.
“Saya melihat dia pertama kali bersama Infantil Atletico (tim kelompok umur U-14). Dia sudah menonjol. Dia bertubuh kecil, tetapi Anda bisa melihat bahwa dia adalah seorang anak yang memiliki visi dan kecerdasan. Dia adalah salah satu pemain terpintar di akademi Atletico Madrid,” tutur mantan pelatihnya di akademi, Mauricio Elena dilansir ESPN.
“Dia selalu menegakkan kepalanya. Bentuk tubuhnya bagus. Dia cepat. Dia sudah mampu membaca permainan dengan cara yang tidak biasa bagi pemain seusianya. Dia sudah tampak seperti akan menjadi pemain profesional, atau setidaknya begitulah yang saya lihat,” sambung Elena.
“Ada yang lain, seperti Lucas Hernandez, tetapi Rodri memiliki sesuatu yang tidak umum. Visinya, cara dia mengendalikan bola, pada usia 13 tahun. Dia adalah bagian penting dari tim. Senang melihat dia,” jelas Elena.

Rodri mengasah talenta kulit bundar di akademi tersebut sejak usia 11 tahun, dan pemuda bernama lengkap Rodrigo Hernandez Cascante itu pun enggan menyerah pada mimpinya. Mentalitas antipecundang yang ditanamkan oleh sang Ayah pun menular ke lapangan hijau.
Rodri enggan berbicara sepatah kata pun ke orang rumah jika dirinya gagal membawa timnya menang. Sang Ibu sampai heran dengan sikap Rodri.
“Mengapa? Bukankah itu (sepak bola) hanya sebuah permainan?” ujar sang Ibu.
Begitulah Rodri. Bagi dia, kemenangan di sepak bola adalah candu. Jika gagal menang, Rodri sudah seperti pecandu narkoba yang putus obat alias sakaw.
“Saya ingat betul, kami bermain di sebuah turnamen di Barcelona. Dia membuang peluang di menit ke-90, dan kami kalah dalam pertandingan itu. Dia benar-benar tidak senang dan kesal di ruang ganti, ada perbedaan antara bermain sepak bola dan menjadi pemain sepak bola,” tutur Elena soal mentalitas Rodri yang membenci kekalahan.
“Seorang pemain sepak bola marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya. Mereka marah ketika salah mengoper. Mereka marah ketika salah mengontrol bola. Rodri punya sifat seperti itu. Dia akan merasa kesal. Dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri,” tandasnya.
Main bola sembari kuliah
Rodri terus berusaha menjadi anak penurut dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Dia mengiyakan perintah sang Ayah untuk melanjutkan studi ke universitas. Rodri pun melanjutkan studi di Jaume I University Castellon de la Plana, dengan mengambil prodi manajemen bisnis.
Namun, Rodri masih enggan meninggalkan sepak bola. Meninggalkan ibu kota bukan berarti meninggalkan impiannya. Rodri pun bergabung ke akademi yang letaknya tak jauh dari kampus, yakni Villarreal.

Bangku universitas dan lapangan hijau, dua hal ini terasa sebagai dua dunia berbeda bagi Rodri, dan dia harus membagi dua dunia tersebut. Rodri melakoni debut profesional di La Liga dengan menyandang status mahasiswa, tepatnya saat Villarreal takluk 1-2 dari Rayo Vallecano pada 17 April 2016.
Pernah suatu kali, Villarreal hendak bertandang ke Estadio Mestalla, markas Valencia, dan Rodri nyaris ketinggalan bus tim lantaran sibuk belajar untuk ujian. Rodri pun panik dan langsung bergegas menuju Valencia menggunakan kendaraan umum.
“Ketika saya di Villarreal, saya pandai menguasai bola, tapi saya masih agak lembek. Di bawah asuhan Diego Simeone, saya belajar bagaimana menjadi orang jahat, menjadi bajingan dan membuat lawan menderita selama 90 menit.”
Rodri juga mencatat debut bersama timnas Spanyol sembari menyandang status mahasiswa. Rodri turun dari bangku cadangan saat Spanyol bermain imbang dengan Jerman pada Maret 2018.
“Lingkungan mahasiswa sangat membantu saya. Ini membantu saya menjernihkan pikiran saya dari rutinitas sepak bola,” ujar Rodri kepada La Razon.
Namun, Rodri juga merupakan remaja biasa pada umumnya. Dia pernah merasa kelelahan lahir batin karena harus belajar sembari menekuni sepak bola. Sempat terbesit di pikirannya untuk menyerah pada impiannya sebagai pemain sepak bola profesional.
“Suatu hari, saya pernah berkata kepada Ayah, ‘(saatnya) berhenti, mimpi saya sudah usai, saya akan meninggalkan sepak bola. Tapi, dia (sang Ayah) berkata, ‘tidak, tetap lanjutkan (sepak bola) teruslah mencoba sampai akhir’,” kenangnya kepada jurnalis kondang, Fabrizio Romano.
Singkat cerita, Rodri lulus dan kembali ke Madrid dengan gelar sarjana. Rodri pun kembali ke tempat dia memulai perjalanan sepak bola, yakni Atletico Madrid. Namun, bukan lagi sebagai pemain akademi, melainkan punggawa tim senior Los Rojiblancos.
“Ketika saya di Villarreal, saya pandai menguasai bola, tapi saya masih agak lembek. Di bawah asuhan Diego Simeone, saya belajar bagaimana menjadi orang jahat, menjadi bajingan dan membuat lawan menderita selama 90 menit,” kenang Rodri pada laman Players Tribune.
Digembleng Pep Guardiola
Manchester City meminang Rodri dengan mahar 62,8 juta Poundsterling atau Rp1,2 triliun pada musim panas 2019, tentu bukan angka yang murah. Tekanan sekaligus tantangan pun menghampiri dirinya di masa awal bersama The Citizens.
Rodri sempat mengaku kesulitan beradaptasi. Bukan hanya kemampuan bahasa Inggrisnya yang masih terbata-bata, tetapi juga karena Pep Guardiola dan Diego Simeone memiliki gaya main yang berbeda 180 derajat.
Taktik Simeone banyak mengandalkan fisik, namun Guardiola lebih mengedepankan otak. Kombinasi pengalaman ditangani oleh pelatih yang dominan fisik, dan otak membuat Rodri menjelma menjadi gelandang dengan atribut lengkap.
“Simeone dan Guardiola adalah dua sudut pandang yang berbeda, dua cara kerja yang berbeda. Namun, mereka berdua ambisius, dan mereka berdua adalah pemenang,” ucap Rodri menerima tantangan baru bersama Man City, dipetik Marca.
Di Etihad Stadium, Guardiola mengajarkan Rodri untuk melihat lapangan sepak bola bagaikan papan catur. Eks pelatih Barcelona dan Bayern Muenchen itu pun benar-benar berhasil mengeluarkan potensi yang ada dalam dirinya.
Rodri diproyeksikan sebagai pengganti Fernandinho yang sudah uzur. Namun dia masih harus bersaing ketat dengan Ilkay Gundogan. Rodri terus bekerja keras dan melahap kompetisi ketat di skuad Manchester Biru. Terbukti, dia tampil sebanyak 35 kali pada musim perdananya di Liga Inggris.
“Anda melihat tekanan pada tim besar, tantangan yang lebih besar dari segalanya. Jika Anda bermain buruk, Anda tersingkir. Positifnya, kami berada dekat dengan tujuan kami,” ujar Rodri.

Menurut Who Scored, rataan umpan sukses Rodri mencapai 92 persen pada musim 2020-2021. Permainan Rodri di atas lapangan begitu dewasa. Namun, ketika menghubungi istrinya yang menetap di Spanyol, Rodri kembali menjadi anak kecil lagi.
Rodri selalu menghubungi sang istri lewat telepon video di bus tim setiap Man City selesai bertanding. Keduanya memang menjalani hubungan jarak jauh setelah Rodri hengkang ke Inggris.
Setiap Man City gagal menang, suasana hening akan menyelimuti bus tim. Semua pemain tertunduk, tertekan dan diselimuti rasa bersalah usai mendengar ocehan Guardiola di ruang ganti. Namun, Rodri cepat melupakan hasil pertandingan dan segera mengabari sang istri.
Di saat rekan setimnya tertunduk, yang dilakukan Rodri malah bercengkerama dengan Laura, istri kesayangannya. Seluruh skuad The Citizens, terutama para pemain senior, acapkali heran dengan kelakuannya.
“Ya kami agak payah hari ini, jujur saja. Kami imbang, saya kesal, bagaimana harimu? Nonton Netflix lagi? Makan apa hari ini?” tanya Rodri kepada Laura.
“Wah, kamu tidak boleh bicara seperti itu di bus, Pep bisa mendengarmu! Semua orang bisa mendengarmu!” ucap Sergio Aguero dengan nada kesal kepada Rodri, sebagaimana dilansir Player’s Tribune.
Ballon d’Or
Sisanya adalah sejarah. Gelar demi gelar berhasil dipersembahkan Rodri untuk Man City. The Citizens meraih gelar Liga Inggris selama empat musim beruntun pada kurun 2021 hingga 2024. Rodri juga mendulang treble-winner pada musim 2022-2023 silam.
Kiprahnya di timnas Spanyol tak kalah cemerlang. Rodri membawa El Matador merengkuh gelar Euro 2024. Gemilang gelarnya, baik di level klub maupun internasional, membuat dirinya layak memenangi Ballon d’Or tahun ini.

Perdebatan menyelimuti malam penghargaan yang berlangsung pada Selasa (29/10) dini hari WIB. Banyak yang menganggap bintang Real Madrid, Vinicius Junior juga layak memenangi Ballon d’Or.
Namun etika, kerja keras, mentalitas dan sikap Rodri di luar lapangan menjadi alasan mengapa banyak jurnalis sepak bola lebih memilih Rodri ketimbang winger Brasil tersebut. Rodri memilih tinggal di asrama selama perkuliahan dan menolak gaya hidup mewah. Bahkan, sampai detik ini, Rodri tidak memiliki satu pun akun media sosial.
“Terima kasih untuk keluarga saya, tentu saja, nilai-nilai yang mereka ajarkan kepada saya, menunjukkan langkah-langkah yang tepat untuk diambil dan membantu saya menjadi pria seperti sekarang ini.
“Orang yang sangat istimewa, agen saya Paulo, ketika Anda membawa saya ke pertandingan, memenuhi impian saya. Saya juga ingin berterima kasih kepada rekan satu tim saya karena tanpa mereka saya tidak akan berada di sini karena sepak bola adalah permainan tim,” tutur Rodri dalam sambutannya usai diumumkan sebagai pemenang Ballon d’Or, dilansir Sport Bible.
Sikap rendah hati terpancar saat Rodri berbicara di podium penghargaan. Dia tidak sedikit pun melupakan jasa rekan setimnya. Pemain berusia 28 tahun ini juga mendoakan agar juniornya di timnas Spanyol, Lamine Yamal bisa mengikuti jejak kesuksesannya.
“Saya ingin berterima kasih kepada Luis (De La Fuente, pelatih timnas Spanyol) karena telah mempercayai saya. Saya ingin menyebutkan rekan-rekan setim saya yang pernah memenangkan gelar Euro bersama saya, khususnya Dani Carvajal yang mengalami cedera yang sama dengan yang saya alami,” lanjut Rodri.
“Lamine Yamal, saya tahu Anda akan segera memenangkan penghargaan ini (Ballon d’Or). Ini adalah kemenangan bagi sepak bola Spanyol dan banyak teman saya yang menulis kepada saya untuk mengatakan, sepak bola telah menang hari ini,” tutup dia.
Selamat merayakan sepak bola, Rodri. (Ilham Sigit Pratama)