Taekwondo merupakan bela diri yang cukup populer di Indonesia dan banyak klub-klub Taekwondo yang berdiri, termasuk SACTI Club.
SACTI Club merupakan salah satu klub Taekwondo tertua di Indonesia. Klub ini didirikan oleh Sukanda atau Master Sukanda pada 1974 di DKI Jakarta.
Nama Master Sukanda sangat terkenal di kalangan penggiat Taekwondo di Indonesia. Ia merupakan salah satu pendiri Taekwondo Indonesia sekaligus generasi pertama Dewan Guru Taekwondo di Tanah Air.
Taekwondo mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1970, dimulai aliran Taekwondo yang berafiliasi ke ITF (International Taekwondo Federation) yang dipelopori oleh Jendral Choi Hong Hi. Kemudian berkembang juga aliran Taekwondo yang berafiliasi ke WTF (The World Taekwondo Federation) yang berpusat di Kukkiwon.
Pada waktu itu, di Indonesia kedua aliran ini yang masing-masing mempunyai organisasi ditingkat nasional yaitu Persatuan Taekwondo Indonesia (PTI) yang berafiliasi ke ITF dipimpin dan Federasi Taekwondo Indonesia (FTI) yang berafiliasi ke WTF.
Kemudian keduanya aliran tersebut menyatu menjadi organisasi yang disebut PBTI (Pengurus Besar Taekwondo Indonesia) dan berpusat di Jakarta.
Kini Taekwondo Indonesia telah berkembang di seluruh propinsi di Indonesia dan SACTI Club menjadi salah satu klub Taekwondo angkatan pertama dan bertahan hingga saat ini.
Bahkan SACTI Club sempat berkembang dan membuka unit di beberapa wilayah Indonesia. Hal itu diungkapkan Dewan Pembina SACTI Club, Sabeum Nim Temy Nasution, saat Ludus.id berkunjung ke unit Bintaro, beberapa hari lalu.
“SACTI Club ini merupakan klub Taekwondo di Indonesia dari beberapa yang ada pada awal-awal Taekwondo hadir di Indonesia. Nah SACTI Club menjadi salah satu klub tua yang mulai berdiri 1974 di Jakarta,” jelas Temy kepada Ludus.id.
“Kita berkembang dan hampir ada di seluruh wilayah Indonesia, tetapi karena ada kebijakan dari PBTI (PB Taekwondo Indonesia), klub hanya boleh berdomisili di wilayah DKI saja, dalam hal ini DKI Jakarta jadi kita meng-handle di Jakarta,” tambah Temy.
DKI Jakarta memang menjadi salah satu daerah yang cukup banyak memiliki klub dan peminat. SACTI Club sebagai klub tua juga cukup kebanjiran anggota.
Saat ini setidaknya ada 2000 atlet yang terdaftar di SACTI Club dari semua unit di Jakarta. Jumlah ini terbilang besar dan bahkan saat ujian kenaikan tingkat sabuk, SACTI juga mengirimkan banyak atlet.
“Data kita ada 2000 anggota. Saat ujian pada bulan November kemarin itu, ada 1400 atlet dari SACTI Club yang ikut, tetapi di data semua unit itu ada 2000,” jelas Temy.
Banyaknya anggota SACTI Club Taekwondo memang tak terlalu mengejutkan. Pasalnya SACTI Club buka unit di beberapa tempat di lima wilayah DKI Jakarta.
Cara daftar member baru di SACTI Club juga mudah. Bahkan Temy mengatakan bahwa masuk SACTI Club terbilang paling mudah dan iurannya juga terjangkau.
“Calon member tinggal klik di Google, lihat titik SACTI Club sudah ada. Kalau misalnya telepon ke admin lalu ditanya dulu domisilinya di mana, nanti admin yang mengarahkan,” ucapnya.
Sedangkan, untuk menjadi bagian dari Keluarga SACTI, minimal harus berusia empat tahun dan tanpa maksimal. “Jika mengacu pada syarat di formulir pendaftaran, minimal umur murid empat tahun. Ketentuan itu kami buat dengan pertimbangan umur empat tahun secara anatomis sudah cukup kuat dan komunikasi dapat berlangsung efektif,” lanjutnya.
Anggota atau atlet yang bergabung dengan SACTI Club bukan hanya sekadar latihan, tetapi juga mengikuti berbagai kejuraan berlevel nasional PBTI. SACTI Club punya program prestasi yang dilakukan secara bertahap dan berjenjang.
Muhammad Reinhart Adira dan Dinaranaya Putri merupakan anggota SACTI Club yang cukup berprestasi. Keduanya juga banyak melakukan pertandingan di kejuaraan level nasional.
Reinhart awalnya mengikuti Taekwondo dan memiliki SACTI sebagai klub karena orang tua. Namun, pada akhirnya ia merasakan positifnya bergabung dengan klub, terutama dalam hal prestasi.
“Milih SACTI dulu karena disuruh orang tua buat belajar bela diri. Tadinya sih enggak mau tetapi setelah bertahun-tahun dijalani jadi mau karena di sekolah juga butuh prestasi seperti masuk kuliah juga bisa melalui jalur prestasi,” cerita Reinhar kepada Ludus.id.
Prestasi Reinhart juga terbilang lumayan. Ia bercerita bahwa dirinya kerap mengikuti kejuraan nasional dan pernah juara di event Piala Menpora.
Sementara itu, Dinar bergabung dengan SACTI karena rasa isengnya melihat latihan Taekwondo di pinggiran jalan Bintaro.
“Awalnya lihat di jalan ada yang latihan. Awalnya juga tidak minat, tetapi setelah lama dijalani jadi merasa hobinya tuh di sini,” ucap Dinar.
Dinar, sapaan akrabnya, juga memiliki banyak prestasi sejak bergabung dengan SACTI Club. “Kalau prestasinya dari saya kecil sudah lumayan banyak. Ada dari kejuaraan internal SACTI, lalu kejuaraan kota dan nasional juga,” jelas Dinar.
Prestasi dan Pembinaan
Bicara prestasi, SACTI Club merupakan klub Taekwondo yang memilik banyak prestasi. Mereka pernah menjadi juara umum di Jakarta Barat, juara PORSENI, Kejurcab Selatan, Kejurda DKI, Kejurda Junior DKI, dan banyak lagi.
Namun, saat pandemi langkah SACTI Club mengalami sedikit perubahan. Karena tidak adanya kejuaraan saat pandemi, SACTI Club malah banyak melahirkan wasit nasional dan internasional, termasuk melahirkan pelatih.
Selain itu, SACTI Club juga mulai fokus pada pembinaan. Pandemi membuat atlet yang ada di atasnya butuh regenerasi.
“Sebelum pandemi kita ikut Kejurda, Pelatda, poomsae, hingga kyurgi. Setiap klub punya target, saat pandemi semua terhenti sementara atlet yang di Kejurda dan Pelatda ketika mulai lagi, masih berada di atas dan yang di bawahnya juga harus dikembangkan,” cerita Temy.
“Sekarang kita sedang proses pengembangan, istilahnya development. Makanya pas kemarin kita ujian kenaikan tingkat itu ada 1400. di Wilayah Provinsi lain saja harus tunggu enam bulan untuk jumlah segitu, kita cukup satu ujian saja,” kata Temy.
Pandemi usai, SACTI Club kembali mengikuti beberapa kejuaraan lagi. Mereka kembali aktif di Liga Taekwondo DKI lalu kejuaraan-kejuaraan di wilayah Tangsel. Namun, mereka masih mencoba kembali meraih prestasi kembali.
SACTI Club memang cukup selektif dalam mengikuti kejuaraan. Tidak setiap ada kejuaraan yang ada di DKI ataupun Jabodetabek diikuti.
“Kalau kejuaraan nasional, kita lihat dulu penyelenggaranya. Kalau sekarang kejuaraan yang berjenjang itu ada POPDA, PORDA, POPNAS, PORNAS, dan penyelenggaranya harus dari PBTI, Pengprov TI atau Pengkot TI,” jelas Temy.
Temy tidak memungkiri antusiasme Taekwondo di DKI Jakarta ini sangat luar biasa. Ia melihat setiap pekan pasti ada kejuraan Taekwondo berlabel nasional.
Ia menilai satu sisi ini sangat bagus karena sebagai pengalaman bagi atlet untuk belajar. Namun, di satu sisi lagi hal tersebut menjadikan atlet bertanding tanpa persiapan.
Pasalnya, banyak kejuaraan saat ini menerapkan dua program yakni kelas pemula dan prestasi. Untuk pemula biasanya atlet dicarikan lawan yang tingginya sama dan bertanding satu rondenya 45 detik setelah itu mendapat medali.
“Dulu bisa dua bulan persiapan, lama memang tetapi saat bertanding mereka sudah matang. Kita programnya seperti itu, latihan dulu, tunjukkan yang terbaik di latihan, baru bertanding,” kata Temy.
“Kalau kelas prestasi itu bagus, biasanya mereka berjenjang, tetapi kalau pemula terlalu banyak. Satu rondenya 45 detik, banyak juga yang mengejar prestasi misalnya kalah 10 kali dapat perak 10 kali,” tambah Temy.
SACTI Club tidak selalu mengirimkan atletnya, khususnya pemula. Mereka memiliki kebijakan yang tak melulu tentang prestasi.
Klub ingin atletnya berkembang sehingga nantinya bisa bertanding dengan jenjang yang lebih tinggi secara bertahap.
“Kita di sini kasih aturan untuk ikut kejuraan pemula itu maksimal dua kali. Misalnya sang anak satu kali ikut dapat emas dan keduanya dapat emas, berikutnya harus ikut prestasi,” ucap Temy.
Temy tak masalah atletnya kalah 3-4 kali dalam kelas prestasi. Ia mengatakan bahwa satu perunggu di kelas prestasi itu nilainya lebih mahal dibanding banyak medali di pemula.
SACTI Club, dijelaskan Temy, selalu memiliki target jangka panjang dan bertahap. Inilah yang menjadi dasar SACTI Club membentuk klub Taekwondo dan sudah bertahan selama 49 tahun.
Kita berpikirnya jangka panjang. Dimulai dari sabuk putih lalu ke kuning, nanti lanjut menggunakan body protector dan akan berlatih di GOR bagi yang sudah disiapkan untuk kejuaraan-kejuaraan,” tutup Temy.