“Saya Buta, Apakah Saya Harus Jadi Tukang Pijat? Pilihannya: Hidup Sebagai Juara atau Mati Wariskan Karya

Foto: NPC Indonesia

Kisahnya seperti di cerita fiksi. Tapi ini nyata. Kisah seorang anak kecil yang dihantam cerita pilu dan dirampas bahagianya. Berusia merambat ke angka 12 tahun, saat ia, bernama Rafli Ahnaf Shidqi divonis sang dokter kalau matanya buta permanen. Awalnya, hanya sakit mata biasa. Berobat ke dokter karena matanya memerah. Diberikan obat tetes. Mata kembali putih. Berulang-ulang kejadian yang sama. Hingga ia membeli obat sendiri di apotek. Lalu ketergantungan obat. Sebab, dalam waktu lama, ketika mata merah, diberi tetes mata, kemudian memutih. Sampai akhirnya, dokter yang beda menyarankan untuk operasi, karena ia dinyatakan over dosis dan tak tertolong lagi kondisinya.

“Waktu itu saya mikir, saya buta, terus gimana nasib saya nanti pada saat dewasa. Saya mikir, ya paling gak, saya akan kerja serabutan jadi kuli atau minimal jadi tukang pijat seperti yang saya tahu ketika itu. Tapi apa saya harus jadi tukang pijat?”

Tuhan maha baik. Takdir berkata lain. Pada saat ia sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) di daerah Bandung, waktu itu berusia hampir 14 tahun, lewat kawannya, ia diajak berlatih judo, olahraga yang ia tak tahu itu apa. Yang ia ingat, kawannya bilang saat itu kalau judo adalah olahraga banting-bantingan. Ia akhirnya menikmatinya dan berlatih keras. Hingga akhirnya, ketekunan berlatih membawanya ke atas matras dan banyak dikalungi medali.

Judo menggiring nasibnya menjadi beda. Judo membawanya keliling dunia, tanpa ia harus tahu keindahan dunia yang ia kunjungi, selain hanya mendengar cerita indahnya. Yang ia syukuri dan menurutnya beruntung, ia masih ingat bagaimana wajah kedua orangtua dan adiknya. Juga saudara dan kawan-kawan sebayanya dulu. Ia juga masih tahu dan ingat wajah para penyanyi seperti Afgan, Peterpan (Noah) dan bintang-bintang lainnya, yang sudah populer di masa kecilnya. Tapi yang pasti, Judo telah mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat dan memberikan banyak hal.

“Alhamdulilah dari prestasi blind judo, saya bisa mewujudkan impian orang tua saya mempunyai rumah. Sekarang punya 3 rumah. Saya harus membuktikan, bahwa orang yang mempunyai keterbatasan penglihatan, bisa mengangkat derajat orang tua, dengan hasil keringat sendiri, tanpa harus dapat belas kasihan dari orang lain”

Rafli Ahnaf Shidqi, sekarang berusia 22 tahun, dan sedang ditugaskan negara untuk membawa merah putih berkibar di arena Asean Para Games, yang dua lagi akan dibuka secara resmi di Solo. Tugasnya adalah mendapatkan medali emas di kelas -73 kg blind judo, seperti juga target pribadinya.

“Tak perlu sedih dengan kondisi kita. Dan jangan pernah berkecil hati dengan kekurangan kita. Karena justru bisa menjadi kelebihan kita. Bila kita bersungguh-sunguh untuk selalu mencoba yang di luar batas kemampuan kita, harus tunjukkan seorang difable pun bisa mengharumkan bangsa ini”

“Tidak ada kata terlambat untuk mengejar mimpi!! Ini adalah mimpi milik pribadi, tetapi ada cukup sepasang tangan untuk mencapainya. Jangan pernah menyerah”

 “Pilihannya adalah: Hidup sebagai juara atau mati wariskan karya!”


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.