Saya Sangat Ikhlas dan Rela, Jika Malang Tanpa Sepak Bola

Tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi ludus.id. Redaksi berhak untuk melakukan pengeditan sesuai dengan kebijakan yang berlaku.

Penulis      : Julian Adam Hernando
Instagram : @julianadamh

Saya Sangat Ikhlas dan Rela, Jika Malang Tanpa Sepak Bola

Lahir di Malang, besar di Malang, dan sampai saat kini masih di Malang.

Arema, klub sepak bola pertama yang saya cintai.
Aremania, kelompok suporter di Indonesia pertama yang saya kagumi.

Sejak kecil kalau ditanya cita-citanya apa, pasti akan saya jawab “jadi pemain sepak bola”. Sebagai orang Malang, jujur suatu saat nanti saya ingin bermain sepak bola untuk Arema.

Setiap Arema bertanding, saya selalu menyempatkan untuk menontonnya, ya walau hanya lewat layar kaca saja. Tapi sepertinya menjadi “Aremania Elektronik” dan mendoakan Arema dari rumah, sudah cukup menyenangkan bagi saya.

Sampai akhirnya, 2022 saya memutuskan untuk menonton dan mendukung langsung klub kebanggaan saya ini. Tentu, euforia dan kesenangan hati semakin menjadi. Sekali datang “nribun” rasanya ingin datang lagi dan lagi.
Ah, serunya bisa bersorak dan bernyanyi!

1 Oktober 2022, mungkin menjadi sejarah tragis dan duka yang paling dalam untuk Malang.

Sepak Bola yang sejatinya untuk hiburan rakyat, malah jadi seperti kiamat.
Sorak sorai nyanyian semangat, berujung menjadi lontaran kekecewaan “ja*c*k, anj**g, dan ba*g*at!”
Keindahan sepak bola berubah menjadi tragedi hanya dalam sesaat.
Sampai akhirnya kita tahu, sepak bola di negeri ini memang tidak sehat.

Fanatisme yang menggebu-gebu membutakan akal pikiran.
Kecintaannya terhadap klub melebihi cintanya kepada Tuhan.
Segelintir dari mereka rela mati untuk tim kebanggaan.
Tensi rivalitas menghilangkan rasa kemanusiaan.

Tidak ada hentinya jika saling menyalahkan.
Banyak nyawa berharga yang menjadi korban.
Pada akhirnya, mereka hanya bisa beratribut kain kafan.

Malang, kota indah, sejuk, dan nyaman.
Kini namanya sama seperti nasibnya.
Malang yang malang.

Hanya satu permintaan, USUT TUNTAS!
Semua pelaku, oknum aparat, oknum suporter, oknum panpel, dan semua pihak yang pantas dihukum!

Sepak bola di negeri ini sudah sangat kotor oleh campur tangan ‘oknum mafia’.
Sepak bola di negeri ini hanya mementingkan uang, uang, dan uang saja.

Akhir kata,
saya tetap mencintai Arema dari dalam hati.

Tapi mulai detik ini, saya sangat ikhlas dan rela, jika Malang tanpa sepak bola,
karena nyawa sangat amat berharga di atas segalanya.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.