
LUDUS – Di balik skor akhir yang mencatat kekalahan tipis 2-3 atas Korea Selatan, Indonesia tak kehilangan satu hal: kebanggaan. Sebab dalam duel beregu campuran paling prestisius ini, bendera Merah Putih tetap berkibar lewat keberanian generasi baru dan semangat yang tak pernah pudar.
Saat tekanan menumpuk usai kekalahan di partai pembuka, muncul satu nama muda—Alwi Farhan, yang tampil penuh keberanian, membalikkan keadaan, dan meniupkan semangat baru di lapangan Gimnasium Fenghuang, Xiamen, Tiongkok. Lalu ketika laga berada di ujung tanduk, dua sahabat lama yang dipersatukan kembali, Bagas Maulana dan Muhammad Shohibul Fikri atau Bakri, menghidupkan harapan lewat kemenangan gila di gim ketiga yang mencapai angka 25.
Dua partai itu menjadi denyut utama dari laga yang penuh tensi dan drama. Di antaranya, ada perjuangan tanpa lelah dari Siti Fadia Silva Ramadhanti yang turun di dua sektor, serta pembelajaran mahal dari sektor putri yang masih mencari konsistensi.
Inilah kisah lengkap laga dramatis Indonesia vs Korea Selatan di babak semifinal Piala Sudirman 2025—di mana semangat bertarung tak pernah benar-benar kalah, bahkan ketika skor berkata sebaliknya.

Tugas berat Dejan Ferdinansyah dan Siti Fadia Silva Ramadhanti di laga pertama menghadapi Seo Seung Jae dan Chae Yu Jung (Foto: PBSI)
Suasana di arena Piala Sudirman 2025 mendadak terasa berat ketika ganda campuran andalan Indonesia, Dejan Ferdinansyah dan Siti Fadia Silva Ramadhanti, melangkah ke lapangan. Di hadapan mereka berdiri pasangan Korea yang tidak asing bagi dunia bulu tangkis: Seo Seung Jae dan Chae Yu Jung. Mungkin bukan kombinasi yang rutin bermain bersama belakangan ini, tetapi sejarah mereka pernah saling melengkapi—dan hari ini, mereka menunjukkan bahwa chemistry lama tak pernah benar-benar hilang.
Skor akhir 10-21, 15-21 bukan sekadar angka di papan. Itu adalah cerita tentang bagaimana kecepatan, presisi, dan pengalaman bisa menjadi senjata yang mematikan. Seo dan Chae tampil nyaris tanpa cela sejak awal laga. Servis mereka tajam, pengembalian cepat, dan ritme permainan dibentuk sedemikian rupa hingga Dejan/Fadia nyaris tak diberi ruang untuk bernapas.
“Kami mencoba menyerang, mencoba menerapkan pola permainan kami,” ujar Dejan kepada tim media PBSI setelah pertandingan, suaranya masih berat oleh sisa-sisa laga yang melelahkan. “Tapi kami tidak mendapat celah yang cukup untuk mendapatkan poin.”
Yang membuat pertandingan ini terasa lebih menyesakkan bagi wakil Merah Putih adalah kenyataan bahwa Seo/Chae bahkan belum lama dipasangkan kembali. Namun menurut Dejan, justru itulah kekuatan tersembunyi mereka.
“Mereka sudah pernah berpasangan cukup lama. Mereka sudah punya pola sendiri, sudah terbentuk dan itu menjadi modal mereka,” jelasnya. “Individu mereka sangat bagus, jadi walaupun tidak bermain sebelumnya, mereka tidak perlu waktu lama untuk kembali beradaptasi.”
Kemenangan Korea di partai pembuka ini menjadi pukulan awal bagi skuad Garuda. Sementara itu, Dejan dan Fadia menyadari bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
“Saya dan Fadia masih harus banyak berbenah,” Dejan mengakui.
“Dari pola permainan, kebiasaan, rotasi—semua masih sering salah. Masih harus terus ditingkatkan.”
Pertandingan ini bukan akhir dari perjuangan, melainkan pengingat bahwa di panggung sebesar Piala Sudirman, setiap detail kecil bisa menjadi penentu. Dan Indonesia masih punya waktu, namun harus bergerak cepat. Karena di ajang beregu campuran paling prestisius ini, tak ada ruang untuk kesalahan yang sama.

Pada laga kedua semifinal Piala Sudirman 2025, Alwi Farhan tampil memuaskan dengan mengalahkan Cho Geoyeop (Foto: PBSI)
Ketika tekanan mulai menumpuk, satu nama muda menjawab panggilan tugas: Alwi Farhan. Melawan Cho Geonyeop, Alwi sempat kalah di gim pertama 16-21, tapi bangkit luar biasa di dua gim berikutnya, 21-8, 21-8. Skor kembali imbang, 1-1.
Terlalu terburu-buru, terlalu ingin mematikan lawan, hingga akhirnya justru dirinya yang terkunci dalam pola permainan sendiri. “Permainannya jadi monoton dan terbaca lawan,” ujar Alwi dengan jujur, merefleksikan laga itu dengan kedewasaan yang melampaui usianya.
Namun ia belajar cepat. Di dua gim selanjutnya, variasi pukulan dan semangat juang menjadi senjata utamanya. “Kuncinya mengembalikan semangat. Itu modal untuk bangkit dan keluar dari tekanan.”
Di lapangan, ia menunjukkan bahwa tekad dan keberanian bisa menjadi pembeda. Bukannya tenggelam dalam tekanan, Alwi justru bangkit dengan cara yang menggetarkan. Ia keluar dari bayang-bayang gim pertama, mengubah strategi, memvariasikan serangan, dan—lebih penting—membangkitkan kembali semangat bertarungnya. Hasilnya? Dua gim berikutnya dimenanginya dengan skor telak: 21-8, 21-8.
“Alhamdulillah, sangat bersyukur dan senang bisa kembali menyumbang poin untuk Indonesia,” ucapnya penuh rasa syukur. Tapi kemenangan ini bukan hanya soal angka. Ini adalah titik balik emosional, momen pembuktian bahwa generasi baru Indonesia bisa berdiri sejajar di panggung dunia.
“Pastinya ini pengalaman yang sangat berharga buat saya,” lanjutnya. “Saya menemukan masalah-masalah baru lagi di pertandingan hari ini.”
Dengan skor kini imbang 1-1, energi baru mengalir dalam tubuh skuad Garuda. Alwi bukan hanya menyamakan kedudukan, ia juga menyalakan bara semangat yang sempat meredup. Ia tahu bahwa perjuangan belum selesai, dan berharap tongkat estafet bisa diteruskan dengan semangat yang sama.
“Semoga senior-senior saya yang bertanding setelah ini bisa memberikan yang terbaik,” kata Alwi, suaranya teduh tapi penuh keyakinan. “Dan kami bisa melaju ke final.”
Dari tangan seorang anak muda, lahirlah harapan baru untuk Merah Putih.

An Se-young tak mudah untuk mengalahkan Putri Kusuma Wardani di laga ketiga semifinal Piala Sudirman 2025 (Foto: PBSI)
Di atas kertas, pertandingan ini sudah bisa ditebak arahnya. Tapi di lapangan, Putri Kusuma Wardani tampil bukan untuk menyerah. Ia tahu siapa yang ada di seberang net—An Se Young, sang ratu bulu tangkis tunggal putri dunia, simbol dominasi Korea di sektor ini. Namun, Putri tidak datang untuk menjadi pelengkap cerita.
Skor akhir memang mencatat kekalahan: 18-21, 12-21. Tapi dari pertandingan itu, lahir sebuah kebanggaan tersendiri. Karena bukan mudah membuat seorang An Se Young harus bekerja keras untuk tiap poinnya. “Walaupun kalah dan An Se Young memang lawan yang sulit, dia tidak mudah mematikan saya. Harus melalui banyak pukulan dulu,” kata Putri dengan nada penuh refleksi.
Pertandingan berlangsung dalam intensitas tinggi. Di gim pertama, Putri sempat menempel ketat. Tapi permainan An Se Young yang begitu konsisten dan sabar dalam bertahan serta menunggu celah, menjadi ujian berat bagi Putri yang masih terus membangun ketajamannya di level elite.
“Dia tadi seperti membiarkan saya menyerang, lalu defense-nya tinggal mengarahkan, balik menyerang,” ungkap Putri. “Serangan saya juga banyak mati dan terburu-buru.”
Putri mengakui bahwa fokusnya sempat menghilang di beberapa momen krusial. Bahkan ketika ia mencoba bertahan, insting tajam An Se Young yang mampu membaca arah bola dan mempercepat tempo permainan kerap membuatnya kewalahan. Namun, jauh dari rasa kecewa, Putri justru membawa pulang pelajaran yang tak ternilai.
“Ini pengalaman luar biasa. Terakhir bertemu dia sudah lama sekali. Saya banyak belajar soal konsistensi dari dia.”
Kekalahan ini membuat Indonesia kembali tertinggal 1-2 dari Korea. Tapi semangat belum padam. Dari Putri, kita melihat bahwa pertandingan bukan hanya soal menang dan kalah. Ini soal keberanian untuk bertarung melawan yang terbaik, dan kesiapan untuk belajar dari yang lebih unggul.
Putri membawa lebih dari sekadar hasil. Ia membawa bekal penting untuk masa depan: pelajaran dari yang terbaik, untuk menjadi lebih baik.
Korea kembali unggul 2-1.

Lawan yang dihadapi Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana adalah pasangan tangguh Korea Kim Won-ho/Seo Seung-jae (Foto: PBSI)
Tidak ada yang bisa benar-benar siap untuk pertandingan seperti ini. Saat skor imbang, ketika tekanan berada di puncaknya, dan lawan yang berdiri di depan adalah pasangan tangguh Korea: Kim Won Ho dan Seo Seung Jae. Tapi justru di momen semacam ini, legenda baru bisa mulai ditulis. Dan malam itu, dua nama—Muhammad Shohibul Fikri dan Bagas Maulana—menuliskannya dengan keringat, keberanian, dan keyakinan.
Pertandingan itu adalah rollercoaster emosi. Menang 21-18 di gim pertama, kalah telak 13-21 di gim kedua, dan kemudian bertarung hingga titik nadir dalam gim penentuan yang berakhir dramatis 25-23. Di setiap reli, di setiap sorakan dari bangku cadangan, semangat Indonesia menggantung di udara. Dan ketika shuttlecock terakhir menyentuh lantai di sisi lawan, Fikri dan Bagas menatap langit. Skor menjadi 2-2. Indonesia masih hidup.
“Alhamdulillah, puji syukur kami bisa menyumbang poin untuk Indonesia,” kata Fikri, wajahnya masih diselimuti ketegangan yang belum sepenuhnya reda. “Mereka bukan lawan yang mudah, tangguh sekali, tapi kami fokus pada diri kami sendiri.”

Kemenagan pasangan Bakri, membuat skor menjadi 2-2 dan semangat Indonesia hidup kembali di semifinal Piala Sudirman 2025 (Foto: PBSI)
Bukan hanya teknik, tapi ikatan dan dukungan yang menjadi kunci. Komunikasi antara Fikri dan Bagas berjalan nyaris tanpa hambatan—bukan hal yang mengejutkan, karena mereka pernah menjadi pasangan tetap di masa lalu. “Chemistry-nya masih ada,” kata Bagas. “Di dalam maupun di luar lapangan.”
.Di bangku pelatih, hadir wajah-wajah yang menyuntikkan ketenangan dan strategi. Ada Fajar Alfian, dan Antonius yang terus mengingatkan kelebihan dan kelemahan lawan. “Kami diingatkan terus. Jadi bisa saling mengisi,” tambah Fikri.
Mereka mungkin bukan pasangan utama saat ini, tapi kebersamaan di latihan dan rotasi pasangan telah membuat mereka terbiasa satu sama lain. Tidak ada canggung. Tidak ada ragu. Hanya semangat untuk menyetarakan.
“Support dari teman-teman di belakang sangat berpengaruh bagi kami,” ujar Bagas. “Fighting spirit-nya jadi berbeda. Kami jadi percaya Indonesia bisa menyamakan skor.”
Dan mereka melakukannya. Dengan segala ketegangan, dengan reli yang seakan tak kunjung usai, dengan skor yang mendebarkan hingga angka 25. Ini bukan sekadar kemenangan. Ini adalah pernyataan bahwa Indonesia belum selesai. Bahwa dari balik bayang-bayang dominasi Korea, ada kekuatan yang tak terlihat tapi terus menyala—semangat Garuda.
Skor kembali imbang 2-2. Indonesia hidup kembali.

Kekalahan ganda putri Indonesia di Piala Sudirman, membuat skor 2-3 untuk Korea dan usai pertandingan, Fadia tak bisa menyembunyikan kesedihannya dengan menangis (Foto: PBSI)
Semua harapan bertumpu pada partai terakhir: ganda putri. Amallia Cahaya Pratiwi dan Siti Fadia Silva Ramadhanti kembali turun, menghadapi pasangan elite Korea, Baek Ha Na/Lee So Hee —kombinasi pengalaman dan kekuatan yang jadi tembok nyaris tak tertembus.
Pertarungan dimulai dengan berat. Gim pertama berakhir cepat: 10-21. Pratiwi dan Fadia terlalu larut dalam ritme lambat yang dimainkan Korea, dan itu membuat mereka kesulitan membongkar pertahanan yang nyaris sempurna. “Kami terlalu ikut pola permainan lawan,” aku Pratiwi. “Mereka sangat konsisten dan sulit dibongkar.”
Tapi mereka tidak menyerah. Gim kedua adalah tentang keberanian, tentang dorongan terakhir dari segenap semangat Merah Putih. Dengan tenaga yang nyaris habis, mereka menekan balik, bermain lebih agresif, dan menang 21-18. Harapan sempat menyala kembali. Indonesia punya peluang. Rubber game tak terhindarkan.
Namun, gim ketiga adalah ujian total. Fisik, teknik, dan mental bercampur dalam satu uji daya tahan tanpa ampun. Pratiwi dan Fadia berjuang mati-matian, tapi Korea menunjukkan mengapa mereka digdaya di sektor ini. Skor 15-21 di gim ketiga menjadi penutup perjuangan Indonesia di Piala Sudirman 2025. Kekalahan 2-3 yang menyakitkan, tapi tidak tanpa perlawanan.
Usai pertandingan, Pratiwi menahan getir. Ia tahu betapa beratnya beban yang dipikul Fadia hari itu—bermain dua kali, di dua sektor berbeda. Fadia terlihat menangis. Sedih.

Pasangan ganda putri Siti Fadia Silva Ramadhanti/Amallia Cahaya Pratiwi dikalahkan Baek Ha-na/Lee So-hee 10-21, 21-18, 15-21 Piala Sudirman 2025 (Foto: PBSI)
“Saya terima kasih banyak untuk Fadia,” ucapnya tulus. “Dia sudah bermain di partai pertama di ganda campuran, lalu memaksa bermain di ganda putri. Tentu saja tidak mudah.”
Sementara Fadia, dengan mata yang tampak memerah, hanya bisa berkata lirih: “Saya sudah mengeluarkan semua kemampuan hari ini.” Ia kecewa, tapi tetap berdiri dengan kepala tegak. “Terima kasih untuk Koh Didi dan tim pelatih sudah mempercayakan saya selama di Piala Sudirman ini.”
Mereka kalah, ya. Tapi bukan dengan kepala tertunduk. Mereka pulang membawa rasa hormat. Dalam setiap reli, dalam setiap teriakan dari bangku cadangan, Indonesia telah menunjukkan nyali. Ini bukan akhir yang diinginkan, tapi ini adalah akhir yang tetap bisa dibanggakan.
Karena perjuangan tak selalu berakhir dengan kemenangan. Tapi selama masih ada darah yang mengalir dan tekad yang menyala, Indonesia tidak pernah benar-benar kalah.
Dan, dengan hasil itu, Indonesia gagal ke final Piala Sudirman. Tapi, harapan baru justru muncul untuk masa depan bulu tangkis Indonesia!
Rekap Hasil Indonesia vs Korea Selatan Piala Sudirman 2025:
- GANDA CAMPURAN: Dejan Ferdinansyah/Siti Fadia Silva Ramadhanti vs Seo Seung-jae/Chae Yu-jung 10-21, 15-20
- TUNGAL PUTRA: Alwi Farhan vs Cho Geonyeop 16-21, 21-8, 21-8
- TUNGGAL PUTRI: Putri Kusuma Wardani vs An Se-young 18-21, 12-21
- GANDA PUTRA: Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana vs Kim Won-ho/Seo Seung-jae 21-18, 13-21, 25-23
- GANDA PUTRI: Siti Fadia Silva Ramadhanti/Amallia Cahaya Pratiwi vs Baek Ha-na/Lee So-hee 10-21, 21-18, 15-21

JUARA PIALA SUDIRMAN DARI TAHUN KE TAHUN:
- Tahun 1989 di Jakarta, Indonesia: INDONESIA
- Tahun 1991 di Kopenhagen, Denmark: Korea Selatan
- Tahun 1993 di Birmingham, Inggris: Korea Selatan
- Tahun 1995 di Lausanne, Swiss: Cina
- Tahun 1997 di Glasglow, Skotlandia: Cina
- Tahun 1999 di Kopenhagen, Denmark: Cina
- Tahun 2001 di Sevilla, Spanyol: Cina
- Tahun 2003 di Eindhoven, Belanda: Korea Selatan
- Tahun 2005 di Beijing, Cina: Cina
- Tahun 2007 di Glasgow, Skotlandia: Cina
- Tahun 2009 di Guangzhou, Cina: Cina
- Tahun 2011 di Qingdao, Cina: Cina
- Tahun 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia: Cina
- Tahun 2015 di Dongguan, Cina: Cina
- Tahun 2017 di Goald Coast, Australia: Korea Selatan
- Tahun 2019 di Nanning, Cina: Cina
- Tahun 2021 di Vantaa, Finlandia: Cina
- Tahun 2023 di Suzhou, Cina: Cina
- Tahun 2025 di Xiamen, Cina: Hasil dari Cina vs Jepang
PRESTASI INDONESIA DI PIALA SUDIRMAN:
- Tahun 1989 di Jakarta, Indonesia: JUARA
- Tahun 1991 di Kopenhagen, Denmark: Juara Kedua
- Tahun 1993 di Birmingham, Inggris: Juara Kedua
- Tahun 1995 di Lausanne, Swiss: Juara Kedua
- Tahun 1997 di Glasglow, Skotlandia: Semifinal
- Tahun 1999 di Kopenhagen, Denmark: Semifinal
- Tahun 2001 di Sevilla, Spanyol: Juara Kedua
- Tahun 2003 di Eindhoven, Belanda: Semifinal
- Tahun 2005 di Beijing, Cina: Juara Kedua
- Tahun 2007 di Glasgow, Skotlandia: Juara Kedua
- Tahun 2009 di Guangzhou, Cina: Semifinal
- Tahun 2011 di Qingdao, Cina: Semifinali
- Tahun 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia: Perempat Final
- Tahun 2015 di Dongguan, Cina: Semifinali
- Tahun 2017 di Goald Coast, Australia: Fase Grup
- Tahun 2019 di Nanning, Cina: Semifinal
- Tahun 2021 di Vantaa, Finlandia: Perempat Final
- Tahun 2023 di Suzhou, Cina: Perempat Final
- Tahun 2025 di Xiamen, Cina: Semifinal