Mantan penyerang tim nasional Inggris di era 1990-an, Les Ferdinand pernah bilang, “Saya terkejut, tapi saya selalu berkata tidak ada yang mengejutkan saya dalam sepak bola.” Kalimat ini cukup pas menggambarkan kemenangan Atalanta atas Bayer Leverkusen di final Liga Europa 2023-2024.
Atalanta, tim yang kerap finis di posisi tengah di Liga Serie A Itala, baru kalah dari Juventus di final Coppa Italia musim ini, bersua Bayer Leverkusen, tim yang mengukir rekor karena belum terkalahkan dalam 51 laga beruntun dan berstatus juara Bundesliga Jerman 2023-2024. Jelas, Leverkusen menjadi favorit banyak orang.
Namun demikian, sepak bola hadir dengan kejutan dan mematahkan prasangka. Di Stadion Aviva, Dublin, Kamis (23/5) dini hari WIB, Atalanta berhasil menggulung Leverkusen dengan kemenangan telak 3-0. Pada awalnya kejutan, namun akhirnya tidak ada kejutan: Leverkusen merasakan kekalahan.
Sama-sama mengusung formasi 3-4-2-1 yang ofensif, kedua tim mengandalkan para bek sayap dan dua gelandang serang untuk membongkar pertahanan lawan. Hasilnya, skema racikan pelatih Atalanta, Gian Piero Gasperini terbukti lebih jitu untuk mematahkan formasi buatan pelatih Leverkusen, Xabi Alonso yang fenomenal.
Alonso dikenal dengan utak-atiknya yang unik. Di laga ini, Alex Grimaldo tetap dijadikan bek sayap kiri, namun Jeremi Frimpong yang biasanya mengisi pos bek sayap kanan, dipindah menjadi second striker bersama dengan Florian Wirtz sang wonderkid. Adapun posisi asli Frimpong diberikan kepada Josip Stanisic.
Kejutan juga terjadi posisi ujung tombak Leverkusen. Bila biasanya Victor Boniface sang predator gol yang ada di depan, sosoknya digantikan oleh Amine Adli. Entah apa yang ada dalam benak Alonso.
Namun, semua rencana Alonso buyar di tangan Gian Piero Gasperini. Pelatih Atalanta itu mampu menemukan celah Leverkusen melalui trio bek sayap Davide Zappacosta, second striker Ademola Lookman, dan penyerang Gianluca Scamacca.
Lookman membuka pesta gol La Dea pada menit ke-12. Diawali dari manuver di sisi kiri pertahanan Leverkusen, Zappacosta mengirim umpan silang ke kotak penalti. Lookman yang tidak terkawal dengan baik, merangsek masuk untuk menyambar bola.
14 menit berselang, Lookman kembali membuat penggemar Leverkusen terdiam. Dikawal dua pemain di depan kotak penalti, penyerang tim nasional Nigeria itu mampu lolos dan melepaskan sepakan keras dari luar kotak penalti. Bola menuju sudut kiri bawah kiper Matej Kovar dan gol! Skor 2-0 menutup interval pertama.
Agresivitas ala Gasperini benar-benar membuat Atalanta tampil percaya diri. Di babak kedua, Gasperini tidak menginstruksikan anak asuhnya untuk bertahan meski sudah unggul. Ia tidak ingin Atalanta menjadi korban kebangkitan Leverkusen yang biasanya membalikkan keadaan di paruh kedua laga.
Leverkusen meningkatkan tempo permainan di babak kedua. Namun, Atalanta mampu meladeni serangan-serangan dari Die Werkserf. Kiper Atalanta, Juan Agustin Musso tampil brilian dengan sejumlah penyelamatan yang membuat lawan frustrasi.
Akhirnya, bukannya mencetak gol, Leverkusen malah kebobolan lagi pada menit ke-75. Diawali dari Scamacca yang menggiring bola dan ditempel empat pemain. Mantan penyerang West Ham United itu kemudian mengirim umpan pendek ke kiri dan diterima Lookman. Eks pemain Everton itu menerima bola dan mengecoh Edmond Tapsoba, lalu melepaskan sepakan keras dengan kaki kiri. Gol! Lookman pun mengukir hat-trick.
Leverkusen menaikkan tempo permainan dalam 15 menit terakhir sebelum pertandingan usai, tetapi segala upaya mereka menjadi sia-sia. Atalanta mampu bertahan dengan baik dan pada akhirnya mampu meraih juara sekaligus mencatatkan gelar internasional pertama mereka selama 116 tahun klub ini berdiri.
Serbapertama ala Atalanta
Kemenangan Atalanta di final Liga Europa melahirkan beberapa rekor serbapertama. Klub yang jerseinya mirip Inter Milan itu menjadi tim pertama yang mengalahkan Leverkusen musim ini.
Atalanta seolah memberi tahu kepada sang wakil Jerman bagaimana rasanya sakit akibat kalah. Bayangkanlah menjadi Leverkusen: membuat rekor 51 laga tanpa kekalahan, mencapai final Liga Europa, namun kalah telak di partai puncak. Kisah dongeng sepak bola Leverkusen di pentas Eropa tidak terjadi akibat Atalanta “Si Raja Tega”.
Kemudian, Atalanta juga mencatatkan rekor dalam hal pencetak gol. Ademola Lookman menjadi pemain pertama yang mencetak trigol di final Liga Europa ataupun Piala UEFA sejak final digelar satu pertandingan saja.
Selain itu, Gian Piero Gasperini akhirnya mendapatkan trofi pertamanya setelah tiga dekade menjadi pelatih . Apa yang didapatkan Gasperini cukup bergensi, karena bukan trofi Serie A ataupun Coppa Italia sebagai trofi pertama, tetapi Liga Europa.
Fakta berikutnya, Atalanta menjadi tim Italia yang meraih trofi Liga Europa atau Piala UEFA setelah terakhir kali pada 1999. Saat itu, Parma menjadi kampiun Piala UEFA setelah mengalahkan Marseille 3-0.
Cerita Lookman dan Gasperini
Penyerang Atalanta, Ademola Lookman, akhirnya menemukan “rumah” yang ia idam-idamkan. Diawali dari klub League One, Charlton Athletic pada 2015-2016, kemudian Everton 2016-2019, RB Leipzig 2019-2020, Fulham 2020-2021, Leicester City 2021-2022, dan tiba di Atalanta mulai musim lalu.
Usai laga final Liga Europa, pria yang dikenal pendiam ini kemudian menumpahkan isi hatinya saat jumpa pers.
“Saya selalu percaya dengan kemampuan saya untuk menciptakan peluang, mencetak gol, menolong rekan-rekan setim. Dalam dua tahun terakhir, saya bisa meningkatkan permainan saya ke level baru dan dapat menunjukkan itu secara konsisten. Saya puas dengan kemajuan yang saya alami,” tutur pria berusia 26 tahun tersebut.
Melihat penampilan Lookman di Atalanta dalam dua musim ini, mantan kapten timnas Nigeria, Sunday Oliseh pun melabeli Lookman dengan julukan unstoppable alias tidak terhentikan.
Lookman juga menyebut kemampuannya meningkat karena kepercayaan yang diberikan sang pelatih, Gian Piero Gasperini. Kepercayaan Gasperini kepada para pemainnya membuahkan trofi pertama dalam karier melatih yang telah ia jalani sejak 1994.
Gelar juara Atalanta ia dapat kali ini juga dihiasi dengan rekor sebagai dirinya jadi pelatih tertua yang pernah meraih gelar juara Liga Europa. Di malam final, Gasperini berusia 66 tahun.
Nama Gasperini juga layak dijadikan pahlawan bagi warga Bergamo, kota asal Atalanta. Gasperini berhasil mengakhiri puasa gelar klub selama 61 tahun. Terakhir kali Atalanta meraih trofi itu terjadi pada musim 1962-1963, ketika Atalanta menjuarai Coppa Italia usai mengalahkan Torino 3-1 di pertandingan final.
“Saya pikir kami sudah mencetak sejarah, juga cara kami meraihnya. Luar biasa, kami mengalahkan Liverpool, Sporting CP yang memenangi kejuaraan. Saat kami menghadapi Liverpool, mereka peringkat pertama di Premier League.dan sekarang (yang kami kalahkan) juara Jerman,” kata Gasperini dikutip dari laman resmi UEFA.
Berkat gelar juara ini, Atalanta resmi jadi tim kelima yang lolos ke Liga Champions musim depan, sekaligus membuat Serie A jadi liga yang akan mengirim enam tim ke Liga Champions berdasarkan koefisien UEFA. Adapun posisi keenam di Serie A diperebutkan oleh AS Roma dan Lazio.
Menarik disimak bagaimana racikan Gasperini akan menghadirkan kejutan di Liga Champions 2024-2025. Tentu La Dea tidak ingin cuma jadi tim penghibur di kompetisi tertinggi antarklub benua biru.