Serius tetapi Santai, Cara Komunitas Squashub Kenalkan Squash ke Masyarakat

Credit foto : Dokumentasi Squashub
Komunitas Squashub usai berlatih di Squash Hall GBK, Senayan, Jakarta Pusat.

Squash bisa dibilang belum sepopuler olahraga raket seperti bulu tangkis ataupun tenis. Namun, perlahan olahraga ini mulai dikenal, khususnya di kota Jakarta berkat kehadiran komunitas Squashub.

Squashub merupakan komunitas olahraga squash yang berdiri pada Juni 2022. Komunitas ini didirkan oleh tiga orang anggota Abang None Jakarta Utara; M. Lordy Hurdano, Joshua Wongso, dan Thierry Ramadhan Ardiantoputra.

Baru berdiri setahun, Squashub sudah menggeliat di dunia squash Indonesia. Mereka kini sudah memiliki banyak member dan memiliki event yang membuat masyarakat tertarik mencoba squash.

Ditemui Ludus.id di Squash Hall, GBK, Jakarta Pusat, salah satu founder Lordy menceritakan bagaimana Squashub berdiri.

Lordy menjelaskan bahwa Squashub berawal dari keinginannya bermain squash tetapi tidak memiliki teman, sehingga ia mendirikan komunitas agar memiliki teman saat bermain squash.

“Dulu waktu kecil saya memang bermain olahraga raket, mulai dari tenis dan squash. SMP saya ikut kejuaraan nasional Squash lalu fokus ke bola basket,” cerita Lordy memulai perbincangan dengan Ludus.

Credit foto : Gerry Anugrah Putra
M Lordy Hurdano, salah satu pendiri Squashub saat ditemui Ludus.id, di lapangan Squash Hall, GBK, Senayan, Jakarta Pusat.

“Lalu setelah saya bekerja dan ingin main squash lagi, ternyata saya tidak punya teman buat main. Lalu karena ingin main squash lagi, akhirnya saya bikin komunitas Squashub biar saya punya teman bermain,” lanjutnya.

Sebagai bagian dari Abang None (Abnon), Lordy tak menampik bahwa perkenalan Squashub ke masyarakat dimulai dari lingkungan Abnon. Ketika Squashub berdiri, sebanyak 80 persen membernya adalah Abnon.

Namun, lambat laun Squashub mulai kebanjiran peminat dari semua kalangan. Bahkan, jumlah member dan peminat non member di luar ekspetasi Lordy selaku pendiri.

“Awalnya Squashub ini membernya tidak banyak-banyak, paling ya 10 sampai 20 orang. Akhirnya banyak yang datang dan berminat join, sampai sekarang member kita sudah ada 700 orang dan 1500 non-member yang aktif di grup besar,” ujar Lordy.

Sebanyak 700 member Squashub bisa dibilang sangat aktif. Tidak hanya member, tetapi non-member yang ada di grup WhatsApp sebanyak 1500 orang juga aktif yang bayar per datang.

“Kita ada yang bayarnya per datang dan ada member yang bulanan. Biasanya yang non member, dia datangnya per main saja. Lalu juga dengan coach atau non-coach. Biasanya kalau yang non-coach yang sudah advance dan memang membutuhkan teman tanding,” jelas Lordy.

Untuk biaya bulanannya pun bermacam-macam tergantung venuenya. Misal, di Squash Hall GBK biaya bulanan membernya bisa mencapai Rp500 ribuan per bulannya untuk 4x main.

Sedangkan, untuk di Koja, Kemang ataupun Rawamangun, biayanya di bawah bulanan yang bermain di Squash Hall GBK atau sekitar Rp385 ribu-Rp400 ribu untuk 4x main.

Squashub juga memiliki jadwal yang fleksibel. Jadwal di Kemang dan Rawamangun biasanya ada pada hari Kamis. Jadwal Kemang pukul 18.00-20.00 WIB tanpa pelatih, dan 20.00-22.00 WIB dengan pelatih. Lalu jadwal Rawamangun mulai pukul 19.00-21.00 WIB dengan pelatih dan tanpa pelatih.

Credit foto : Dokumentasi Squashub
Salah satu member Squashub sedang berlatih squash didampingi pelatih di lapangan Squash Hall, GBK, Senayan, Jakarta Pusat.

Sementara untuk jadwal di Squash Hall GBK lebih padat lagi. Mereka punya jadwal pada hari Rabu, Jumat, dan Minggu. Hari Rabu dan Jumat Squashub memiliki jadwal pukul 18.00-20.00 WIB dengan pelatih dan pukul 20.00-22.00 WIB tanpa pelatih.

“Kalau hari Minggu kita ada di jam 14.00-16.00 WIB. Jam 14.00-16.00 WIB pakai coach dan jam 16.00-18.00 WIB bisa dengan atau tanpa pelatih,” jelas Lordy.

Selain jadwal rutin tersebut, Squashub juga menyediakan opsi Booked by Group, apabila ada yang request di luar jadwal tersebut. Misalnya ada group dari salah satu perusahaan atau keluarga ingin main di jadwal tertentu, Squashub bisa mewadahi hal tersebut.

Berbagai macam privilege untuk member juga diberikan oleh Squashub. Mereka biasanya beberapa kali kolaborasi dengan brand saat latihan.

“Brand support produk untuk member kita. Terakhir itu ada NUI, brand makanan dorayaki dan minuman coffee. Mereka support kita buat member kita yang main mereka kasih dorayaki dan coffee,” ungkap Lordy.

Selain itu benefit lainnya adalah tidak perlu berebut slot untuk bermain di Squashub. Member sudah pasti mendapatkan slot untuk bermain karena mereka membayar perbulannya.

“Sudah pasti member dapat slot. Kalau dia gak bisa datang, bisa jual slotnya ke non member di grup besar dan yang berminat bisa membeli langsung slotnya. Jadi member dijamin dapat slot,” ucap Lordy.

Credit foto : Dokumentasi Squashub
Dua member komunitas Squashub sedang berlatih squash di lapangan Squash Hall, GBK, Senayan, Jakarta Pusat.

Kekuatan Media Sosial dan Berbisnis

Mempromosikan Squashub bukan perkara mudah apalagi olahraga squash dianggap belum sejajar kepopulerannya dengan sepak bola, bola basket, atapun badminton.

Akan tetapi, Lordy bersama teman-temannya di Squashub terus memasarkan komunitasnya di media sosial. Melalui design menarik, narasi yang mampu mengajak berinteraksi, dan tidak kaku, Squashub dengan cepat bisa membuat masyarakat mau melihat squash sebagai olahraga rekreasi.

“Kita masih kuat di Instagram lalu biasanya juga aktif di grup WhatsApp. Kita juga punya program menarik, buat non member, kita memang fokusnya fun aja” ujarnya.

Program menarik ini juga menjadi salah satu keunggulan Squashub. Lordy tak menyangkal bahwa komunitas memiliki program semacam Bussiness 2 Bussiness bernama Book by Group.

Program ini menyasar pada korporat yang pegawainya ingin bermain squash. “Jadi banyak yang main tapi tidak open slot karena mereka bisa nge-book satu lapangan dengan coach tapi sama grupnya saja,” jelas pria lulusan Universitas Negeri Jakarta itu.

“Untuk itu kita menyediakan Book by Group. Kita menyediakan lapangan, coach, dan peralatan jadi mereka terima beres saja. Mereka juga dapat foto-foto dan nanti kita tag di Instagram. Biasanya ini banyak dipergunakan oleh perusahaan,” jelasnya.

Lordy menyebut ini menjadi salah satu bisnis yang menghidupi komunitas. Selain itu, dengan adanya program Book by Group menjadi salah satu usaha Squashub memasarkan squash ke masyarakat luas.

Credit foto : Dokumentasi Squashub
Kegiatan di luar lapangan squash sebagai cara Squashub mempererat hubungan antar member.

“Apalagi olahraga ini belum terkenal, kami berusaha untuk mengenalkan squash dan sekarang sudah cukup ramai. Sangat berbeda dengan saya awal-awal bangun Squashub yang saat itu masih sepi sekali,” ucap Lordy.

Kerja keras Lordy dalam memasarkan squash dan Squashub mulai membuahkan hasil. Mereka sudah menjalin kerja sama dengan Persatuan Squash DKI Jakarta.

Baru terbentuk selama tujuh bulan, Squashub sudah mendapat kepercayaan dari Pengurus Persatuan Squash DKI Jakarta. Squash DKI Jakarta memercayakan Squashub untuk bisa memasarkan squash ke masyarakat luas.

“Squash DKI Jakarta fokus ke prestasi dan Squashub ke rekreasinya, jadi semacam marketingnya squash ke komunitas-komunitas lain, lalu pelajar dan pekerja yang tertarik dengan squash,” kata Lordy.

“Jika tertarik untuk menjadikan squash sebagai prestasi dengan menjadi atlet, maka dari komunitas akan mengarahkan ke Squash DKI Jakarta untuk diasah lebih intens,” tutur Lordy.

Lordy juga mengatakan bahwa kerja sama dengan Squash DKI Jakarta bukan hanya persoalan marketing saja. Squash DKI Jakarta juga memberikan pengetahuan tentang squash dan juga pelatih untuk melatih komunitas.

Saat ini belum ada atlit yang lahir dari Squashub. Lordy menjelaskan karena komunitas ini memang banyak berisi dari lingkungan pekerja yang memang baru bermain squash.

Namun, Lordy tak menyanggah bahwa ia dan teman-temannya bangga jika nantinya ada dari Squashub yang mewakili DKI ataupun Timnas Indonesia.

“Tentu kita ingin ada pembibitan atlit, tetapi ini project kedua karena yang pertama adalah menggaungkan nama komunitas dan membuat banyak turnamen di Indonesia,” tegas Lordy.

Credit foto : Dokumentasi Squashub
Acara makan-makan juga rutin digelar selepas latihan squash di lapangan Squash Hall, GBK, Senayan, Jakarta Pusat.

Serius tapi Santai

Squashub bisa dibilang menjadi pioner komunitas squash di Indonesia. Meski demikian, Lordy mengakui bahwa komunitasnya bukanlah yang pertama di Indonesia, khususnya di Jakarta. Sebelum Squashub ada Komunitas bernama Sobat Squash terlebih dahulu.

Bisa dibilang Squashub merupakan komunitas yang membesarkan kembali squash di masyarakat. Setidaknya dalam sebulan Squashub bisa mendatangkan 800 orang dalam sebulan.

“Bahkan, rata-rata komunitas squash yang ada sekarang juga awalnya berasal dari Squashub. Mereka eks Squashub dan membuat komunitas baru,” ungkap Lordy.

Komunitas ini juga mampu mengenalkan squash menjadi salah satu olahraga unik yang membuat masyarakat ingin mencobanya.

Secara gerakan, squash terbilang olahraga yang membuat badan semua bergerak. Olahraga ini mampu dilakukan secara individu ataupun tim.

Squash juga bisa membakar kalori lebih banyak karena pemain harus bergerak cepat di dalam ruangan yang kecil dan harus memukul bola sekeras-kerasnya.

“Jadi squash ini bisa juga jadi sarana pelampiasan apalagi kalau sedang capek atau kesal, habis putus cinta apalagi,” kata Lordy sembari tertawa.

Akan tetapi, gaya komunikasi yang luwes, santai, dan banyak bercanda membuat masyarakat lebih ramai bergabung dengan Squashub. Lordy tidak ingin gaya komunikasi mereka kaku, sehingga masyarakat yang ingin tahu squash jadi tak bisa menemukan informasi yang tepat.

“Kita asyik aja kalau balas komentar di media sosial. Kalau ada yang datang juga kita respons se-profesional, karena kita komunitas juga ingin memberikan yang terbaik juga,” katanya.

Keunggulan lainnya adalah gaya latihan yang serius, tetapi santai. Lordy menjelaskan bahwa di Squashub ia tak ingin membernya hanya sekadar datang tapi tidak mendapatkan pengetahuan dan kemampuan squash.

Sebisa mungkin, Lordy ingin member yang bergabung Squashub bisa meng-upgrade kemampuannya dalam bermain.

“Kita latihannya itu serius, tetapi santai. Ketika tanpa pelatih, saya sebagai leader courtnya, membuat sistem cara main agar permainan member bisa terus upgrade,” kata Lordy.

“Kita berupaya agar member bisa up terus level permainannya. Salah satu yang membuat kita akrab adalah makan-makan setelah latihan agar menambah rasa kekeluargaan, tetapi ketika di court kita benar-benar main squash secara santai, tetapi serius,” jelas Lordy.

Dengan slogan “Not Just A Community, We Build Connection.” Squashub berhasil membuat koneksi antar anggota sehingga membuat mereka merasa nyaman di komunitas.

Credit foto : Dokumentasi Squashub
Dua member komunitas Squashub sedang berlatih squash di lapangan Squash Hall, GBK, Senayan, Jakarta Pusat.

Ingin Squash Lebih Dikenal

Squashub berupaya memasyarakatkan squash dengan rencana event yang akan digelar. Pada November lalu, mereka menggelar Squash Circuit Jakarta Series yang menjadi event tahunan komunitas.

Event itu tergolong sukses dan diikuti oleh 32 atlit pria dan perempuan. Squashub pun ingin melanjutkan kembali dengan membuat event pada pertengahan tahun depan sekaligus memperingati ulang tahun kedua komunitas.

“Semoga tahun depan banyak sudah bagus mainnya dan fokus di squash. Tunggu saja, kita akan bikin banyak match squash di DKI dan wilayah lainnya di Indonesia. Kita sama-sama compete squash Indonesia agar bisa lebih besar dan dikenal internasional. Oiya, tetapi jangan lupa gabung Squadhub, ya” tutup Lordy dengan tertawa.

Mengenal Olahraga Squash

Squash berasal dari Inggris yang lahir pada abad ke-18 dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Pada tahun 1830, olahraga ini berkembang menjadi “squash racquets” yang kemudian dimainkan dalam ruangan yang lebih kecil dengan aturan yang sedikit berbeda.

Squash atau tenis dinding mulai menyebar ke seluruh dunia pada awal abad ke-20, dan menjadi olahraga yang populer di Inggris dan Amerika Utara pada tahun 1920-an.

Lalu pada tahun 1923, Asosiasi Squash Inggris didirikan, dan menjadi federasi internasional pertama untuk olahraga ini.

Pada tahun 1967, Kejuaraan Squash Dunia pertama diadakan di London, Inggris. Pada tahun 1986, olahraga ini diterima oleh Komite Olimpiade Internasional sebagai olahraga demonstrasi di Olimpiade Seoul 1988.

Secara sederhana, squash dimainkan di lapangan 10 x 6 meter yang dibatasi empat dinding setinggi kira-kira 5—6 meter. Alat yang dibutuhkan hanyalah raket dan bola yang khusus untuk permainan squash.

Dalam permainan tunggal, lapangan diisi dua pemain yang harus terus memantulkan bola ke dinding depan dan bola tak boleh memantul di lantai lebih dari satu kali.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.