Ichsan Taufiq dan Manar Hidayat memperlakukan FIFAe World Cup Football Manager 2024 layaknya taman bermain. Selama sesi konferensi pers, Ichsan hanya menjawab pertanyaan dengan senda gurau. Sementara saat bertanding, Ichsan seperti tidak sedang mewakili sebuah negara di turnamen internasional.
FIFAe World Cup 2024 merupakan edisi perdana alias debut gim Football Manager dipertandingkan. Berbeda dengan eFootball atau EA Sports FC, gim ini merupakan simulasi di mana para pemain akan bertindak layaknya pelatih sepak bola sungguhan.
Itu artinya, ini adalah kali pertama pula Ichsan-Manar tampil di turnamen bertaraf internasional. Namun begitu, Ichsan tidak merasakan sedikit pun rasa grogi. Mereka sudah seperti atlet esports yang memiliki jam terbang bertahun-tahun. Hebatnya lagi, Ichsan-Manar menghabisi lawan-lawannya di hadapan bintang tamu sekaliber John Terry hingga Sam Allardyce.
Hal ini bukanlah isapan jempol atau pengamatan semata. FIFAe World Cup 2024 menerapkan teknologi yang membuat para pemirsa bisa mengetahui ritme detak jantung para pemain.
Pada partai final yang disiarkan langsung di Youtube dan Twitch pada Minggu (1/9), ritme detak jantung Ichsan hanya berada di angka 107 bpm. Sementara tim Jerman yang diwakili Sven Goly memiliki ritme detak jantung di angka 150 bpm.
Ya, jantung Goly dibuat berdegup kencang ketika berhadapan dengan taktik racikan Ichsan. Hasilnya, Jerman pun dibabat habis Indonesia dengan skor telak 2-8.
Tingkah Ichsan saat tidak menatap layar monitor juga turut mempengaruhi jalannya pertandingan. Saat sesi konferensi pers, Ichsan menjatuhkan mental lawan-lawannya dengan candaan yang dibalut gelak tawa.
Hal itu sudah tampak sejak konferensi pers di babak grup. Ichsan dengan tengilnya optimistis selangit bahwa Indonesia akan terus bercokol di puncak klasemen Grup C.
“Rahasia saya adalah dukungan dari komunitas-komunitas yang ada di Indonesia. Terima kasih kepada semua komunitas di Indonesia,” ujar Ichsan.
“Kami masih di puncak klasemen dan besok kami juga akan tetap menjadi nomor satu,” ucapnya.
Perkataan Ichsan juga singkat, jelas dan padat. Berbeda dengan peserta lain yang berbicara panjang lebar mengenai teknis, Ichsan menjawab pertanyaan dengan sepatah dua patah kalimat. Namun, kalimat-kalimat singkat itu justru mampu menjatuhkan mental peserta lain.
Hal itu tampak kala Ichsan ditanya mengenai kebijakan transfer lawan-lawannya di empat besar. Kala itu, dia ditanya mengenai strateginya dalam menghadapi susunan pemain lawan yang dihuni pemain berpostur tinggi besar.
“Untuk melewati (pemain lawan), sepertinya enggak ya, kita semua punya strategi. Jadi, kita semua gunakan strategi masing-masing aja,” ujar Ichsan.
“Ya semuanya biasa aja sih. Tadi Jerman bilang punya komunitas terbesar. Paling ya kecil lah, gak sebesar Indonesia karena gak pernah menang,” ucapnya seraya membunuh mental Goly.
Patut diingat, Jerman adalah tim yang difavoritkan untuk merengkuh gelar juara. Sementara, Indonesia merupakan kuda hitam lantaran tidak ada yang tahu menahu soal atmosfer dan seberapa besar komunitas Football Manager di tanah air.
Belum lagi, Ichsan beserta sang asisten, Manar Hidayat sama-sama tidak bisa berbicara bahasa Inggris. Bisa dibilang, Indonesia adalah salah satu tim yang diremehkan pada turnamen ini. Namun, status Jerman yang menyandang tim unggulan seperti tanpa harga diri di hadapan Ichsan.
Penerjemah yang mengulangi perkataan Ichsan dengan bahasa Inggris pun tampak tidak enak hati. Perkataan Ichsan tidak sepenuhnya diterjemahkan, dan juga diganti dengan kalimat lain.
Pada penghujung konferensi pers, Ichsan kembali mengeluarkan lawakan yang membuat netizen tertawa terbahak. Ketika itu, Ichsan dimintai pendapat mengenai besaran hadiah turnamen yang menyentuh angka 100 ribu dolar AS atau sekitar Rp1,5 miliar.
“Untuk sebenarnya, duitnya gak terlalu masalah sih, yang penting pialanya bisa kita bawa pulang. King Indo nih, bos,” ucap Ichsan.
Pembawa acara yang memimpin jalannya konferensi pers sampai heran dengan tingkah laku Ichsan. Dia begitu terkejut menyaksikan betapa riang pembawaan Ichsan di saat sedang menatap laga yang amat krusial.
“Dia (Ichsan) tampak gembira,” ujar sang pembawa acara kepada penerjemah.
Jalan Terjal Menuju Gelar Juara
Sebelum berangkat ke Liverpool, Inggris yang menjadi tempat turnamen berlangsung, Ichsan melewati tahapan kualifikasi ketat yang diadakan oleh PSSI. Ichsan harus berkompetisi dengan sebanyak 106 peserta dari seluruh penjuru tanah air pada babak kualifikasi yang digelar pada 21 Juli 2024 silam.
Ratusan peserta tersebut dibagi ke enam server dan saling mengalahkan dengan sistem gugur. Pada tahap awal ini, peserta wajib menggunakan tim yang sama, yakni timnas Indonesia. Sebanyak 84 pertandingan pun dimainkan, lalu menghasilkan 13 finalis. Kemudian mereka berlaga bersama dengan tiga peserta yang mendapat wildcard yang diperoleh berdasarkan prestasi mereka di ajang-ajang Football Manager di tanah air.
Menariknya, Ichsan dan Manar tidak termasuk ke dalam tiga peserta yang mendapat wildcard. Adapun tiga peserta yang mendapat wildcard tersebut adalah Rachmat Supriatna asal Bekasi, Afrinur Winursato asal Bogor dan Ryadhussoalihin asal Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sebanyak 16 peserta pun berlaga dalam seleksi tahap akhir yang berlangsung di Jakarta pada 27 hingga 28 Juli 2024. Mereka diharuskan mengoleksi poin sebanyak-banyaknya dalam satu musim carreer mode.
Ichsan berhasil menjadi peringkat pertama dan berhak menjabat pelatih kepala, sedangkan Manar yang berstatus runner-up bertindak sebagai asisten pelatih. Keduanya diterbangkan ke Liverpool untuk mewakili Merah Putih.
Pada turnamen FIFAe World Cup 2024, perjuangan duet Ichsan-Manar tak kalah berat. Mereka tergabung di Grup C bersama Patryk Zamirski (Polandia), Florian Gripon (Prancis), Jack Peachman (Inggris) dan Nirjhar Mitra (India). Masing-masing peserta wajib memakai tim yang sama, yakni Sporting Lisbon dalam tiga musim career mode.
Perhitungan poin didasarkan dari berbagai indikator, mulai dari pencapaian di liga dan piala domestik, perolehan trofi serta penilaian manajemen klub. Pada Kamis (29/7), Ichsan-Manar berhasil membawa Sporting Lisbon mendulang empat trofi sekaligus alias quadruple di musim pertama.
Dari raihan itu, Ichsan-Manar berhasil mengoleksi 107 poin. Kegemilangan mereka berlanjut pada musim kedua yang berlangsung pada Jumat (30/7). Mereka berhasil mempertahankan tiga gelar yang meliputi Liga Portugal, Piala Portugal dan Piala Liga Portugal. Tak sampai di situ, keduanya juga menambah koleksi gelar dengan Piala Super Eropa dan Liga Portugal.
Hanya saja, Ichsan-Manar gagal mendulang gelar Liga Champions usai ditekuk Arsenal lewat adu penalti. Namun lewat hasil itu, mereka berhasil mengumpulkan hingga 129 poin. Pada musim terakhir, Ichsan-Manar berhasil merengkuh Si Kuping Besar usai mengalahkan Real Madrid dengan skor 3-1.
Mereka juga mendulang gelar Liga Portugal dan Piala Liga Portugal dalam tiga musim beruntun. Secara total, mereka pun mengemas sebanyak 364 poin dan bercokol di puncak klasemen.
Hebatnya, di saat tim-tim lain gencar melakukan aktivitas transfer, Ichsan-Manar hanya mengandalkan pemain-pemain binaan akademi. Mereka juga tidak banyak mengubah formasi dan taktik selama tiga musim tersebut.
“Sangat-sangat hebat. Kami tidak mengubah formasi, ini lebih baik sebab saya pikir kami bisa mengeksploitasi dinamika dan high press ke area kiper,” tutur Manar usai musim ketiga.
“Sebab dengan formasi ini, kami bisa berada di puncak klasemen,” sahut Ichsan.
Pola 4-2-3-1 yang terus dipertahankan Ichsan-Manar selama babak grup terbukti jitu untuk melaju ke babak semifinal. Di babak gugur, mereka lagi-lagi bersua tim tuan rumah yang kali ini diwakili Arron Falloon.
Pada babak ini, masing-masing peserta dibebaskan membawa pemain-pemain favorit. Adapun Ichsan-Manar memasukkan nama-nama seperti Niklas Sule, Savinho, Nicolas Seiwald, Niclas Fullkrug, Xavi Simons, Ademola Lookman hingga Mateo Politano
Pada leg pertama, Indonesia dan Inggris harus puas dengan hasil imbang 2-2. Kemudian pada leg kedua, Ichsan-Manar akhirnya berinisiatif melakukan perubahan taktik. Mereka pun menang dengan skor 3-1 dan unggul agregat 5-3 atas tuan rumah.
Kemudian di laga final, Indonesia menghadapi Sven Goly (Jerman) yang di laga sebelumnya menyingkirkan Enzo Bento (Afrika Selatan). Jelang laga, Manar dengan entengnya ikut-ikutan menghancurkan mental Tim Panzer.
“Fullkrug akan membuat orang Jerman menangis,” ucap Manar.
“Kita main FM udah berapa belas tahun,” sahut Ichsan.
Tim Panzer pun berhasil dipecundangi dengan skor memalukan. Salah satu yang mencuri perhatian adalah gol Indonesia yang dicetak Alejandro Grimaldo lewat eksekusi tendangan bebas.
Usai mengangkat trofi, Ichsan-Manar kembali mencairkan suasana. Mereka lebih banyak bercanda ketimbang membicarakan aspek-aspek teknis.
“Udah pasti menang sih, King Indo nih bos. Senggol dong,” ujar Ichsan.
“Rahasia taktiknya sih apa ya? Gak tau gue juga. Ya kita bermain menyerang. Yang paling penting itu positioning instruction-nya. Jadi setiap pemain yang menurut kita susah atau membahayakan ya jagain lah, tackle,” tutur Manar.
Selamat untuk Ichsan-Manar!