
Konferensi pers PP PBSI soal hasil bulutangkis Indonesia di Olimpiade Paris 2024 dan pembubaran Tim Ad Hoc di Jakarta, Kamis (15/8).
Olimpiade Paris 2024 telah usai. Upacara penutupan telah dilaksanakan pada Minggu (11/8). Dengan begitu, selesai juga tugas Tim Ad Hoc Olimpiade Paris 2024 yang dibentuk oleh PP PBSI.
Sempat timbul pertanyaan, apakah Tim Ad Hoc tetap berlanjut usai Olimpiade Paris 2024. PBSI lantas memberi jawaban kepada publik yaitu dengan membubarkan satuan tersebut.
Pembubaran secara resmi diumumkan oleh Ketua Tim Ad Hoc Olimpiade Paris 2024, Komjen Pol Mohammad Fadil Imran, pada acara konferensi pers yang dilakukan di Lobi Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta, Kamis (15/8).
“Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tim Ad Hoc Olimpiade Paris 2024 yang dibentuk tahun lalu dan mulai bekerja di awal 2024 telah melaksanakan tugasnya sampai dengan akhir,” ujar Fadil Imran mengawali jumpa pers.
“Tim ini bertugas menyiapkan para atlet yang akan bertanding di Paris. Jadi, tim ini berhasil menghimpun orang-orang dengan latar belakang dan disiplin ilmu beragam untuk menjawab tantangan yang kompleks. Tadi, dijelaskan bahwa Olimpiade beda dengan Super Series dan World Championship dan sebagainya. Sangat berbeda sekali karena saya turut merasakannya,” jelas dia.
Fadil Imran tak menampik jika hasil yang didapat oleh PP PBSI jauh dari harapan meski sudah membentuk Tim Ad Hoc. Sebab, target yang dicanangkan adalah mempertahankan tradisi medali emas. Sementara, cabor bulu tangkis hanya mampu membawa pulang satu medali perunggu yang diraih Gregoria Mariska Tunjung.
Fadil mengakui jika ini bukanlah pencapaian yang ideal. Dia pun meminta maaf atas kekurangan yang dilakukan Tim Ad Hoc dalam bekerja.
“Yang kedua, dapat kita saksikan sendiri bulu tangkis Indonesia mendapatkan medali perunggu dari Gregoria Mariska Tunjung. Memang belum capai hasil ideal, yang kita inginkan, tapi kami mencatat perbaikan proses dan progres yang signifikan, yang dapat diadopsi oleh kepengurusan PBSI mendatang,” ucap Fadil.
“Ketiga, salah satu rekomendasi utama Tim Ad Hoc adalah mempercepat persiapan Olimpiade dan mengintegrasikan semua langkah pembinaan prestasi dengan persiapan Olimpiade. Artinya, event-event nasional, lalu mengelola BWF series, ini juga sesuai dengan arahan Menpora saat Munas PBSI, agar PBSI bisa segara menyusun peta jalan menuju Olimpiade Los Angeles 2028.”
“Yang keempat, saya sebagai ketua Tim Ad Hoc mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada atlet, pelatih, ofisial yang telah berjuang di Olimpiade Paris 2024. Saya terima kasih kepada legenda, profesional, dan akademisi yang telah bergabung dalam tim Ad Hoc.”
“Saya juga berterima kasih kepada Menpora Dito Ariotedjo dan jajaran, dan Ketua NOC Indonesia Raja Sapta Oktohari, dan CdM Anindya Bakrie, sponsor, dan saya ucapkan terima kasih kepada media yang telah mendukung dan menegakkan Merah Putih di panggung dunia.”
“Termasuk tulisan teman-teman soal PBSI sedang tidak baik-baik saja dan sakit, dengan senang hati kami semua menerimanya dan ini yang kami harapkan. Semoga ini bermanfaat untuk menghadapi Los Angeles 2028.”
“Saya mohon maaf jika dalam perjalanan tim Ad Hoc ini ada perkataan dan perbuatan saya dan anggota tim yang kurang berkenan. Semua didorong oleh niat baik untuk kejayaan bulu tangkis Indonesia.”
“Terakhir, dengan selesainya tugas Tim Ad Hoc sampai dengan hari ini, maka dengan ucapan terima kasih dan puji syukur dengan hadirat Allah SWT, selanjutnya Tim Ad Hoc Olimpiade Paris 2024 dibubarkan,” kata dia.
Sebelumnya, Tim Ad Hoc dibentuk oleh PBSI sebagai upaya mematangkan persiapan para atlet menuju Olimpiade Paris 2024. Satuan Tugas ini resmi dibentuk pada Desember 2023 dan efektif bekerja mulai awal 2024.
Tim Ad Hoc merekrut pada legenda bulu tangkis nasional, utamanya yang pernah menyabet medali emas Olimpiade, untuk menjadi mentor para atlet yang akan berlaga di multievent empat tahunan tersebut. Tim mentor berisi Taufik Hidayat, Susy Susanti, Candra Wijaya, Greysia Polii, Liliyana Natsir, dan Tontowi Ahmad. Tak ketinggalan Christian Hadinata sebagai Direktur Teknik.
Sayangnya, prestasi bulu tangkis Indonesia tetap tak maksimal di Olimpiade Paris 2024. Hanya satu medali perunggu yang bisa dibawa pulang ke Indonesia.

Pebulu tangkis tunggal putri, Gregoria Mariska Tunjung meraih medali perunggu di Olimpiade Paris 2024.
Itu lantaran hanya satu wakil Indonesia yang sukses melaju ke semifinal, yakni Gregoria Mariska Tunjung. Dia mendapatkan medali perunggu setelah di semifinal lainnya, Carolina Marin menyatakan mundur setelah cedera lututnya kambuh di tengah laga kontra He Bing Jiao.
Panitia Olimpiade Paris 2024 dan BWF kemudian sepakat untuk menyerahkan medali perunggu pada wanita yang akrab disapa Jorji itu.
Sedangkan, empat wakil lainnya, yakni Jonatan Christie, Anthony Sinisuka Ginting, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari terhenti di fase grup. Untuk pasangan ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto tumbang di babak perempat final setelah kalah dari wakil China, Liang Wei Keng/Wang Chang.
Tak ada salahnya memang kalau menyebut mental menjadi salah satu permasalahan utama. Seperti dikatakan Profesor Hamdi Muluk yang merupakan Ketua Bidang Psikologi Tim Ad Hoc, para atlet memang harus diberi pelatihan mental secara khusus.
“Mental training itu ada sembilan keterampilan, beberapa di antaranya adalah relaksasi, pengaturan kecemasan lewat pernapasan, melakukan self talk, self motivation, sampai yang paling tinggi itu mental toughness dan itu harus dilakukan reguler setiap harinya,” kata Hamdi.
Bekal untuk Kepengurusan Selanjutnya
Tim Ad Hoc memang sudah dibubarkan. Namun, apa yang telah dilakukan selama kurang lebih enam bulan menjadi bekal bagi kepengurusan selanjutnya untuk mempersiapkan atlet agar lebih matang menuju Olimpiade Los Angeles 2028.
Hal itu diungkapkan oleh Fadil Imran yang baru saja terpilih menjadi Ketua Umum PP PBSI periode 2024-2028 lewat Musyawarah Nasional yang dilakukan di Surabaya, Sabtu (10/8/24).
Fadil mengatakan akan menyusun program yang pasti dan akan melaksanakan road map berlandaskan sport science demi mencapai prestasi tertinggi. Sebab, persiapan harus dilakukan dari sekarang untuk mencapai performa puncak pada Olimpiade empat tahun mendatang.
“Dengan menjadikan ekosistem yang scientist, persiapan yang cukup lama, saya harapkan sudah siap. Menurut saya, waktu empat tahun itu untuk mempersiapkan atlet,” tutur Fadil.
Menguatkan ucapan Fadil, Taufik Hidayat juga menyebut persiapan menuju Olimpiade ini tak bisa main-main karena atmosfernya yang berbeda dengan pertandingan di BWF World Tour atau Kejuaraan Dunia.
Dia mencontohkan Novak Djokovic yang merajai Grand Slam di tenis namun baru pertama kali juara Olimpiade di tahun ini.
“Pertandingan biasa dan Olimpiade itu beda ya. Olimpiade ini pertandingan yang paling tinggi di olahraga dan saya juga pernah melihat pengalaman saya pada tahun 2000. Waktu itu usia saya 19 tahun, ranking satu dunia, dan saya sangat diharapkan bisa juara. Tapi, saya kalah di perempat final oleh China yang sebulan sebelumnya saya kalahkan di Piala Thomas,” ucap Taufik.
“Jadi, memang tak gampang main di Olimpiade. Makanya, saya belajar dari kekalahan itu dan di 2004 saya baru tahu bagaimana menangani diri sendiri saat latihan dan pertandingan sampai bisa juara.”
“Sekali lagi, Olimpiade ini tak segampang yang dikira. Masuk Olimpiade saja sudah bagus, apalagi bisa dapat medali. Jadi, memang harus ekstra treatment kepada atlet dan butuh kerja sama dari semua pihak,” tutur dia.