Timnas Jepang sukses menampar Timnas Indonesia dengan kenyataan pahit perihal kualitas tak bisa naik begitu saja dengan cara instan. Masih butuh waktu panjang dan kerja keras jika ingin menyamai tim langganan Piala Dunia itu.
Indonesia memulai laga melawan Jepang dengan kepercayaan diri bisa merebut poin. Seperti dikatakan sang kapten, Jay Idzes, timnya percaya dengan kekuatan yang mereka miliki.
Baca juga:
Giliran Timnas Futsal Putri Indonesia Berjuang di Piala AFF
Apalagi, kualitas pemain Indonesia saat ini semakin oke setelah bergabungnya pemain FC Copenhagen, Kevin Diks. Dia pun langsung dimainkan sebagai starter pada pertandingan yang dilangsungkan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Jumat (15/11).
Seakan menyadari kesalahannya ketika menghadapi Timnas China, pelatih skuad Garuda, Shin Tae-yong, langsung menurunkan skuad terbaiknya pada pertandingan tersebut. Di laga ini, juru taktik asal Korea Selatan itu menggunakan skema 5-4-1.
Jay Idzes dipasang dengan formasi tiga bek sejajar bersama Rizky Ridho dan Justin Hubner. Sementara, Kevin Diks ditempatkan di sisi bek sayap kanan kemudian Calvin Verdonk kembali ke habitat aslinya sebagai bek sayap kiri.
Ketiadaan Ivar Jenner yang terkena akumulasi kartu kuning membuat Thom Haye berduet dengan Nathan Tjoe-A-on di lini tengah. Rafael Struick dan Yakob Sayuri diplot menjadi sayap penopang bagi Ragnar Oratmangoen yang ditaruh sebagai penyerang tunggal di partai ini.
Strategi ini terbukti berjalan mulus, setidaknya selama 20 menit pertama. Tim Merah Putih bahkan hampir mencetak gol lebih dulu di menit ke-9 andai Ragnar lebih tenang dalam mengonversikan peluang emas yang dia miliki ketika sudah satu lawan satu dengan kiper Jepang, Zion Suzuki.
Kevin Diks juga bermain baik pada laga debutnya. Ditugaskan sebagai bek sayap kanan, dia mampu menusuk ke pertahanan lawan. Pada menit ke-14, ada momen ketika Diks mengirimkan umpan tarik ke tiang jauh namun gagal disambar Rafael Struick.
Tak hanya rajin membantu penyerangan, bek 28 tahun itu juga tak melupakan tugas utamanya untuk bertahan. Dia mampu membuat winger andalan Jepang, Kaoru Mitoma, frustrasi kesulitan melepaskan diri dari penjagaannya.
Sayang sekali, aksi Diks hanya bertahan 35 menit. Dia kerap mengalami benturan dengan pemain Jepang hingga sempat mengerang kesakitan di lapangan sembari memeegang lututnya.
“Memang dari semua sisi kami kalah. Padahal, kami sudah mempersiapkan pertandingan ini dengan sangat baik.”
Shin Tae-yong tampak enggan mengambil risiko cedera lebih parah. Alhasil, Kevin Diks pun ditarik pada menit ke-41 dan digantikan Sandy Walsh.
Nah, di momen kekosongan selama enam menit, Jepang mampu memanfaatkan situasi dengan mencetak dua gol. Ketiadaan Kevin Diks benar-benar memberi lubang besar di sisi kanan pertahanan yang sukses dieksploitasi oleh Mitoma.
Dua gol yang bersarang di gawang Indonesia berawal dari wilayah yang ditinggalkan Kevin Diks. Di satu sisi, Indonesia sudah mulai kepayahan meladeni permainan indah Jepang yang sangat terstruktur.
Tim asuhan Hajime Moriyasu menunjukkan kualitas individu yang berbeda level dengan Rafael Struick dan kolega. Kualitas pemain yang merumput di Eropa disajikan dengan baik oleh Daichi Kamada, Takumi Minamino, Wataru Endo, dan Koki Ogawa.
Pemain yang merumput di liga lokal pun tak kalah kualitasnya. Jepang menunjukkan bahwa kompetisi domestik juga tak boleh dilupakan yang perlu dicontoh oleh Indonesia sehingga tak melulu mengandalkan cara instan dalam meningkatkan kualitas timnas.
“Memang dari semua sisi kami kalah. Padahal, kami sudah mempersiapkan pertandingan ini dengan sangat baik. Sangat disayangkan hasilnya seperti ini,” ujar Shin Tae-yong dalam konferensi pers selepas pertandingan.
Tanpa Ivar Jenner dan Misteri Eliano Reijnders
Hilangnya Ivar Jenner dari lini tengah sangat terasa pada permainan Timnas Indonesia. Sebab, pemain yang biasanya diplot sebagai gelandang bertahan itu menjadi pertahanan pertama yang memutus aliran bola pemain lawan.
Sial, Ivar Jenner tak bisa bermain di laga ini akibat akumulasi kartu kuning. Shin Tae-yong pun terpaksa menempatkan Thom Haye untuk mengisi posisinya.
Terlihat, hasilnya kurang maksimal. Thom Haye yang berduet dengan Nathan terdikte oleh pemain Jepang. Yang lebih aneh, Shin Tae-yong justru memasukkan Jordi Amat untuk menggantikan Thom Haye pada menit ke-76.
Hasilnya pun sudah bisa ditebak. Jordi tampak kebingungan menjalankan perannya. Dia justru memberikan ruang bagi pemain Jepang untuk bergerak lebih bebas di lini tengah.
Hal ini memang menjadi kendala tersendiri bagi skuad Garuda. Sebab, sedari awal Shin Tae-yong hanya memanggil empat pemain gelandang.
Selain Thom Haye dan Nathan, ada Ivar Jenner dan Ricky Kambuaya. Otomatis, hanya tersisa Ricky yang ada di daftar susunan pemain (DSP) dengan absennya Ivar.
Namun, Shin Tae-yong tampak enggan menaruh kepercayaan pada Ricky yang selama ini hanya menjadi penghangat bangku cadangan semenjak kehadiran Ivar dan Nathan. Padahal, di situasi seperti pertandingan ini, tak ada salahnya memberikan kesempatan bagi Ricky ketimbang memasukkan Jordi yang terbiasa beroperasi di jantung pertahanan.
Selain Ricky, ada satu nama pemain lainnya yang juga menjadi misteri lantaran urung masuk DSP. Dia adalah Eliano Reijnders.
Ya, sudah dua pertandingan beruntun adik gelandang AC Milan, Tijjani Reijnders, itu tak tampak di DSP. Dalam duel melawan Jepang, dia dipinggirkan bersama Ramadan Sananta, Egy Maulana Vikri, dan Yance Sayuri.
Padahal, Eliano bisa dikenal sebagai pemain serbabisa yang mampu bermain di posisi sayap dan bek sayap. Dan terungkap, Shin Tae-yong merasa kemampuan Eliano masih belum cukup untuk menembus skuad utama dan masih di bawah pemain yang ada.
“Menurut saya, Eliano masih belum cukup baik, masih sulit bagi dia untuk masuk ke skuad saat ini,” kata pelatih 54 tahun.
Lantas, apa urgensi percepatan naturalisasi Eliano jika kemampuannya tak sesuai harapan? Hanya Shin Tae-yong dan PSSI yang bisa menjawab.
Jepang Akui Kesulitan di Awal Pertandingan
Meski berhasil menang 4-0, Jepang mengaku jika mereka sempat kesulitan menghadapi Indonesia. Hal itu diungkapkan langsung oleh sang pelatih, Hajime Moriyasu.
Dia mengakui bahwa tekanan suporter dan agresivitas skuad Garuda di awal pertandingan sempat mengagetkan tim Samurai Biru. Tekanan itu pun baru lepas setelah Jepang mencetak gol pertama hasil gol bunuh diri Justin Hubner pada menit ke-35.
Gol tersebut membangkitkan kepercayaan diri Jepang sehingga sukses menyarangkan gol kedua yang diciptakan Takumi Minamino (41′). Tambahan dua gol lagi hadir dari Hidemasa Morita (49′) dan Yukinari Sugawara (69′).
“Suporter Indonesia benar-benar memberi tekanan besar bagi tim. Sebelum pertandingan, saya sudah bilang kepada pemain bahwa laga ini tak mudah. Timnas Indonesia ternyata bermain agresif di awal dan itu tak saya prediksi karena setelah itu kami cukup kesulitan di lini pertahanan,” kata Moriyasu.
“Benar, gol pertama adalah titik balik. Sebelum gol itu, saya merasa Indonesia sebenarnya punya peluang untuk mencetak gol,” tambah Moriyasu.
Kini, dengan kekalahan melawan Jepang, Indonesia semakin terbenam di dasar klasemen Grup C dengan raihan tiga poin. Tugas Indonesia pun menjadi semakin berat untuk lolos langsung ke Piala Dunia 2026.
Target realistis hanya finis di urutan ketiga atau keempat agar bisa melanjutkan perjuangan ke ronde keempat. Syaratnya, Indonesia harus bisa menyapu bersih sisa tiga pertandingan kandang dengan selanjutnya menjamu Arab Saudi di SUGBK (19/11), kemudian melawan Bahrain dan China. (Pratama Yudha)