
Ustad Adi Hidayat sedang bermain tenis meja.
Di dunia dakwah, siapa yang tak kenal dengan Ustad Adi Hidayat, atau yang biasa disapa dengan singkatan UAH, dai kondang asal Pandeglang Banten yang dikenal dengan hafalan Quran dan riwayat hadist. Di tengah padatnya kesibukan dan jadwal aktivitas dakwah beliau, Ustad Adi Hidayat tetap selalu menjaga kebugaran fisiknya dengan berolahraga.
“Saya suka semua olahraga karena itu disunahkan dalam Islam. Olahraga itu tidak bisa dipisahkan dengan karakter kuat sehingga bisa melahirkan generasi yang pantang menyerah, kuat, jujur, hingga sportivitas. Jadi, saya berolahraga itu mempraktekkan nilai-nilai agama sekaligus cinta agama. Ustadz aja berolahraga masa masyarakat lain tidak ikut olahraga,” kata Adi Hidayat.
Hampir semua aktivitas olahraga ia lakukan, dari nge-gym, lari, bersepeda hingga futsal. Namun, dari seluruh aktivitas kegiatan olahraga tersebut, yang paling menarik dan membuat kagum adalah hobinya sejak kecil yang tak pernah ia tinggalkan, yakni olahraga tenis meja.
“Beliau bukan cuma bisa bermain, tetapi jago mainnya dan skill serta kelasnya sebenarnya bukan lagi setara dengan kita, tapi mungkin selevel atlet nasional,” kata komedian Abdel Achrian, yang pernah merasakan kerasnya bermain dengan UAH.
Tenis meja seperti sudah mendarah daging dengan UAH. Kelihaiannya mengolah bola pingpong sudah tidak diragukan lagi. Bagi kalangan pegiat olahraga ini, bahkan ada semacam anekdot, nama Adi Hidayat lebih populer di kalangan penggemar tenis meja dibandingkan nama pengurus Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI).

Ustad Adi Hidayat sedang bermain tenis meja.
Hal itu dikarenakan kontribusi UAH dalam mempopulerkan dan menjaga asa pembinaan dan prestasi olahraga tenis meja Indonesia di tengah konflik organisasi berkepanjangan, dirasakan lebih konkret oleh masyarakat.
Pada beberapa kesempatan, Adi Hidayat juga kerap melakukan laga eksebisi pertandingan tenis meja. Dari bertanding dengan sesama komunitas dakwahnya, dengan para artis, pejabat hingga bersama mantan atlet nasonal, atlet daerah dan atlet pelatnas tenis meja.
Itu semua dilakukan UAH, selain untuk sekedar menjaga kebugaran fisiknya, dia juga membawa misi, yakni mendorong kecintaan masyarakat terhadap olahraga tenis meja. UAH berharap ada generasi baru atlet tenis meja Indonesia yang muncul pada masa depan.
Salah satu eksebisi menarik yang dilakukan UAH adalah ketika dirinya mampu mengalahkan atlet nasional Gilang Maulana dan atlet pelatda Jawa Barat beberapa waktu yang lalu.
Salah satu gebyar besar gelaran ajang kejuaran Tenis Meja Nasional yang digelar oleh UAH adalah adanya ajang UAH Super Series. UAH Super Series yang digelar tahun lalu ini sukses membawa angin segar bagi dunia tenis meja Indonesia yang lama vakum dalam ajang-ajang besar nasional.

Ustad Adi Hidayat sedang bermain tenis meja.
Kejuaraan yang diikuti belasan propinsi di Indonesia tersebut sukses membawa atmosfir dan semangat kembali bagi dunia tenis meja Indonesia. Kehadiran UAH semakin dirasakan sebagai oase persatuan ditengah gurun konflik dan dinamika tata kelola organisasi yang belasan tahun melanda PTMSI yang hingga kini tak pernah usai.
UAH Super Series menghadirkan berbagai hadiah bagi para pemenang. Selain medali dan trophy kejuaraan, juara 1 dan 2 ajang ini mendapatkan hadiah tiket ibadah haji dan uang pembinaan. Sementara bagi pemenang non-muslim, tiket ibadah haji digantikan dengan hadiah yang setara dan uang pembinaan.
UAH berpesan, di tengah suasana dan dinamika organisasi yang ada, dirinya tetap mengajak para praktisi olahraga tenis meja untuk terus semangat mencetak atlet- atlet muda berbakat dan memberikan perhatian serius bagi regenerasi dan prestasi tenis meja Indonesia ke depan.
“Saat ini, mencetak dan melahirkan atlet berprestasi itu tidak hanya untuk level regional atau nasional saja. Harus skala global, karena saat ini dunia kita sudah sangat terbuka,” kata UAH.

Ustad Adi Hidayat sedang bermain tenis meja.
Untuk menuju ke arah itu, UAH juga berpesan agar pengurus organisasi menyamakan terlebih dahulu visi dan persepsinya dalam dalam melakukan pembinaan dan pengembangan prestasi atlet. Intinya, semua pihak yang terlibat dan ingin berkontribusi dalam pembinaan cabang olahraga ini, harus memiliki paradigma sama yakni membawa nama harum bangsa Indonesia di kancah global atau dunia.
Termasuk dalam hal menyikapi polemik di kepengurusan tenis meja (PTMSI), dirinya berharap semua pihak punya visi yang sama dan berpikir jernih untuk membawa harum bangsa. Kalau tidak, sikap egois dan ingin menang sendiri akan jadi kontraproduktif. Sayang kalau kualitas atlet yang bagus yang tersebar di berbagai daerah saat ini tidak berkembang akibat polemik di organisasi,” kata UAH.