Catatan Kristianus Liem dari World Cadet Chess Championship 2025: Tiga Kemenangan di Bawah Langit Cerah

Ludus01

Foto/Yelena Claudia

LUDUS - Ada yang berkata, langit biru tanpa awan adalah lembar kosong yang siap ditulisi oleh siapa saja yang berani. Di papan catur, lembar kosong itu adalah 64 kotak hitam putih, seolah sederhana, tapi di sanalah dunia kecil dibangun dan dirobohkan, berkali-kali, dengan tangan-tangan mungil yang belum sepenuhnya mengenal arti kemenangan maupun kekalahan.

Catur anak-anak, bagi saya, selalu berada di wilayah yang rawan dan indah: di satu sisi rapuh, mudah hancur oleh satu langkah keliru; di sisi lain memukau, sebab justru dari celah kecil itu keajaiban bisa lahir. Saya mencatatnya di babak ke-10 World Cadet Chess Championship 2025 berikut.

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Babak 10, Senin (29/9). Suhu sore di Almaty hanya 25 derajat. Langit biru nyaris tanpa noda awan. Seperti memberi pertanda bahwa hari ini akan menjadi hari yang cerah bagi tiga pecatur cilik Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam sepuluh babak World Cadet Chess Championship 2025, ketiganya menang bersamaan. Ya, 3-0! Bahkan dua di antaranya tercatat dari duel melawan pecatur tuan rumah Kazakhstan.

Saya menyaksikan langsung drama-dramanya. Ada blunder, ada keberanian, ada pula kejernihan membaca celah sekecil apa pun di papan. Dunia catur anak-anak memang seperti itu: rapuh sekaligus memukau, rawan salah langkah sekaligus bisa melahirkan keindahan mendadak.

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Drama sore itu dibuka oleh Zach Alexander Tjong di kategori Open 8 tahun. Dari awal, posisinya tidak menguntungkan. Bidak d5 miliknya copot setelah kombinasi kecil lawannya, pecatur Kazakhstan Konstantin Popov, yang menyelipkan langkah 8.Kxf6+. Tapi Zach bukan anak yang gampang menyerah. Keunggulan satu bidak yang dimiliki lawan ternyata tidak berarti banyak karena yang tersisa hanyalah bidak tumpuk di b2 dan b3—dan pada akhirnya tak terlalu bermanfaat.

Zach memilih jalan yang tak biasa. Di langkah 13 ia melepas hak rokade, mengajak rajanya ikut menyerang. Tanpa menteri di papan, keputusan itu justru terasa logis. Pelan-pelan ia merebut kembali bidaknya di langkah 26. Permainan berubah rumit. Raja Zach malah terus maju ke e4 setiap kali diserang.

Lalu tibalah momen yang membalikkan segalanya. Langkah ke-30, Konstantin membuat ancaman kosong 30.Ke7??, padahal waktu pikir Zach hanya tersisa 13 menit 3 detik, sementara dirinya masih punya 1 jam 1 menit 30 detik. Ia seperti sengaja ingin menghabiskan waktu lawan. Tapi di era increment 30 detik per langkah, strategi itu nyaris tak berguna.

Blunder bertubi-tubi pun muncul. Konstantin kembali salah dengan 31.Bd7??. Posisi rajanya di g2 hanya ditopang bidak f2 dan ada Gajah di h4, rapuh sekali. Dengan raja hitam di e4, kuda di g4, benteng di c2, dan gajah di b8 menguasai diagonal panjang, ancaman jaringan mat sudah terbuka lebar. Zach sempat ikut khilaf ketika merebut bidak f2 ketimbang skak di e3. Tapi blunder itu dibalas blunder oleh Konstantin: 32.Bxb7??.

Akhirnya, raja Zach terus merangsek ke f3. Sementara Konstantin terjebak sendirian di g1. Kudanya di g8 dan bentengnya di b7 terlalu jauh. Tak ada pertolongan. Di langkah 37, pecatur tuan rumah menyerah. Ironisnya, waktu Konstantin masih 56 menit 35 detik, sedangkan Zach hanya 4 menit 27 detik. Tapi waktu sudah kehilangan arti. Drama Reti itu selesai dengan Zach meraih 6,5 poin dan naik ke peringkat 24 dari 150 peserta dari 59 negara.

“Ada saat di mana keberanian anak kecil mengalahkan hitungan jam pada jam digital. Zach mengajarkan saya sore itu: waktu panjang bisa terasa kosong, sementara empat menit bisa jadi cukup untuk menuliskan keabadian kecil.”

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Tak ada ledakan dramatis di papan Hillary Rooca Theng di kelompok Girls 10 tahun. Tapi ada keindahan logika yang menenangkan. Melawan pertahanan Italia dari pecatur Korea Selatan Lee Jian A, Hillary sabar menunggu kelemahan lawan. Ia menemukannya di langkah 15…Gc3?, yang mengancam benteng a1.

Dengan mata berbinar, Hillary kemudian bercerita, “Jika Benteng dimakan datang langkah selipan 17.Gg5 mengancam Menteri, gak bisa ditutup 17…f6 karena ada pin Gc4, jadi Menteri terpaksa mundur, dan Ga1 nya saya makan. Jadi menang kualitas Benteng dan satu bidak ditukar sama Gajah dan Kuda serta yang penting sayap-raja Hitam hancur.”

Lee tampaknya sadar akan jebakan itu, sehingga urung mengambil benteng. Tapi langkah alternatifnya 17…Ga5 juga tak menyelamatkan. Hillary membalas dengan 18.d5!, memaksa lawan kehilangan satu perwira dengan imbalan dua bidak yang lemah—tumpuk di h7 dan h6.

Strategi Hillary sederhana: pertukarkan sebanyak mungkin perwira untuk tiba di akhir permainan yang lebih mudah dimenangkan. Rencana itu berjalan mulus. Setelah 61 langkah, Lee menyerah. Hillary mengantongi poin ke-6 (+6 -4) dan naik ke peringkat 37 dari 115 peserta asal 54 negara.

“Hillary mengingatkan saya bahwa catur juga tentang kesabaran yang sederhana. Ia bermain seolah tahu: kemenangan bukan dari pukulan sekali jadi, tapi dari helai-helai langkah kecil yang perlahan meruntuhkan dinding lawan.”

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Kenny Horasino Bach di Open 12 tahun sempat hampir tergelincir. Dengan variasi Maju dari pembukaan Prancis, ia unggul posisi. Tapi dorongan bidak b4-b5 terlalu cepat membuat lawannya, Akhmediyar Sugraliyev dari Kazakhstan, punya peluang serangan balik.

Beruntung, Akhmediyar salah langkah dengan mengambil bidak b5, alih-alih 27…Mb8 yang bisa memberinya kualitas. Dari situlah Kenny menemukan inspirasi. Korban bentengnya di 30.Bxf5 tak bisa diterima lawan. Jawaban 30…Mg7 juga keliru, membuka peluang ancaman skakster.

Kecerdikan Kenny tampak pada langkah 34.Gb1 saat diserang 33…Ba1+. Itu sebuah openskak brilian yang sekaligus menyiapkan ancaman baru. Akhmediyar terpaksa mengorbankan benteng ditukar gajah. Tapi badai belum reda—satu gajah lagi harus hilang. Dan pada langkah ke-41, pecatur tuan rumah menyerah. Kenny mengoleksi 6 poin (+6 -4) dan naik ke peringkat 38 dari 175 peserta dari 64 negara.

“Dari Kenny saya belajar bahwa catur anak-anak bisa penuh badai. Ia sempat hampir tumbang, namun dari badai itu ia justru menemukan kilat—sebuah langkah kecil yang mengubah papan jadi terang.”

Dari arena yang megah ini, saya merekam wajah-wajah ceria itu. Zach Alexander Tjong tersenyum usai mengalahkan Konstantin Popov. Hillary Rooca Theng berpose di samping papan seusai partai melawan Lee Jian A. Kenny Horasino Bach tampak penuh konsentrasi kala menundukkan Akhmediyar Sugraliyev.

Semua itu berlangsung di Sholak Baluan Arena, gedung olahraga megah di Almaty yang khusus dipakai untuk kategori U-8 dan Girls U-10. Di sanalah sejarah kecil para pecatur cilik Indonesia ditulis.

World Cadet Chess Championship memang bukan sembarang turnamen. Ia lahir dari rahim World Youth Chess Championship yang digelar pertama kali di Prancis tahun 1974, waktu itu hanya untuk usia 18 tahun. Karena peserta terus membeludak, FIDE akhirnya memecahnya sejak 2015: cadet untuk U-8, U-10, U-12; youth untuk U-14, U-16, U-18.

Kazakhstan kali ini menjadi tuan rumah. Negeri itu memang sedang giat menanam investasi pada generasi mudanya. Hasilnya nyata. Pada Olimpiade Catur 2024 di Budapest, tim putri Kazakhstan merebut posisi runner-up dunia, dengan para pemain belasan tahun. Salah satunya, Amina Kairbekova (19), bahkan akan bertarung melawan Shafira Devi Herfesa di Japfa Chess Festival Jakarta, 5–9 Oktober mendatang.

Tak tanggung-tanggung, 850 peserta dari 88 negara berkumpul di sini. Kazakhstan sendiri menurunkan lebih dari 200 pecatur cilik terbaiknya. Kejuaraan dibuka 19 September 2025 oleh Presiden FIDE Arkady Dvorkovich, yang menekan bidak pertama di meja Girls U-12, didampingi Deputi Perdana Menteri Kazakhstan Yerzhan Kosherbayev.

Melihat tiga kemenangan ini, saya teringat bahwa catur anak-anak selalu menjadi ruang antara kesalahan dan keajaiban. Blunder bisa lahir di tiap langkah. Tapi justru dari sanalah kita melihat keberanian dan keteguhan.

Dan saya pun berpikir, andai Dewan Pembina PB Percasi Eka Putra Wirya dan Ketua Umum PB Percasi GM Utut Adianto tidak setia berkomitmen terhadap pembinaan, mungkin saya takkan melihat wajah-wajah anak yang ceria karena kemenangan yang baru saja diraihnya. Ada kerja panjang, diam-diam, yang menjelma senyum sederhana di ruang pertandingan.

Hari itu, langit cerah Almaty bukan hanya soal cuaca. Ia juga semacam metafora: bahwa di tengah dunia penuh ketidakpastian, masih ada sore yang indah, ketika tiga anak Indonesia menulis catatan kecil dalam sejarah panjang catur dunia.

Foto/Yelena Claudia

Foto/Yelena Claudia

Kristianus Liem, Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi, dari Almaty, Kazakhstan.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!