Cerita Sang Komentator, Menjual Kata dan Data

Ludus01

“Gak bisa cuman ambil dari berita orang lain, karena feelnya gak dapet. Harus turun lapangan ikut liputan dan presscon dan mixed zone biar omongan pas on-air berdasarkan research sendiri,”

Siaran Piala Dunia Qatar 2022 di Studio Indosiar (Foto: Onne FD)

Siaran Piala Dunia Qatar 2022 di Studio Indosiar (Foto: Onne FD)

LUDUS - Itu pesan Martin Tyler, komentator sepak bola top dunia, yang kini berusia 75 tahun, kepada Gita Suwondo, pada saat bertemu di lapangan waktu bersama-sama meliput EURO Inggris 1996. Martin adalah komentator terkenal Liga Inggris. Saat itu, Gita Suwondo masih sebagai reporter lapangan. Dua EURO berikutnya, yaitu di Belgia Belanda tahun 2000 dan 2004 di Portugal, Martin dan Gita masih bertemu untuk tugasnya masing-masing. Gita untuk RCTI dan Martin untuk televisi Inggris.

Enam tahun kemudian, tahun 2010, Gita Suwondo mengikut jejak Martin. Seperti kata Martin, menjadi komentator itu tak sekadar mengolah kalimat, tapi juga merasakan apa yang ada di lapangan. Latar belakang reporter olahraga, atau malah sebagai pemain dan pelatih, menjadi bagian dari keberhasilannya sebagai komentator.

Di dunia, komentator sepak bola atau olahraga, tak sedikit yang berlatar belakang reporter dan pemain. Selain Martin, ada juga Brian Moore. Bahkan ia dijuluki “Bapak Komentator Sepak Bola Inggris”. Moore telah meliput sembilan kali Piala Dunia. Ia meninggal pada tahun 2001 dan dikenang sebagai komentator sepak bola profesional pertama di Inggris. Kemudian John Matson. Dia komentator sepak bola paling senior. Mengawalinya tahun 1971. Hingga sekarang.

Dari mantan pemain yang menjadi komentator, sebut saja Alan Smith. Mantan striker ternama dari Arsenal dan beberapa kali membela tim nasional Inggris, akhirnya menjadi pembeda Smith di antara komentator sepakbola lainnya. Ia dapat memberikan komentar dengan pengetahuan dan pengalamannya sebagai pemain yang lebih baik dari komentator lainnya. Seperti juga Gary Neville, mantan kapten Manchester United, yang karena pengetahuannya, akhirnya bekerja sebagai komentator untuk Sky Sports Inggris. Nama Neville tak hanya top sebagai pemain, tapi juga terkenal sebagai seorang komentator yang melambungkan namanya saat memandu acara Monday Night Football bersama eks bek Liverpool, Jamie Carragher. Neville dan Carragher banyak dipuji atas analisis mereka dalam acara tersebut.

Di Indonesia, mantan pemain dan pelatih sepak bola yang menjadi komentator, sebut saja seperti almarhum Roni Pattinasarani, Danurwindo atau Supriyono Prima. Selebihnya, biasa berlatar belakang sebagai reporter sepak bola atau olahraga.

Komentator yang berhasil dan yang diterima pemirsanya, biasa bukan komentator yang menggurui. Gaya komentator yang bersahaja dan tak berlebihan seperti Alan Smith. Atau caranya menggambarkan alur pertandingan, dilakukan dengan halus dan sederhana, sehingga sering membuat para penggemar sepak bola mudah mengingatnya seperti yang dilakukan John Matson. Atau mengajak pemirsanya merasakan atmosfir lapangan seperti Martin Tyler.

Gaya komentator memang berbeda-beda. Tapi kriteria seperti punya kekhasan, punya karakter, gestur yang enak ditonton, cara bertutur, tak mengguruii, mengolah dan bermain data dengan tepat dan benar, juga bisa mengambil hati pemirsanya, biasanya menempatkan para komentator berada dalam top of mind pemirsanya. Untuk kompetisi sebesar Piala Dunia, biasanya para komentator paling banyak dicari dan ditunggu pemirsa untuk didengarkan analisa dan prediksi-prediksinya.

Berikut adalah 5 komentator pilihan ludus.id yang kami anggap telah memenuhi kriteria sebagai komentator favorit di Indonesia:

1. GITA SUWONDO

Ia, Gita Adhiprakoso Suwondo, atau sering dipanggil bung GAZ, memulainya dari seorang reporter televisi di RCTI. Paling lengkap, karena EURO dan Piala Dunia sudah pernah diputnya. Kariernya sebagai reporter dan produser olahraga. Kemudian, pengalaman “menyentuh” para komentator di program-program olahraganya, yang membuat ia banting stir menjadi seorang komentator sepak bola, yang akhirnya melambungkan namanya. Ia memulai menjadi komentaror tahun 2010 di RCTI pada saat Piala Dunia Afrika Selatan. Kemudian 2014 di ANTV pada saat piala dunia berlangsung di Brasil. Ia juga sebagai komentator Liga Inggris di Bein Sports selama beberapa tahun. Kemudian, diundang berbagai program olahraga di beberapa stasiun televisi untuk mengomentari kompetisi sepak bola dan program olahraga lainnya. Pada Piala Dunia tahun ini, Gita mengisi acara SAPA QATAR di Kompas TV. Gita juga mengisi acara tetap pada beberapa acara di channel Youtube milik Jebrter TV atau TIO TV.

Lulusan ilmu geologi ini, ternyata punya rasa takut membawakan sepak bola dalam negeri daripada luar negeri. Alasannya karena sensitifitas. Pengalaman kurang mengenakan juga sempat Ia rasakan.

“Pernah satu pertandingan saya bawain, gol klub A itu sudah jelas offside dan dikomentarin offside, kebetulan saya ini ada darah dari daerah klub tersebut, ya itu kelompok supporter garis keras tim A sampe bilang ‘orang ini ko ngata-ngatain klubnya sendiri, sudah susah payah ko offside!’ 

tapi kan kita sebagai komentator harus mengatakan itu offside kan? Hal-hal seperti itu yang engga boleh dihindarin, asal datanya bener, saya sih akan menjalankannya. Data paling penting kalau mau mengomentari satu pertandingan, engga boleh salah. Karena pada dasarnya, pecinta klub ini akan tahu klub itu lebih detail. Apalagi kalau kebetulan dapet laga-laga besar, harus lebih hati-hati, pasti para fans bakal lebih tahu.”

Sebagai seorang komentator sepakbola, Bung Gita pun punya pandangan sendiri terkait Piala Dunia 2022 Qatar yang sedang berlangsung. Penyuka tim Brasil dan klub Arsenal ini mengaku sempat berpikir bahwa Piala Dunia tahun ini bisa gagal, alasannya karena diadakan di akhir tahun saat pemain baru benar-benar rehat dari aktifitas klub.

“Tadinya saya pikir end flop, karena kan sudah cape di klub tiba-tiba piala dunia lagi. Tapi sekarang engga terbukti ya. Piala dunianya seru-seru aja. Hasil 0-0 banyak. Tapi 0-0 nya itu mereka bener-bener saling serang. Beda sama piala dunia yang lain, kadang kan 0-0 karena tim engga mau nyerang. Sejauh ini oke-oke aja. Tapi memang dari 2018 saya lihat bagusan yang sekarang. Tapi dari 2014 daya serang negara beda. 2014 bener-bener mereka ngotot dengan sepakbola menyerang. Ini lebih ke tahun 2002 ya. Dimana ada tim kejutan, tim yang nyerang tapi banyak juga tim yang bertahan, jadi imbang.”

2. JUSTINUS LHAKSANA

Coach Justin. Atau nama lengkapnya Justinus Lhaksana. Memulai sebagai komentator sejak 2007. Sebelumnya, pria kelahiran Surabaya 28 Juli 1967 silam ini adalah seorang pelatih futsal. Prestasinya pun cukup baik. Coach Justin bisa membuat tim futsal Indonesia finish sebagai juara 3 pada AFF edisi 2005 dan 2009 serta juara 2 di tahun 2006 dan 2008. Karier menterengnya sebagai pelatih membuat Ia dipercaya untuk siaran Eredivisie di Lativi yang kini berganti nama menjad tvOne. Kemudian Coach Justin melanjutkan kariernya di ESPN FC Net TV sejak 2014 hingga 2018. Ia pun menjadi komentator di beIN SPORT untuk siaraan Premier League hingga dua tahun dan juga sebagai komentator Liga Inggris di TVRI.

Coach Justin juga tampil saat EURO 2020 di RCTI. Sampai kini, ia masih konsisten tampil di beberapa acara tayangan sepakbola serta memiliki siaran Youtube dengan nama “JusTalk”. Meski komentarnya kerap banyak mengundang perhatian, tapi baginya itu adalah hal yang wajar.

“Gue jadi komentator bukan untuk cari temen, gue jadi komentator bukan untuk bikin semua orang happy. Gue jadi komentator karena pendapat gue dihargai oleh TV dan lain-lain. Jadi gue engga peduli, selama atasan gue puas ya gue jalani. Mayoritas kan ngambilin data ya, mereka tulis banyak data. Gue siaran engga pernah bawa coret-coret. Gue datang kita bahas. Karena gue selalu update dengan informasi setiap hari, tiada hari gue tidak baca berita bola.

Jadi kalau gue mendadak disuruh siaran nih, orang mau bahas apa, ya gue bisa aja jawabnya, dan gue sering nonton bola karena itu bagian dari kerjaan gue. Jadi bedanya gue sama komentator lain, mereka ngambilin data, gue engga peduli yang menang kalah siapa, sepak bola itu terlalu indah kalau hanya dilihat dari menang kalah, yang gue lihat adalah timnya, kualitas tim ini seperti apa.

Apakah kualitasnya bagus atau kualitasnya pas-pasan. Lu bisa menang, tapi belum tentu lu main bagus kan? Lu bisa kalah belum tentu lu main jelek. Nah inilah tujuan gue mengedukasi bahwa sepak bola itu lebih dari menang kalah.

Dan terbukti setelah bertahun tahun yang dukung gue banyak sekali kan? Yang awal mengaku benci, haters gue, sekarang jadi domba gue itu kan puluhan ribu.

Artinya yang gue lakukan sudah dij alan yang benar makanya gue lanjutin. Bahwa ada haters-hatersan mereka itu engga bisa terima kalau gue kritik pemainnya atau klubnya. Jadi so what? Gue akan melakukan apa yang gue lakukan”

3. MOHAMAD KUSNAENI

Ia, Mohamad Kusnaeni, atau terkenal dengan sebutan Bung Kus, adalah komentator paling senior di antara empat komentator lainnya. Cara berutur yang adem, runtut, menata kalimat demi kalimat dengan indah dan bermain data yang diolah dengan kalimat yang tak membosankan, jelas ini yang membuat Bung Kus banyak ditunggu pemirsa sepak bola Indonesia.  Dirinya memulai karier sebagai seorang komentator pada tahun 1994 saat Piala Dunia disiakan oleh SCTV. Kemudian menjadi komentator favorit di RCTI selama bertahun-tahun untuk mengisi program Piala Dunia, EURO, Liga Italia, Liga Inggris dan Piala Champions, sebelum akhirnya berlabuh ke EMTEK Grup (Indosiar-SCTV) untuk mengisi program sepak bola nasional, Liga Inggris, Piala Champions dan Piala Dunia Qatar sekarang.

Sebagai seorang komentator, Bung Kus, yang sekarang ini adalah Dewan Pengawan Radio Republik Indonesia (RRRI), mengaku bahwa dirinya mempunyai beberapa hal yang harus ia lakukan sebelum tampi dalam sebuah pertandingan.

Bersama Menteri BUMN Erick Thohir pada saat bertugas sebagai komentator Piala Dunia Qatar di SCTV (Foto: Dokpri)

Bersama Menteri BUMN Erick Thohir pada saat bertugas sebagai komentator Piala Dunia Qatar di SCTV (Foto: Dokpri)

“Saya membiasakan diri mempersiapkan diri 3-5 jam mengumpulkan bahan sebelum siaran. Saya harus tahu segala hal tentang pertandingan itu meskipun yang dibahas saat siaran mungkin hanya sebagian kecil dari materi yang saya siapkan. Saya juga tidak pernah ketinggalan informasi tentang perkembangan sepak bola. Dari segala aspeknya: bisnis, regulasi, hingga teknik permainan. Itu mutlak harus saya pahami. Yang menguntungkan saya adalah adanya passion. Sejak usia tujuh tahun saya sudah terbiasa membuat kliping tentang berita sepak bola. Kebiasaan mengoleksi informasi itu baru berhenti setelah era internet di mana saya bisa mendapatkan semua informasi jauh lebih mudah.”

4. TOMMY WELLY

Pria yang lahir di Bandung, 5 Maret 1971 ini, merupakan salah satu komentator dan juga pengamat yang sering muncul di layar kaca televisi. Memiliki sapaan akrab dengan sebutan Bung Towel. Mempunyai background pendidikan sebagai seorang lulusan Jurnalistik dari Universitas Padjajaran, membuat Bung Towel memulai kariernya sebagai seorang wartawan di Harian Umum Bandung Pos. Disana, Bung Towel fokus dengan tanggung jawab melaporkan kegiatan-kegiatan olahraga. Lambat laun, dirinya merambah ke dunia pertelevisian berperan sebagai seorang komentator dan juga pengamat. Ia pernah menjadi komentator di Liga Super Indonesia di ANTV, Liga Champions Eropa di SCTV, dan beberapa tayangan sepakbola di beberapa televisi tanah air.

Pastinya kan karena senang bola, hobi bola, main bola, tapi tidak jadi pemain bola beneran. Kemudian jadi wartawan dan banyak meliput sepakbola. Lalu menjadi komentator bola, cuma bedanya komentator sama pengamat, ada banyak komentator bola tapi belum tentu adalah pengamat bola. Karena pengamat bola itu adalah predikat yang disematkan oleh media, yang saya tahu begitu. Kalau soal kesalahan, kefasihan, itukan lebih kepada soal jam terbang. Jadi kalau yang awal, yang muda, ya engga papa, ya engga masalah kan. Yang penting yang engga boleh kan sok tau, atau mencederai sepak bolanya itu. Kalau dulunya kita senang main bola, bisa main bola, setidaknya aura sepakbolanya kan sudah bisa kita pahami. Aura, spirit, atau jiwa sepak bola itukan bisa kita pahami. Jadi menurut saya selain harus update dengan perkembangan informasi sepak bola terkini, tahu atura-aturan sepakbola, yang penting juga adalah bisa atau pernah menggeluti sepak bola karena itu untuk menjiwai sepakbola itu sendiri. Jadi tidak sekadar asal mengomentari, asal mengkritisi”

5.WESLEY HUTAGALUNG

Sama seperti Bung Kus, Gita dan Towel, Wesley Hutagalung atau biasa dipanggil Bung Wesley ini juga berlatar belakang seorang jurnalis olahraga. Wesley dibesarkan oleh tabloid BOLA tempatnya bekerja, yang membuat ia tampil siaran di TVRI. Kemudian sempat juga tampil di RCTI, TVOne, MNC dan juga SCTV. Paling lama menjadi komentator sepak bola ada di RCTI. Sekarang ia mengisi beberapa program youtube dan mengerjakan projek Bola Untuk Kebaikan.

“Dasarnya karena saya suka sepak bola jadi saya ngerti. Terus kita belajar aturan-aturan sepak bola secara mendasar. Nah itu secara pengetahuan mendasar. Lalu menjelang pertandingan pasti saya baca soal pertandingan-pertandingan itu. Tapi kalau jadi komentator kita engga bisa Cuma pertandingan A lawan B, kita engga boleh berkutat hanya di situ, tapi harus ada background di kompetisi itu, ada ilmu-ilmu yang kita kasih. Jadi tidak fokus ke A lawan B,  karena kadang-kadang gini, pernah kejadian, siarannya mati, sambungan satelit mati, dan itu kita harus ngomong sesuatu hal 30 menit di luar pertandingan itu, karena pertandingan itu kan kita engga bisa liat, jadi kita ngomong situasi ataupun kejadian-kejadian yang serupa, kejadian-kejadian sebelumnya. Jadi itu harus melekat di kita. Pengetahuan di luar pertandingan yang kita komentari itu jadi modal kita untuk bicara. Jadi intinya adalah passion dulu, kalo engga passion susah ngomentarin”

LAPORAN: Kurniawan Fadilah

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!