Ikhwannudin di ISG 2025: Finis Keenam, Debut yang Menyalakan Jejak Indonesia di Arena Balap Unta

Akhmad Sef

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

LUDUS - Muhammad Ikhwannudin datang ke arena balap unta Al Janadriyah dengan sesuatu yang lebih besar daripada sekadar ambisi: ia membawa negara yang belum pernah benar-benar menjejakkan kaki dalam tradisi panjang olahraga gurun itu. Di tengah hiruk pikuk para joki dari Jazirah Arab yang datang dengan unta-unta pilihan, perlengkapan lengkap, dan pengalaman bertahun-tahun, ia duduk di punggung Sogan, seekor unta yang menjadi sahabat sekaligus taruhan keberanian, dan membiarkan debu, napas, serta detak jantungnya sendiri menyatu dengan lintasan.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Dari heat 1 nomor 2000 meter putra Islamic Solidarity Games (ISG) Riyadh 2025, Ikhwannudin memainkan debut internasionalnya. Hasilnya bukan kemenangan, bukan pula cerita tentang trofi; tetapi tentang seorang atlet yang menyelesaikan garisnya sendiri dengan kepala tegak. Ia finis di urutan keenam, menuntaskan lomba dengan catatan 4:05,886 menit dan kecepatan rata-rata 29,282 km/jam, tertinggal +24,247 detik dari joki tuan rumah, Ahmed Aljhoni, yang memimpin heat tersebut. Namun angka-angka itu hanya menjadi cangkang luar dari apa yang sebenarnya terjadi di lintasan.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

“Alhamdulillah ini performa terbaik yang bisa saya tampilkan. Race berjalan sangat lancar dan tertib tanpa kendala,” katanya, seolah balapan itu hanya sekadar perjalanan rutin. Padahal bagi Ikhwannudin, tak ada yang rutin dalam debut sekompleks itu. Ia baru pertama kali menunggang sendiri di sebuah race internasional, menghadapi sesuatu yang tak dimiliki Indonesia: tradisi yang diwariskan turun-temurun.

Di tengah balapan, tantangan itu menyembul pelan. Transisi dari trot menuju canter, yang bagi joki-joki Arab tampak seperti tarian naluriah, menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi Ikhwannudin. Namun Sogan membantunya bertahan. Unta itu stabil, mudah dikendalikan, dan memberikan rasa percaya diri yang membuat Ikhwannudin berani masuk ke kelompok depan pada kilometer pertama. Ia sempat merayap hingga posisi empat, berdampingan dengan tiga atlet Arab Saudi, sampai akhirnya di 200 meter terakhir ritme Sogan turun ke trot, membuatnya merosot ke peringkat keenam.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

“Awalnya masih bisa bersaing stabil, tapi ketika masuk 200 meter terakhir unta saya mulai turun ritme sehingga tertinggal. Atlet-atlet lain memilih jalur kiri sejak start karena dinilai lebih menguntungkan. Saya baru memahami taktik itu ketika melihat langsung di arena,” ujarnya. Kalimat itu melukiskan sesuatu yang sederhana: bahwa strategi dalam balap unta tak selalu dapat dipelajari dari video atau pelatih; ada hal-hal yang hanya terbit dari bau pasir, dari teriakan para penonton yang menyaksikan, dari bagaimana unta-unta itu bergerak dalam gerombolan.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Ikhwannudin tampak memahami bahwa kekalahan hari itu bukan akhir. Justru sebaliknya: sebuah pintu yang terbuka. Pengalaman melawan joki-joki elite Arab Saudi, Uni Emirat Arab, hingga Bahrain memberinya pelajaran tentang level permainan, persiapan, dan kecermatan membaca arena. Ia tak berhasil lolos ke babak selanjutnya, tetapi ia pulang dengan sesuatu yang tak terbeli: pemahaman tentang bagaimana dunia balap unta bekerja, lengkap dengan segala kecerdikannya.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

“Ini pertama kali saya menunggang sendiri di race. Tantangan terberat adalah mengatur transisi dari trot ke canter. Itu yang perlu saya pelajari lagi untuk meningkatkan performa,” katanya. Dan dalam kalimat itu, masa depan seakan membukakan diri.

Keikutsertaannya merupakan bagian dari perjalanan panjang Indonesia yang perlahan meraba identitasnya di cabang unik ini. Setelah Asian Youth Games (AYG) Bahrain beberapa waktu lalu, debut Ikhwannudin di ISG 2025 menandai babak baru yang, meski masih kalah, mulai menemukan bentuknya.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Tidak ada tepuk tangan besar, tidak ada gemuruh stadion; hanya seorang atlet muda yang memacu Sogan di antara debu dan napas panjang gurun, menyelesaikan debutnya, dan menunjukkan bahwa Indonesia sedang belajar berjalan di dunia yang selama ini bukan miliknya.

Dan mungkin memang begitu cara sejarah kecil ini dimulai: bukan dengan kemenangan, tetapi dengan keberanian pertama untuk ikut berlari.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!