Krisna Bayu Hadapi Raksasa Rumania di World Beach Sambo Games 2025: Diplomasi dari Olimpiade ke Pasir Singapura

Ludus01

LUDUS - Di bawah langit Singapura yang panas dan bersih, pasir di Yio Chukang Sport Stadium menyimpan jejak langkah seorang legenda. Ia datang bukan sebagai penonton kehormatan, bukan pula sekadar pejabat federasi yang memberi sambutan. Ia datang untuk bertarung. Namanya: Krisna Bayu.

Foto/Dokpri Krisna Bayu

Foto/Dokpri Krisna Bayu

Kini menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Sambo Indonesia (PP Persambi), Bayu turun langsung mewakili Indonesia dalam nomor beregu di World Beach Sambo Games 2025, Minggu, 3 Agustus 2025. Bersama Sekretaris Jenderal Arnold Silalahi, ia menghadapi Tim Rumania, salah satu kekuatan besar dalam olahraga ini. Di atas pasir yang memantulkan panas matahari, mereka berdua berusaha menyalakan obor eksistensi Sambo Indonesia.

Arnold, yang turun di kelas +88 kg, takluk dari Dmitril Evseev. Sementara Bayu, kini berbobot 115 kg, harus mengakui keunggulan Ille Natea, raksasa Rumania seberat 160 kg. Tiga atlet Sambo Indonesia lainnya juga belum berhasil membawa pulang kemenangan. Tapi Bayu tahu, ini bukan soal menang dan kalah.

“Bukan soal kalah dan menang. Tapi, saya yang sudah lama pensiun sebagai atlet ingin menunjukkan kepada atlet Sambo Indonesia bagaimana kita tetap menunjukkan eksistensi dan perjuangan dalam satu pertandingan,” ujarnya.

Foto/Dokpri Krisna Bayu

Foto/Dokpri Krisna Bayu

Dan ia tahu persis apa yang ia bicarakan. Sebab sebelum menjadi penggerak Sambo di Indonesia, Krisna Bayu adalah judoka yang mewakili Indonesia dalam tiga Olimpiade berturut-turut: Atlanta 1996, Sydney 2000, dan Athena 2004. Di setiap olimpiade, ia membawa harapan besar untuk sejarah baru judo Indonesia, meski berkali-kali harus kembali dari tatami tanpa medali.

Bayu memulai debutnya di Olimpiade Atlanta 1996, turun di kelas 86 kg. Di sana, ia dikalahkan judoka Spanyol, Leon Villar, yang mencetak ippon dan mengunci tubuh Bayu dengan yoko shiho gatame dalam waktu 3 menit 14 detik. Empat tahun kemudian, di Sydney 2000, nasib serupa kembali menghampiri. Ia tersingkir lebih awal oleh Carlos Honorato dari Brasil, hanya 14 detik jelang pertandingan usai, juga dengan ippon dan kuncian tate shiho gatame. Ia sempat mendapat peluang repechage melawan Fernando Gonzalez dari Spanyol, tapi tumbang lewat teknik bantingan sumi gaeshi dalam waktu 2 menit 21 detik.

Namun, tahun 2001 menjadi penanda kejayaan: emas di SEA Games Kuala Lumpur untuk kelas 100 kg. Setahun setelahnya, ia meraih perunggu di Kejuaraan Judo Asia 2004 di Almaty, Kazakhstan, tiket terakhirnya menuju Olimpiade Athena 2004. Di sana, sebagai judoka 29 tahun, saat itu, ia kembali bertarung untuk Indonesia. Sayangnya, perjuangan itu kembali terhenti setelah dikalahkan Tsend-Ayuushiin Ochirbat dari Mongolia.

Meski tak pernah membawa pulang medali Olimpiade, kiprah Krisna Bayu adalah simbol dedikasi panjang untuk negerinya. Kini, lewat Sambo, semangat itu tetap menyala.

Sambo, olahraga bela diri asal Rusia yang memadukan teknik gulat, judo, dan bela diri militer, mungkin belum sepopuler cabang bela diri lain di Indonesia. Namun Bayu melihat potensi besar di dalamnya. Terlebih, Indonesia akan menjadi tuan rumah Kejuaraan Dunia Sambo Junior 2025, bertajuk World Sambo Youth and Junior Championship, yang akan digelar di JSI Resort, Megamendung, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, pada 1–6 Oktober mendatang.

“Diplomasi itu penting dalam upaya mencapai kesuksesan saat Indonesia menggelar World Sambo Youth and Junior Championship 2025. Makanya, PP Persambi tetap memberangkatkan Tim Sambo meski dengan biaya mandiri ke World Beach Sambo Games 2025,” ujarnya.

Tahun ini, Singapura menjadi tuan rumah edisi kelima World Beach SAMBO Championships. Kompetisi berlangsung pada 2–3 Agustus 2025 di berbagai arena olahraga pantai di Singapura, dan diikuti oleh atlet dari 20 negara.

Dalam dunia olahraga yang sering sibuk dengan glorifikasi medali dan euforia kemenangan, kisah ini barangkali terasa berbeda. Tidak ada selebrasi megah, tetapi ada pelajaran kuat tentang dedikasi, representasi, dan kepemimpinan yang lahir dari pengorbanan.

Foto/Dokpri Krisna Bayu

Foto/Dokpri Krisna Bayu

Bayu tahu, membangun olahraga bukan hanya soal memenangkan pertandingan. Ia soal menginspirasi. Soal menciptakan jalan. Dan jika jalan itu belum ada, ia bersedia menginjakkan kaki pertama untuk membuka tapaknya, meski harus menantang raksasa, meski harus kalah di pasir panas negeri orang.

Ia telah menuliskannya di sejarah judo. Kini, ia menulisnya lagi, dengan tangan dan tubuhnya sendiri, di atas pasir Sambo dunia. (*)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!